37. Oktober unik

584 57 4
                                    

Lo suka bola, gue juga suka bola. Sahabatan terus nikah yuk?

~Magnesium Zenith Nabastala~

Happy reading.
Siap baper?

"Gue mau komitmen sama lo. Gue bakal jaga hati gue buat lo. Hanya untuk lo. Gue nggak ngarep lo ngelakuin hal yang sama, tapi gue harap lo bisa selalu ada di sisi gue. Lo mau kan Ve, jadi sahabat gue?" Magnus menyodorkan dua lembar tiket nonton bola beserta sebuah selang air berbentuk cincin? 

Jadi hanya sahabat? Ekspetasi Vera terlalu tinggi. Rasanya ia terhempas tanpa sebab yang jelas dan lagi Vera tidak yakin yang dibawa Magnus itu benar-benar selang air.

"Kenapa lo nggak mau pacaran, Mag. Apa dengan kedok sahabat, lo bisa buktiin omongan lo tadi?"

Magnus mengangguk. "Gue bisa. Gue cowok, Ve dan gue seorang pemimpin. Bagi gue janji itu kayak hidup dan mati. Gue sama aja mati kalau sampai nggak nepati janji."

Vera terhenyak di tempatnya. Menjadi sahabat jelas ada di posisi sulit. Bisa dipastikan masih banyak celah untuk para cowok di luaran sana mendekatinya. Meskipun Vera bisa melihat ketulusan ada di cowok ini.

"Kalau ada umur dan gue sukses, gua akan nikahin lo langsung, Ve."

Vera dibuat sangat terkejut sekarang. Lapangan sepak bola menjadi saksi Magnus mengatakan hal demikian. Tangan Vera meremat-remat. Ia salah tingkah sekarang. Jantungnya semakin menggila.

"Lo boleh suka sama cowok lain nanti. Tapi gue akan tetep jaga lo seperti kita masih pacaran," lanjut Magnus.

"Jadi kenapa lo nggak mau pacaran?" tanya Vera sekali lagi.

"Udah pernah, Ve. Masa iya lagi. Kan kalau sahabatan belum," papar Magnus membuat Vera tidak bisa menahan senyumnya.

"Lo suka bola, gue juga suka bola. Sahabatan terus nikah yuk?" ajak Magnus enteng.

"Heh?" Suara tawa Vera meledak saat itu juga. Ajakan macam apa itu? Kenapa ini terkesan seperti melamar ya?

Hei, ketahuilah Vera akan lemah jika seperti ini. Bagaimana bisa cowok ini melakukan hal sedemikian rupa?

"Sori, Mag."

Seketika bahu Magnus melemas. Napasnya mulai tidak beraturan. Dadanya terasa nyeri. Kepalamya tertunduk sekarang. Tidak, Magnus tidak ingin kambuh sekarang, tetapi mengapa rasanya juga menyakitkan?

"Gue nggak bisa nolak kalau lo kayak gini," lanjut Vera dengan senyum merekah lalu tertawa.

"Lo mau bikin gue kena serangan? Dan lo tadi ketawa?" Kepala Magnus terangkat perlahan.

Dapat Vera lihat wajah Magnus yang memucaolt. Rasa bersalah merasuki dirinya sekarang. "Mag. Maaf. Gue--"

"Dokter Damar dan Abang ngelarang gue ngelakuin karena takut hal buruk terjadi. Kenapa lo marah memicu hal buruk ini, Ve?" Jika kebanyakan pasangan akan senang setelah berhasil meresmikan hubungan, maka keduanya tidak. Obrolan sensitif inilah yang terjadi.

"Gue minta maaf. Gue suka terbiasa sama novel yang cewek bercanda saat ditembak gini. Gue--"

"Gue nggak sama kayak mereka, Ve," potong Magnus cepat.

Magnus berdiri. Desiran nyeri di dadanya perlahan menghilang, meski rasa sakit masih terasa. Wajah Vera penuh penyesalan sekarang. Namun, Magnus tetaplah mengungkap apa yang ia rasa sebagai pembelajaran. Agar bisa bercanda pada tempatnya.

"Sekarang, gue udah nggak papa,  Ve," ungkap Magnus.

Vera masih memandang cowok itu lekat. Bibirnya masih tampak pucat. Vera merasa amat bersalah sekarang. Ini murni kesalahannya.

BAOBABМесто, где живут истории. Откройте их для себя