sìp sǒong

699 83 2
                                    

Mark pov

"Terlalu mudah!" omel James. Ia menatapku tajam dan akupun membalasnya dengan malas.

"Kenapa kau terus memarahinya? Dia sudah melakukan hal yang benar." kata Fuse.

"Harusnya kau membuatnya berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkanmu." ujar James. Aku menandaskan isi gelasku yang masih terisi setengahnya, tenggorokanku rasanya terbakar.

"Sekeras apa?! Apakah yang dia lakukan itu belum cukup? Beruntung hanya kakinya yang terluka, bagaimana jika dia bahkan tak lagi sempat untuk berusaha kembali? aku yang akan menyesalinya seumur hidupku." balasku. Wind menepuk pundakku untuk menenangkanku.

"Mark, kau yakin bukan karena kau kasihan?" tanya Wind. Aku menggeleng, aku sangat jelas dengan perasaanku sendiri. Hatiku masih sama, aku menyukai P' sebelum maupun setelah P' mengalami kecelakaan.

"Mark, aku senang kau mau mengakhiri masa gelapmu itu, aku juga tak tega melihat mata P'Vee tiap kali ia menatapmu." Ujar Kamphan.

"Ya, aku juga senang kau akhirnya tidak menjadi janda lagi." aku pun memukul lengan Fuse yang tertawa puas menggodaku.

"Bagus juga kau memberinya kesempatan, jika dia tidak memperlakukanmu dengan baik kau bisa meninggalkannya." kata Wind.

"Lihat saja jika dia berani menyakitimu lagi Mark! Aku yang akan menghancurkannya!" 

"Oh ayah James, kau menakutiku!" canda Fuse, di balas tatapan tajam James. James selalu James dia orang yang berhati lembut tapi jika itu berhubungan dengan teman-temannya, ia akan menjadi sengit. 

Dia mirip P'Vee, yang akan selalu berdiri di depan jika temannya bermasalah, dia terbiasa menjaga teman-temannya. Ingatkan saat P'Vee menanganiku ketika bermasalah dengan P'Bar. Dia tak akan membiarkan siapapun mengganggu teman ataupun orang dekatnya.

Sudah satu jam aku duduk disini, banyak gadis maupun pria imut terus berdatangan di meja kami. Jika itu di masa lalu, aku akan sangat menikmatinya tapi saat ini tidak, pikiranku tertinggal di tempat lain bersama pria yang sudah sepenuhnya menempati hatiku dan tak membiarkan celah kosong sedikitpun.

Saat kami masih bertengkar kemarin, aku sering mendatangi tempat ini untuk mendapat penghiburan agar bisa membuang rasa sakitku, tapi nyatanya bayangan P'Vee terus mengikutiku.

Tiap kali aku bersentuhan, berpelukan atapun berciuman dengan orang lain aku seperti mati rasa. Aku tak merasakan kenikmatan seperti saat aku melakukannya dengan P'Vee, aku tak merasakan gairah apapun selain bersamanya, dan itu menakutkan. Duniaku sudah berpusat padanya, seolah ada tali tak kasat mata yang mengikatku dengannya.

"Mark, ada apa?" tanya Wind. Wind pasti melihatku yang tak menikmati suasana disini.

"Hanya lelah." jawabku.

"Karena lelah makanya kami mengajakmu kesini, tapi kau tak mau bersenang-senang. Bahkan sedari tadi kau terus menolak para gadis dan nong imut itu." ujar Kamphan.

"Tentu saja dia menolak, dia sudah punya suami, dan dia kecanduan suami nya." ledek Fuse.

"Usil."

"Katakan ada apa?" tanya James. Aku menggeleng.

"Mukamu keruh sejak tiba di tempat ini? Apa Vee melarangmu datang?"

"Tidak, aku sudah bilang padanya."

"Katakan apa masalahmu? Jika bukan masalah Vee kau tak akan seperti ini." Aku hanya melihatnya dengan malas.

"Apa kalian bertengkar?"

"Tidak seperti itu!"

"Lalu?" Oii.. Anak ini terlalu gigih.

"Aku hanya bingung."

"Apa kau menyesal kembali pada P'Vee?" tanya Fuse. Aku melempar bocah itu dengan kacang, dan ia mengelaknya

Aku tak tahu bagaimana aku mengatakan pada teman-temanku. Teman-teman kami belum ada yang tahu jika kaki P'Vee hancur dan jika tidak segera di rekonstruksi akan mengalami cacat permanen.

P'Vee nampak mulai menyerah, dan inilah yang dikhawatirkan P'Yoo. P'Vee kehilangan rasa kepercayaan dirinya, ia merasa rendah diri. Ia tak pernah menampakkan hal itu di depan orang lain, ia selalu tersenyum tapi ada kesedihan dimatanya.

Satu hal yang terkadang membuatku takut,  aku takut dia menyerah untuk bersamaku. Seperti saat tadi ada masalah dengan senior dari fakultas hukum atau tiap kali ada seseorang menggodaku, jika itu di masa lalu ia akan menjadi sengit, tak jarang ia lampiaskan marahnya padaku. Tapi saat ini ia berusaha keras menahan diri, dan itu membuatku tidak nyaman karena ia menahan marah dan sedihnya sendirian.

"Mark!" panggil Wind membuyarkan lamunanku.

"Aku akan kembali dulu." pamitku, segera aku beranjak keluar bar.

"James! Itu karena kau terus menekannya!" omel Wind yang masih sempat kudengar.

"Auu aku hanya khawatir."









Reconciled; Mechanic of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang