04. VENUS

6.8K 747 42
                                    


-HAPPY READING, DEAR-


"Kenapa yang diam selalu dianggap lemah sedangkan yang berbicara dianggap bodoh?"

-Mars Sanjaya Aldebaro-






"Woy pijitin kaki gue!" perintah Fanya yang langsung dipatuhi oleh Mars. Mars kemudian meletakan nampan itu diatas meja dan bersimpuh dihadapan Fanya, kakinya sangat sakit karena menjadi pelampiasan marahnya Hendra.

Mars kemudian langsung memijit kaki Fanya dan kekuatan yang sangat ia usahakan, tangannya sepertinya retak karena Hendra yang menginjak tidak main-main. Sepertinya Fanya tidak merasakan pijitan dari Mars melainkan hanya seperti usapan dikakinya. Mau sekuat apa pun ia memijat, tangannya saja seperti mati rasa mana mungkin bisa memijat dengan sempurna seperti harapan Fanya.

Karena tak begitu terasa, Fanya yang memang moodnya sedang tak baik lantas semakin emosi dan beberapa detik kemudian kakinya yang dipijit Mars menendang dad milik adiknya itu. Mars yang hanya bisa diam dan menerimanya, ia merasakan sakit dan sesak dibagian dadanya karena tendangan Fanya yang sangat keras. Ia sendiri heran, bagaimana bisa seorang wanita yang seperti lemah lembut bisa menjadi seganas macan tak makan tiga bulan?

Uhukk uhukk uhukk


Mars terbatuk beberapa kali karena merasakan dadanya yang sesak karena ulah Fanya. Sahabat-sahabat Fanya pun tampak terkejut, dilihat Mars yang terbatuk berulang kali dengan tangan kiri yang memegangi bagian dadanya. Disisi lain Pelangi tampak khawatir namun apalah daya ia hanya tamu dirumah ini.

Beberapa detik kemudian Mars memuntahkan darah segar dari mulutnya, semua kembali terkejut saat tubuh remaja tampan itu tak sadarkan diri. Fanya yang melihat itu pun sedikit khawatir namun lagi-lagi perasaannya hilang mengingat kejadian waktu Mars lahir. Ia harus tega bahkan ini sangat kurang, itu batin Fanya yang siap menyiksa Mars kembali.

"Woy tolongin, kasihan dia," pekik Venus yang sedari tadi diam-diam memperhatikan Mars sampai Mars yang tak sadarkan diri.

Venus itu sebenarnya bukan anak kuliahan melainkan anak kelas sepuluh SMA Antariksa. Venus adalah adik dari Pelangi yang kebetulan hari ini dia ikut karena merasa bosan berada dirumah mewahnya itu. Ya walaupun sesampainya di kediaman Aldebaro dirinya tidak ngapa-ngapain.

Venus yang tak mendapat jawaban dari teman-teman kakaknya lantas menghampiri Mars yang sudah tak sadarkan diri itu. Entah perasaan dari mana Venus menangis melihat keadaan Mars yang sudah tak sadarkan diri seperti itu. Dalam diam ia merasakan cemas saat melihat bahwa Mars ini seperti orang didalam mimpinya beberapa hari yang lalu.

"Venus nggak usah mikiran anak pembantu kayak dia deh!" titah Pelangi yang tak setuju jika adiknya membantu Mars.

"Kak dia itu butuh pertolongan Kak, apa salahnya jika Venus bantu dia?" bantah Venus dengan air mata yang berderai diwajah cantiknya.

"Nggak Venus! Nanti lo kena sial kalau bantuin dia!" Bukan Pelangi yang membantak melainkan Fanya, tatapan Venus semakin menajam, ia lantas berlari keluar rumah dan memanggil sopirnya untuk membantu membawa Mars ke rumah sakit. Ia tak mempedulikan tatapan menghunus dari kakaknya dan sahabat kakaknya itu, yang terpenting nyawa Mars tidak dalam bahaya.

"Ayo Pak kita bawa dia ke rumah sakit!" titah Venus kemudian langsung dipatuhi oleh sopir berusia kurang lebih empat puluh tahunan.

