kâo

852 91 6
                                    

Vee pov

Dokter mengatakan bahwa aku akan cacat, tulang telapak kaki kiriku sudah hancur termasuk beberapa jari. Butuh puluhan bahkan mungkin ratusan juta bath untuk melakukan operasi rekonstruksi tulang, darimana keluargaku bisa mendapatkan uang sebanyak itu?

Meskipun ayah terus tersenyum dan terus mengatakan akan mengusahakan operasi untukku, tapi aku tahu itu sangat berat untuknya. Aku tak ingin menambah beban ayah. Sedari pulang check up aku bahkan tak sanggup melihat ibu, ia terus saja menangis, aku sangat menyesal untuk itu. Aku tak ingin melihat wajah-wajah yang penuh rasa kasihan padaku, aku tak ingin melihat wajah sedih itu, maka aku memilih berdiam diri di kamar.

Dua bulan lagi aku akan melakukan magang, meski aku sudah lolos untuk perusahaan yang direkomendasikan, tapi dengan aku saat ini,  aku tak yakin perusahaan itu mau menerimaku. Aku harus segera mencari opsi lain, dan aku tak memiliki kepercayaan diri untuk melakukannya.

Semua karena kebodohanku.  Aku yang bodoh karena menyia-nyiakan Mark, aku yang bodoh dan dibodohi Ploy, aku yang bodoh karena patah hati dan aku yang bodoh melakukan hal terbodoh, berkendara saat demam tinggi.

Aku saat ini hanya akan menjadi beban bagi orang-orang disekelilingku.

Bagaimana dengan Mark, Bisakah dia menerimaku saat ini? Dimana aku sendiri belum bisa menerima keadaanku. Aku sangat marah pada diriku sendiri, tapi semua sudah jadi seperti ini.

Dengan aku saat ini, apa yang bisa kujanjikan padanya, bahkan untuk diriku sendiri aku masih kesulitan. Aku ingin menahan dia disisiku, biarkan aku bersikap egois, meski hanya rasa kasihan dan rasa bersalah yang Mark miliki untukku. Aku sangat menginginkan dia hanya untukku, aku ingin menguncinya disisiku sampai akhir. 

Mungkin saja saat ini Mark masih bisa menerimaku, tapi bukankah ia akan bosan jika harus terus merawat orang cacat ini. Mark masih muda, dia tampan, dia memiliki segalanya, dia sangat menarik perhatian, dia sangat panas dan banyak orang menyukainya tak terkecuali Nuea. Memikirkan ini membuatku semakin sesak.

Sialan!!!!! rasanya aku akan meledak.

#####

Mark membuka pintu, membiasakan matanya di gelapnya kamar, satu tangan meraih sakelar dan satu tangan membawa nampan berisi makan malam Vee. Vee berbaring di tepi ranjang dan membelakangi pintu.

Mark meletakkan nampan di nakas. Melihat Vee tak terganggu dengan kehadirannya maupun nyala lampu, sepertinya tidur Vee sangat nyenyak. Mark tak berniat membangunkannya, ia justru ikut berbaring dan merapatkan tubuhnya pada punggung Vee dengan satu tangan memeluk pinggang Vee.

"P'Vee, jangan membuatku khawatir lagi." bisiknya. Mark merasakan tangan Vee menggenggam tangannya.

"P' kau sudah bangun?" Mark segera terbangun dan menatap wajah Vee yang masih terdapat sisa luka, ia melihat ada jejak air mata disana.

"Aku baru saja terbangun karena geli saat ada yang berbisik di telingaku." jawab Vee tanpa membuka mata namun segera berbalik dan memeluk Mark dengan erat, ia menyembunyikan wajahnya.

"Ouu P'Vee apa yang kau lakukan? ibu memintaku membawa makan malammu, cepatlah bangun P'." keluh Mark saat Vee menggusak wajahnya pada perutnya.

"Sebentar saja Mark...Mark, kau sangat harum."

"Ayolah P' sebelum makanan menjadi dingin." Mark yang tak tahan karena geli mendorong pelan bahu Vee yang membuatnya cemberut.

"Iya, iya aku bangun." Mark tersenyum, ia terbangun dan meraih makanan dari nakas. Sesaat ia merasa tersesat, menatap Vee yang baru saja bangun dengan rambut berantakan, mata yang sedikit kemerahan dan malas namun tak mengurangi kadar ketampanannya.

"P' apa kau mau aku suapi?" Vee mengangguk dan tersenyum, ia tak akan menyia-nyiakan moment kebersamaan mereka, karena ia tak tahu saat manis seperti itu mungkin saja segera menghilang.

Selesai memberi makan Vee, Mark membiarkan Vee meminum obatnya dan akan berlalu membereskan peralatan makan.

"Biarkan saja disitu, aku bisa membawanya besok pagi." 

"Aku segera kembali" tolak Mark.

Saat Mark kembali ke kamar Vee, Vee tengah berada di kamar mandi. Dan saat Vee keluar Mark berdiri di dekat jendela tengah berbicara di teleponnya.

"Tolong buatkan janji untuk akhir pekan."

"Baik, terimakasih Nek." 

"Kau bicara dengan siapa?" Mark terkejut saat ia menutup telepon ternyata Vee sudah ada di belakangnya, ia tak mendengar langkah Vee yang berjalan dengan berpegangan pada tembok.

"Oh P'....err aku bicara dengan nenek, dia bilang merindukanku."

"Apa nenekmu memintamu datang?" Mark mengambil handuk di tangan Vee, mendorong lembut bahu Vee agar ia terduduk di ranjang. Ia pun mulai mengeringkan rambut Vee.

"Ya, tapi liburan masih lama."

"Lalu buat janji akhir pekan itu untuk apa?"

"O oh..itu..itu agar dia bisa check kesehatan. Ya itu saja."

"Hmm.... Mark menginaplah malam ini."

"Tapi P'...." "Apa?"

"Orang tuamu?" 

"Kau seperti baru pertama mau menginap saja." Wajah Mark langsung memerah, ia teringat apa yang terjadi saat pertama kali ia menginap di rumah Vee.

"Lihatlah wajahmu Mark! sangat lucu!" Vee tertawa menggodanya. Mark yang malu segera membungkus kepala Vee dengan handuk yang dipegangnya.

"Au Mark...maaf...maaf. Maafkan aku, saat itu aku sangat kasar padamu." Mark pun menarik kembali handuknya dan Vee merengkuh Mark dalam pelukannya.

#####

Vee terbangun saat tak menemukan sosok disampingnya, ia menyentuh tempat itu dan sudah terasa dingin.

Ia tersenyum getir, dengan satu tangan meremat dada, dan airmata pun lolos dari matanya.

"Apakah ini akan lebih menyakitkan dari yang lalu? "

Reconciled; Mechanic of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang