🌾Selamat membaca
Setelah dibawa ke rumah sakit terdekat, Pihak dokter mengumumkan bahwa Rafa dinyatakan meninggal dunia saat perjalanan ke rumah sakit. Dunia Zidan serta Keinan seakan ingin roboh saat kalimat menyakitkan itu keluar dari mulut dokter yang menangani Rafa.
"Ngga, Fa. Ini belum waktunya lo pergi... Hiks.. Bangun, dek. Please banguuun!" Zidan memeluk tubuh sang adik yang tampak pucat itu. Semua perawat memperhatikan Zidan dengan tatapan sendu mereka.
Keinan yang terdiam di sudut ruangan itu mulai mendekat ke arah Zidan. "Kak, udah. Jangan gini lagi!" Ujarnya dengan nada yang terdengar bergetar.
"Fa, Ayo bangun! Hiks... Hiks.. Jangan tinggalin gua.. Hiks.." Zidan jatuh bersimpuh di lantai rumah sakit itu. Dengan sergap Keinan memegang tangan kakak sahabatnya tersebut walau Zidan sudah terlanjur jatuh terduduk.
"Ayo kak! Kita bawa Rafa pulang. Biarin dia tenang kak... Hiks.. Jangan bikin dia tambah sakit lagi.. Hiks..." Berat rasanya menyampaikan hal ini. Tapi inilah takdirnya. Allah lebih sayang dia. Tak ada pilihan lain selain mengikhlaskan orang tersebut.
Setelah di rasa kuat, Zidan mulai beranjak berdiri lalu mendekat kembali ke sang adik. Menggenggam tangan dingin Rafa lalu mengusapnya pelan.
"Maafin gua, Fa. Maaf selama lo hidup gua selalu ngasih lo luka. Maaf gua ngga bisa jaga lo lagi. Yang tenang disana ya, dek." Zidan mendekatkan kepalanya ke kening sang adik lalu menciumnya sambil menggumamkan kata terkahir yang hanya bisa ia ucap.
"Innalillahi wa innalillahi rojiun." Air mata itu turun tepat dari ujung mata kiri Rafa saat Zidan mengucapkan kalimat tersebut. Dengan sigap tangan Zidan mengusap air mata yang keluar itu dengan jarinya lalu menatap lama Rafa untuk terakhir kalinya sebelum kain putih itu menutupi wajah damai sang adik.
//
Zidan menatap nisan yang ada didepannya, air mata itu tak berhenti keluar setelah kepergian sang adik untuk selama-lamanya. Ia usap nisan itu lalu diciumnya sambil terisak pedih.
"Maaf.. Hiks... Maafin gua.." Hanya kata maaf yang terus Zidan ucapkan dari semalam. Mengingat perlakuannya dulu yang slalu bermain kasar pada Rafa.
Fitri, Keinan, serta Edo masih setia di belakangnya. Semua pelayat yang ikut menguburkan Rafa sudah pamit terlebih beberapa menit yang lalu menyisakan keempat orang tersebut.
Keinan mendekat ke lahat sahabatnya itu. Ia juga melirik ke Zidan yang tengah menundukkan kepalanya sambil memegang nisan Rafa."Maafin gua, Fa. Gua ngga ada gunanya sebagai sahabat lo." Tak terasa air mata Keinan ikut luruh. Tapi ia langsung menyeka air mata yang turun itu lalu tersenyum lirih.
"Sekarang lo udah ngga sakit lagikan? Hiks.. Udah ngga ada yang nyakitin lo lagi juga..." Ujar Keinan dengan tegar.Setelah dirasa cukup, Keinan melirik kembali ke Zidan yang masih dengan keadaan yang sama. "Kak, udah mulai gelap. Kita pulang aja ya?" Tanya Keinan sambil menepuk tangan kakak sahabatnya itu.
"Dia sendirian, Kei... Hiks..Hiks.. Siapa yang nemenin Rafa disini? Ngga ada Hiks..." Ucapan Zidan membuat air mata Keinan kembali jatuh. "Kak, ngga ada gunanya Kakak nangis kaya gini. Rafa ngga sendiri, kak. Biarin dia tenang." Ucap keinan sambil memegang tangan Zidan.
Untuk terakhir kalinya Zidan mencium nisan Rafa lalu beranjak meninggalkan lahat sang adik walau berat.
//
KAMU SEDANG MEMBACA
P L E A S E! [End]
Teen FictionDia yang hidup hanya sebagai pelampiasan kemarahan dari seseorang yang tak lain adalah kakaknya sendiri. ......... "LO ITU CUMA NUMPANG BANGS*T!! "Maaf kak..." #48 friendship → 20200831 #10 brotheship→ 20200907 #06angst → 20210217 ⚠AKU TEKANIN, CER...