Venus meninggalkan mereka bertiga dan memilih untuk pergi ke rumah sakit dengan Pak Jajang-sopir pribadinya. Sepanjang perjalanan dirinya selalu memikirkan nasib Mars, saat dilihat wajah Mars yang sudah pucat pasi dan saat ia mendengarkan degup jantung Mars yang sangat pelan bahkan terdengar sangat lemah.

"Pak Jajang lebih cepat ya!" kata Venus dan Pak Jajang langsung menambah kecepatan laju mobilnya.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah sakit, Pak Jajang langsung mengangkat tubuh rapuh Mars itu kedalam rumah sakit. Dokter yang kebetulan sedang santai langsung siap sedia menangani Mars, sementara Pak Jajang sudah kembali ke mobil dan Venus masih menunggu didepan ruangan UGD.


-----


"Bisa bicara dengan orangtua pasien?" tanya dokter saat ia sudah selesai memeriksa Mars dan sekarang sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa.

"Maaf dok, orangtua pasien sudah meninggal, bisa bicara sama saya saja? Nanti saya yang akan menyampaikan kepada walinya," balas Venus yang menyakinkan dokter tersebut.

"Baik nona, mari ikut saya ke ruang kerja!" ucap dokter tadi. Venus lantas mengikuti dokter tersebut kedalam ruangannya.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi dengan pasien dok?" tanya Venus yang sudah penasaran sejak tadi.

"Sebenarnya pasien saat ini keadaannya sangat kritis, pasien mengalami banyak luka diseluruh tubuhnya dan saya mengira bahwa ini akibat kekerasan atau biasa disebut bullying," jelas dokter kepada Venus.

"Saya sudah melakukan beberapa tes darah karena saya menemukan kejanggalan ditubuh pasien dan seperti dugaan saya pasien mempunyai penyakit kanker otak dan syukurlah baru stadium awal jadi kemungkinan sembuh sangat besar tapi kembali lagi pada pasien," sambung dokter tersebut membuat Venus meneteskan air matanya kembali.

Ia tak menyangka bahwa Mars mengalami ini semua selama ini, banyak yang ia belum tau dari sosok remaja bermata biru itu. Selesai mendengarkan penjelasan dokter tadi, sedikit ada rasa sesak dihati Venus. Sosok yang ia impikan benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.

Venus pernah bermimpi bertemu dengan Mars, sosok laki-laki berusia tujuh belas tahun itu seperti meminta tolong kepadanya. Banyak luka yang didapat oleh sosok Mars hingga anak itu tak mampu memikulnya sendiri dan ternyata semua ini bukan hanya mimpi melainkan kenyataan yang memang benar-benar memilukan.

"Sebenarnya sekuat apa hatimu sampai kamu sabar dan tabah menanggung ini semua?" monolog Venus dengan tangan yang mengengam tangan milik Mars yang bebas dari infus tidak seperti tangan sebelah kiri.

"Gue bakalan siap selalu menjadi sandaran lo saat lo kesepian cerita sama gue, gue mohon jangan pendam ini semua sendiri," kata Venus yang sekarang wajahnya tertutup oleh telapak tangannya.

"Ka--kamu siapa?" tanya seseorang yang tak lain adalah Mars, remaja itu sudah bangun dari pingsannya.

"Lo udah bangun? Syukurlah, gue seneng banget lo udah bangun," balas Venus dengan senyum yang sangat mengembang diwajah cantiknya itu.

"Kamu siapa?" ulang Mars yang tak kunjung mendapatkan jawaban dari sosok perempuan didepannya itu.

"Oh iya, kenalin nama gue Venus dan gue bakalan selalu siap jadi sandaran lo, lo jangan sungkan buat cerita segala masalah lo ke gue ya," balas Venus yang tampak sedikit cerewet namun membuat Mars tersenyum singkat.

Hati Mara sedikit adem mendengarkan suara sosok remaja cewek didepannya ini. Ia merasa nyaman dan sersa segala masalah dipundaknya sedikit berkurang bahkan ia dapat melupakan segalanya walau hanya sesaat namun sangat berarti bagi sosok Mars.

"Emang kamu mau jadi sahabat Mars?" tanya Mars dengan wajah polosnya.



-TO BE CONTINUED-

PART INI GIMANA GUYS?
YUK KOMEN!


Karanganyar, 02 Agustus 2020
- Ummu Fatimah -

MARSWhere stories live. Discover now