Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
. . .
Mark terdiam didalam ruangan isolasi serba putih, sorot matanya terlihat kosong, rahangnya mengurus dan terlihat kantung mata di bawah kelopak matanya. Pakaian yang entah kapan pernah diganti melekat seperti kulit tubuhnya, penampilannya kacau mirip zombie. Benar, Ia terlihat seperti mayat hidup sekarang.
Pria itu mendiami bangsal isolasi seorang diri, kesepian dan tertekan oleh rasa rindu yang tak kunjung diobati. Bagaimana bisa diobati? Obatnya kini sudah menetap didalam kubur. Orangtua, adik, kakak dan tunangannya kini telah menyatu dengan bumi, hanya tersisa nisan bertuliskan nama dan tanggal. Entah sudah berapa hari berlalu semenjak kebakaran rumah itu, namun yang pasti, Mark merasa mati detik itu juga.
Ia sendirian, hari ini pun sama, ada semangkuk bubur yang tak terjamah diatas meja sejak sarapan pagi tadi.
Beberapa detik berlalu, suara deritan pintu yang sama terdengar. Perawat itu lagi-lagi menatap kecewa pada nampan makanan pasien. Dengan lembut pemuda itu mendekati ranjang dan menanyakan pada si sculptor yang malang.
"Apakah anda tidak lapar atau makanannya kurang mengenakkan seperti kemarin?"
Renjun, nama perawat itu, terlihat begitu sabar menghadapi pasien yang mogok makan. Ia beradaptasi dengan cepat sekalipun baru bekerja selama seminggu.
Si perawat kembali menanyakan, "apakah anda tidak lapar?"
Tentu saja tidak, mayat tidak mungkin punya energi untuk makan.
"Sayang sekali, padahal ini adalah hari yang spesial untuk anda...."
Mark membuka mulutnya, membisikan satu pertanyaan, "hari spesial?"
Renjun mengangguk, "iya, bukannya sekarang hari ulang tahun anda?"
Tentu saja Mark kaget, ini pertama kali sejak kejadian itu dirinya merasa ingin tahu apa yang terjadi pada hari ini. Dia menebak bahwa hari ini adalah hari jadinya dengan sang tunangan beberapa tahun yang lalu. Namun ternyata itu salah, sekarang tanggal 2 agustus yang artinya ulangtahunnya. Mark menunduk lagi, ternyata ini soal dirinya yang hanyalah seonggok daging hidup.
