Chapter 1

509 32 13
                                    


"Brengsek kau!"

Gadis itu membuka matanya perlahan kala ia mendengar keributan yang tak jauh dari kelasnya. Di liriknya sebentar, rupanya sang pelaku masih sama seperti hari-hari kemarin.

Ia kembali menidurkan kepalanya, semalaman gadis itu tidak tidur karena tugas yang harus di kerjakan. Sekedar informasi, dia adalah anak kelas sepuluh yang baru masuk seminggu lalu.

"Hani!"

Merasa namanya terpanggil, gadis itu membuka matanya malas. Di tatapnya seseorang yang duduk di depannya tengah tersenyum membuat deretan gigi putih dan rapi yang ia miliki terlihat.

"Boleh aku lihat tugasmu? Hehe," pintanya sambil terkekeh.

Hani memutar bola matanya, mengambil buku dari tas kemudian melemparnya pada si gadis pendek yang masih duduk di depannya.

"Terimakasih!" seru gadis itu lalu kembali ke tempat duduknya.

Hani menutup matanya lagi, jam pembelajaran pertama hari ini memang biasanya kosong karena para guru mengadakan briefing yang rutin dilaksanakan setiap hari Senin.

"Hanira Jeong!"

"Ck apa lagi sih?!" teriak gadis itu kesal. Tidur di sekolah ternyata tak semudah yang dibayangkan.

"Ada yang mencarimu."

Hani mengangkat salah satu alisnya, ia terperanjat kaget tatkala mengetahui siapa orang yang tengah mencarinya itu.

Kim Seokjin, pria paling tampan di sekolah. Terkenal karena keramahan dan sikapnya yang terkadang humoris, mudah bergaul, dan tentu saja banyak gadis mengantri untuk menjadi kekasihnya.

Oh perlu diingat bahwa dia masih lajang, sampai sekarang.

Hani membereskan rambutnya yang sedikit acak-acakan karena tertidur. Ia juga merapihkan seragam sekolahnya kemudian berjalan perlahan keluar dari kelas.

"Bisa-bisanya ya seorang Kim Seokjin mempunyai sahabat seperti gadis itu," cibir seseorang namun Hani berusaha tak peduli. Toh dia sudah biasa di hina karena berteman dengan Seokjin.

Ralat bukan teman, tapi sahabat dari kecil.

"Hehe maaf membuatmu menunggu," ucap Hani sambil tersenyum lebar.

Seokjin gemas, ia mengacak rambut Hani kemudian ikut tersenyum.

"Aku berdiri hampir setengah jam loh di sini."

"Benarkah? Kenapa kau tidak membangunkan ku?"

Lagi-lagi Seokjin tersenyum, senyum yang selalu Hanisukai.  "Aku tidak tega, sepertinya kau sangat kelelahan."

Hani terkekeh, memang benar dia amat sangat lelah. Seokjin memunculkan kepalanya dari luar pintu, dan berbarengan dengan itu terdengar lah suara sorak-sorai murid perempuan dari dalam.

Seokjin tertawa kecil, ia kembali menatap Hani yang masih berdiri di depannya.

"Mau aku bantu mengerjakan tugas?"

Jangan di tanya betapa senangnya Hani sekarang. Kepalanya mengangguk-angguk cepat, siapa yang tidak gemas melihat tingkah anak ini? Seokjin saja sampai mencubit pipi Hani pelan lalu menariknya ke kiri dan kanan.

Hani meringis. "Sakit, Jinie," lirih Hani sambil mengembungkan pipinya membuat Seokjin kembali tertawa.

"Kau terlalu menggemaskan!"

Mereka memasuki kelas 10-3, dengan tangan Seokjin yang menggenggam tangan Hani kemudian menariknya.

"Ya ampun aku sangat muak melihatnya!"

"Apa dia tidak malu berjalan dengan lelaki setampan Kak Seokjin?"

"Murid baru tapi sudah membuat orang lain kesal."

Meskipun Hani berusaha untuk tak peduli, tapi tetap saja perkataan mereka terdengar oleh telinganya. Jika dia bilang tak apa-apa, bohong besar. Hatinya sangat sakit setiap hari.

Berteman dengan Seokjin adalah kebanggaan sekaligus racun baginya. Hani harus rela tidak memiliki teman, demi menjaga persahabatannya dengan Seokjin.

Dia juga harus rela di caci maki setiap hari demi bisa dekat dengan Seokjin. Apa itu sudah bisa disebut sebagai pengorbanan?

"Jangan dengarkan mereka, ada aku di sini."

Ucapan itu berhasil membuat Hani tersenyum, hatinya sedikit tenang. Ia merasa keputusannya selama ini tidaklah salah, Hani tidak akan melepaskan Seokjin sampai kapanpun.

Bel berbunyi menandakan jam pembelajaran kedua akan segera di mulai. Hani mengembuskan napas kesal, ia paling tidak suka mata pelajaran yang satu ini.

Matematika.

Baru saja ia berniat mengumpat, seorang pria berkumis tipis memasuki kelas mereka. Pak Lee, panggilannya. Tatapannya bengis seakan siap melahap para murid, dan oh jangan lupa penggaris panjang yang selalu dia bawa.

"Hanira Jeong," panggilnya membuat Hani mengangkat tangan kanannya.

Pak Lee mengangguk-angguk lalu membenarkan posisi kacamatanya. "Tolong ambilkan buku di meja bapak."

Hani tersenyum manis, berbanding terbalik dengan isi hatinya yang sedari tadi sudah menggerutu menyumpahi Pak Lee. Ia berdiri kemudian berjalan cepat meninggalkan kelas.

Hani melangkah masuk ke ruang guru setelah mengucap salam. Ia mengambil setumpuk buku yang hampir menutupi pandangannya.

"Pak Lee itu sudah tidak waras ya?! Masa menyuruh perempuan untuk membawa buku sebanyak ini?!"

Langkahnya terhuyung saat ia mulai menaiki satu persatu anak tangga. Sayang sekali, tinggal beberapa anak tangga lagi namun keseimbangan Hani tumbang.

Ada seseorang yang menahannya dari belakang. Hani bersyukur sekaligus sangat berterimakasih. Orang itu membantu Hani membawa beberapa buku, agar dia tak kesulitan.

"Kalau tidak sanggup ya tidak usah, sombong sekali berlagak membawa buku banyak," gumam pria itu pelan.

Hani mengerutkan kening kesal. "Kau baru saja meledekku?"

Pria itu menolehkan dengan salah satu alis terangkat. "Oh kau mendengarnya? Baguslah."

Karena kesal Hani kembali merebut buku yang di pegang pria itu. "Kalau tidak ikhlas ya tidak usah! Lagipula aku tidak perlu bantuanmu tuh!"

Hani berjalan cepat meninggalkannya. Pria itu berdecak sebal lalu berjalan kembali menuju ke kelasnya. "Dasar gadis tidak tahu terimakasih."

>___<

Love ndmr❤️.

another day || knj ✓Onde as histórias ganham vida. Descobre agora