7. Jalan-Jalan

397 47 0
                                        

Pusing kepalaku, seperti ada yang menjambak rambutku. Hidungku mampet sebelah. Aduh, ck, paling males kalo pilek. Semalam aku ngobrol sampai dini hari sama Om Matthew, dan Jeff sudah masuk ke kamar tamu sekitar jam 12 malam. Aku dan Matthew asik ngobrol sampai jam 3. Kita banyak ngobrol tentang Gwen, pacar Om Matthew yang kira-kira udah 1 tahun. Kata dia, laki-laki seharusnya berpikir untuk menikah, supaya ada yang ngurusin. Karena hidup sendiri terlalu egois.

Aku turun ke bawah, rumah masih kosong, belum ada yang bangun. Atau mungkin Mama lagi ke pasar diantar Daddy. Ah, aku kadang-kadang iri sama orangtuaku sendiri. Mereka masih romantis banget, kadang juga Daddy suka ngasih hadiah ke Mama, tanpa memerlukan embel-embel kejadian khusus. Aku tengok ke dapur, Bi Ati lagi ngulek. Bule-bule itu pasti belum bangun.

Handphoneku berdering. Telepon dari Anin.

"Halo, Nin?"

"Eh, Min. Gue ada kabar gembira nih buat lu. Udah ketemu 2 orang untuk jadi assisten manager di restoran kita, buat kedua cabang."

Mataku langsung terbelalak karena kegirangan.

"Akhirnyaaa... Mereka kapan bisa mulai kerja, Nin?"

"Hari ini udah masuk, Min. Gue udah hire dari beberapa hari yang lalu, tapi karena situasinya urgent, jadi gue minta mereka datang ke kantor hari ini."

Ahhh, dengan begitu aja aku merasa bebanku udah berkurang lumayan banyak. Tapi aku tetap harus ketemu mereka hari ini, untuk briefing.

"Oke, gue kesana ya. Sebentar lagi deh."

"Oke, oke. Gue tunggu ya, Min. Santai aja."

"Sip, Nin. Thank you ya!"

"Anytime, Min."

Selagi belum pada bangun, aku lebih baik berangkat sekarang. Di dapur, aku ambil setangkap roti tuna. Yang penting perutku nggak kosong, karena aku juga lagi nggak terlalu fit. Aku ke kamar mandi, sikat gigi, cuci muka dan ganti celana panjang. Aku langsung berangkat ke Kuta.

"Bi, aku jalan dulu ya. Ada kerjaan sedikit."

"Iya. Entar Bibi bilang Ibu. Hati-hati, Neng cantik."

Sampai di sana, aku udah ditungguin sama Anin di pintu masuk.

"Tumben cepet," celetuknya.

"Iya, jalanan nggak macet."

"Yuk. Mereka udah mulai kerja dikit-dikit sih. Tadi gue bantu briefing sedkit. Detailnya paling sama lu yah."

"Oh, iya. Gampang."

Di dalam, aku langsung tau yang mereka. Karena by whatsapp tadi Anin juga udah kirimin biodata mereka.

"Kenalin, ini Arga," kata Anin.

Arga, cowok berusia 29 tahun. Wajahnya polos dan keliatan gugup. Rambutnya ikal, agak gondrong menyentuh telinganya. Putih, kurus, dan tingginya sedang.

"Halo, Arga. Gue Cassandra, panggil aja Cassie."

"Ini Nadine."

Dari wajahnya, dia keliatan banget cewek yang supel dan enak diajak ngobrol. Rambutnya bob lurus, warna cokelat muda. Pintar make up, ada tindik di hidung sebelah kirinya. Badannya lumayan tinggi, kulitnya coklat seperti anak pantai di Bali.

"Hai, Nadine."

"Halo, Cassie."

"Oke. Langsung dimulai aja nih? Di kantor gue aja ya. Yuk, ikut gue."

****

Akhirnya selesai. Sebelum jam makan siang aku selesai memberikan brief yang lumayan rumit ke mereka. Tapi mereka pinter, kok. Jadi bukan hal yang susah untuk jelasin ke 2 orang itu. Duh, senangnya sekarang sudah ada yang membantuku. Terutama untuk mengurus pemasukan dan pengeluaran itu yang suka menghabiskan banyak waktu. Aku juga jadi punya lebih banyak waktu untuk diriku sendiri.

"Jeff & Cass" - Rewrite & Merged of "Jeff" and "Jeff" (II)Where stories live. Discover now