19. Hate to Leave You

1.9K 477 42
                                    

Dion menduduki sisi tempat tidur dan melepaskan high heels yang membalut kaki Barbie. Sejenak menikmati pemandangan yang belum pernah ditemuinya. Anggita Barbie Soedarsono yang tertidur lelap. Dion berani mengakui, kondisi bagaimanapun gadis itu tetap secantik namanya.

Secara perlahan Dion menarik selimut hingga batas leher supaya gadis itu terlelap dalam kenyamanan. Ia pun menyingkirkan anak rambut di dahi sang gadis. Lalu senyap dan waktu melemparnya ke sebuah masa yang sudah memudar dari ingatan. Saat itu Cessa meminta tolong padanya menjemput Barbie yang berkemah di Jambore. Sebab Cessa tidak bisa meninggalkan acara yang diadakan Himpunan Mahasiswa Public Relation. Mereka baru saja menyudahi SKS di semester dua. Dikarenakan sedang senggang, ia pun sukarela mengiyakan permintaan sang gadis.

Dion akhirnya menemui siswi SMP berseragam pramuka lengkap di tengah pohon Cemara. Raut wajahnya menyiratkan kebosanan tiada tara. Rambut hitam legam menutupi punggung mungilnya, ditambah topi pramuka yang sedikit miring dan senyum miring pula. Gadis belia itu bersedekap, menatap Dion dari ujung kepala hingga kaki.

"Pacar Kak Cessa ya?"

Dion menahan tawa kecil atas pertanyaan spontan itu. "Bukan."

"Bohong."

Kemudian gadis itu berjalan meninggalkannya begitu saja ke arah pendopo. Ketika hendak mengambil tongkat pramuka dan ransel, Dion bergerak lebih cepat mengambil ransel yang isinya terlalu penuh.

"Ransel kamu kan?" tanya Dion sembari mengangkat ransel tersebut.

"Iya." Gadis itu mencoba menarik ransel dari tangan Dion, tapi gagal total.

Seketika alis Barbie berkerut, bibirnya pun mengerucut karena Dion tak kunjung menyerahkan si ransel. Ini kali pertama Dion bertemu dengan adik Cessa yang katanya kurang ramah.

"Saya bawakan ya?"

Gadis itu menatap Dion sejenak sebelum berkata, "Terserah." Lantas berlalu begitu saja membawa tongkat pramuka.

Sikap tak acuh dan terkesan jutek Barbie mengakibatkan satu sudut bibir Dion terangkat sempurna. Saat itu, Dion hanya berpikir kalau ia harus lebih dulu mengambil hati adik Cessa sebelum kedua orangtuanya. Ia belum pernah menemui kedua orang tua Cessa selama kurang lebih setahun bersama.

Barbie memimpin jalan hingga langkahnya terhenti. "Di mana?" Gadis itu berbalik cepat.

"Apanya?" Sebenarnya Dion tahu apa yang gadis belia itu tanyakan, hanya saja ia sengaja.

"Mobil kakak."

"Kamu enggak ada niatan nanya namaku dulu?"

Mata gadis itu bergerak ke kanan dan kiri lalu mengedikkan bahu. "Enggak penting."

Seketika Dion menghela napas panjang. Ia mengulurkan sebelah tangan. "Sini."

Barbie mengabaikan uluran tangannya. "Kakak jalan duluan aja."

Di tengah jalan menuju tempat terparkirnya mobil Dion. Gadis itu berjongkok meletakkan tongkat pramuka di samping kaki lantas mengikat tali sepatu sambil berdecak. Tentu saja, Dion segera menarik paksa Barbie supaya berdiri. Ia menyampirkan ransel di sebelah bahu kemudian berjongkok di depan gadis itu.

"Kata minta tolong itu penting, Bie," ucap Dion sembari mengikatkan tali sepatu adik Cessa.

"Aku bisa sendiri, kok." Suaranya sedikit terbata.

"Iya, tapi kamu lagi pakai rok selutut dan enggak bisa sembarangan gitu."

"Makasih, Kak."

Perbedaan tinggi mereka membuat Dion harus menunduk dan Barbie mendongak. Ia mengangguk seraya berkata, "Ayo pulang."

Kadar Formalin; Cinta Kedaluwarsa ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon