12. Galau

25.7K 1.8K 14
                                    

12. Kembali

Bagaimana ini?

Aku benar-benar merasa tak rela jika Arga bertemu Mahira. Mahira bisa shock...

Oh tidak, dia tentu bahagia? Aku tahu betul bagaimana cintanya Mahira pada Arga. Buktinya dia saja rela menyerahkan harta berharganya.

Ah...

Dan Arga? Bagaimana tanggapan dia bertemu dengan wanitanya kembali.

Sesaat kulirik Arga di balik kemudi. Sopir kami kemarin tak menginap, Arga menyuruhnya langsung pulang menggunakan kendaraan umum. Arga berpikir mobil bisa digunakannya untuk jalan- jalan, meski ya pada akhirnya kami hanya menghabiskan satu hari di sana.

"Kenapa?"

Aku menoleh karena mendengar suara Arga. "Apa?"

Arga mengeleng, "Kamu itu dari tadi ngelamun terus?"

"Oh," mulutku membulat, "Tak ada apa- apa,"

"Yakin?" tanya Arga dengan nada meremehkan, "Kamu bukan sedang cemburu kan?"

"Hemm, biar kutebak. Kamu sedang memikirkan apa yang akan kami lakukan berdua jika bertemu," lanjut Arga yang sontak membuatku terbelalak tak percaya.

"Cih, GR sekali anda Tuan!"

Alih- alih menjawab pertanyaanku, Arga tertawa. "Ya Tuhan, anda menyakiti hati saya, Nyonya. Ayolah, Sayang akui saja kamu cemburu,"

"Nggak," kataku cepat.

"Nggak apa nggak?" Arga menoleh sekilas dan mengedipkan sebelah matanya. Aku mendelik tak terima,

Ck, orang ini bagaimana bisa sangat menyebalkan sih?

Tiba- tiba kurasakan laju mobil melambat lalu berbelok ke sebuah rest area. Aku pun protes,

"Kok ke sini sih, Ga? Kita kan harus cepat sampai ke rumah sakit."

Arga mengabaikanku. Dia tak menjawab, kepalanya celingukan sesaat hingga kemudian senyumnya terkembang. Aku menatap ke depan, ternyata Arga sedang mencari tempat parkir.

"Ga!"

"Aku lapar, Ai." Ujarnya sembari mematikan mesin mobil. "Kamu mau ikut turun apa nggak?"

Kugelengkan kepala, "Nggak nafsu."

Bahu Arga terangkat, "Terserah. Aku makan dulu kalau begitu," Tak lama Arga pun keluar mobil dan meninggalkanku seorang diri. Aku tak bisa marah pada Arga karena wajar jika dia lapar, kami tepatnya aku buru- buru pergi tanpa menyempatkan menyentuh makan malam. Benakku sudah dipenuhi tentang Mahira. Aku berpikir seharusnya aku segera tiba di Rumah Sakit.

Mahira pasti mencariku...

Ah, Mahira? Apa yang harus kukatakan padamu?

Bayimu pergi, kekasihmu menikah denganku...

Ya Tuhan, betapa jahatnya aku.

Mataku memanas seketika. Membayangkan Mahira membuat diriku merasa sesak. Ada luka yang menganga di sudut hati.

Aku benar- benar tak tahu harus berkata apa padanya nanti,

Ck, Aina bodoh...

Hiks, Mahira, maafkan aku, bisikku dalam hati. Air mata sudah mulai jatuh membasahi pipiku.

Mahira pasti membenciku. Pasti!

Ya Tuhan, tidak...

Hidup sebatang kara di dunia ini sungguh tak enak. Tak ada seorang pun tempatmu berbagi. Ayahku hanya seorang anak yatim piatu bertemu dengan ibu yang merupakan anak tunggal Nenek. Praktis ketika mereka pergi meninggalkanku, aku tak punya siapa- siapa lagi. Nenek meninggal saat akhir masa kuliahku. Meskipun galak, beliau selalu memastikan aku mendapatkan yang terbaik termasuk pendidikan. Pada akhirnya aku menyadari beliau mendidikku dengan caranya untuk menjadikan diriku lebih tegar dan mandiri.

Senandung Cinta AinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang