3. Berjumpa

61 6 0
                                    

Sesuai perjanjian kemarin, malam ini mereka kembali berkumpul di tempat yang sama dan juga dengan topik yang sama.

Dengan duduk di bangkunya masing-masing, mereka pun mulai kembali berunding.

"Bagaimana, Bung? Apa sudah ada tanggapan dari Bung Karno dan Bung Hatta?" tanya Hadi.

"Belum, artinya mereka tak mengindahkan perkataan saya."

"Lalu bagaimana?" tanya Hadi.

"Sebaiknya kita menghampiri Bung Karno, kita perlu bicara secara langsung," seru Wikana.

"Iya, Bung. Sebaiknya kita ke rumah Bung Karno. Kita perlu kemerdekaan saat ini juga." Singgih menimpali dengan begitu semangat.

"Apa semuanya setuju jika kita menghampiri kediaman Bung Karno?" tanya Sutan Syahrir sambil mengedarkan pandangannya pada semua pejuang muda di depannya. Semuanya langsung mengangguk setuju, begitu pula dengan Hadi.

"Baiklah, kita ke sana sekarang," jawab Sutan Syahrir dengan mantap.

∆∆∆∆

Tok ... tok ... tok ....

"Assalamualaikum." Semuanya kompak mengucapkan salam.

Tok ... tok ....

"Iya, wa'alaikumsalam ..." jawab seseorang dari dalam rumah. Tak lama keluarlah seorang perempuan yang tidak lain adalah istri Bung Karno, Fatmawati.

"Ada perlu apa, ya?" tanyanya dengan ramah.

"Kami ada perlu dengan Bung Karno, apa boleh kami semua masuk?" ucap Sutan Syahrir.

"Apa tidak bisa besok pagi saja? Ini sudah malam."

"Tidak bisa, kami perlu membicarakan hal penting."

"Baiklah, tunggu sebentar, akan saya panggilkan Kang Mas," sehutnya lalu pergi kembali ke dalam rumah. Tak perlu menunggu lama, kini mereka sudah dipersilahkan masuk untuk bertemu dengan Soekarno.

Mereka dituntun ke ruang tamu dan di sana sudah duduk manis sang pemimpin bangsa dengan baju kaos yang sederhana dan sarung sebagai bawahannya juga tak lupa peci hitam yang terdapat di kepalanya. Mereka semua menyalami Soekarno satu per satu kemudian dipersilahkan duduk dan Soekarno pun ikut duduk.

"Ada perlu apa?" tanya Soekarno tanpa basa-basi.

"Begini, Bung." Sutan Syahrir mengganti posisi duduknya, mencari posisi ternyaman untuk memulai pembicaraan.

"Kabar yang sudah saya beri tahu sebelumnya, tentang kekalahan Jepang. Kami semua sepakat agar Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan," tutur Sutan Syahrir dengan tegas.

"Tidak bisa, kemerdekaan harus dalam rencana dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Tidak bisa sembarangan," jawab Soekarno dengan tegas karena ia ingin menegaskan bahwa kemerdekaan bukan main-main dan bisa direncanakan dengan mudah. Semuanya harus sesuai dengan rencana yang sudah tersusun, kemerdekaan baru akan diproklamasikan pada 7 September 1945 sesuai konsep jadwal kemerdekaan dari beberapa kali sidang-sidang.

"Jepang saja sudah keok, untuk apa kita menunggu mereka? Bisa apa mereka?" seru Sutan Syahrir.

"Betul, Bung," sela Chaerul. "Sebaiknya kita tidak termakan oleh janji manis dari Jepang."

Ini Cerita Kita [KELAR ✓]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora