Bab 1

44.6K 4.3K 114
                                    

Revised

Ia menyandarkan badannya ke sandaran sofa. Tantri benar-benar menyebalkan! Kenapa orang-orang suka sekali memakai jam karet ketika berjanji? Apa mereka tidak tahu betapa mengesalkannya datang sendirian dan menunggu di keramaian? Lagipula, kenapa kebiasaan datang ke pengadilan atau meeting dengan klien tidak dibawa jika janjian dengan teman seperti ini?

Jika lima menit lagi Tantri tidak datang...

"Sorry, gue di tahan sama Reno rese!" Tantri memeluk tubuh Adara dengan setengah hati. Terlebih bibir Adara mencebik malas saat Tantri melakukannya. Kelab langganan mereka ini sudah lumayan penuh dengan orang-orang.

Adara menegak minumannya.

"Gosip lo makin panas aja, Ra," Tantri membuka topik dengan kata-kata yang lumayan membuat telinganya berdenyut nyeri. Bagaimana tidak?  Berita akan dirinya adalah hal terakhir yang ingin didengar Adara. Mengingat, dia sudah cukup menjadi sasaran ghibah akhir-akhir ini.

"Apa lagi?"

"Lo keluar dari mobil Pak Adna, habis check in."

"Bangke!" Umpat Adara tanpa sadar, dia membuka blazernya sehingga menyisakan tanktop merah di dalamnya. Adara menatap Tantri yang juga sudah membuka outernya dan menyisakan turtle neck berwarna krem.

"Gue habis dari pengadilan kali sama doi," terangnya mulai kesal. Makin lama berita akan dirinya semakin mengada-ngada dan bukan based on evidence. Adara mulai terpikir untuk menuntut orang-orang yang berbicara buruk di belakangnya. Hei, ini sama saja dengan pencemaran nama baik!

"Siapa sih dalangnya?"

Tantri mengangkat bahunya pelan, "Steffy kayaknya. Gengnya Je. Dia, kan, mulutnya lemes banget."

Mendengar nama itu, Adara memutar bola mata. Geng pacar baru Althaf adalah orang yang dia hindari di kantor. Selain karena mereka terlalu bermuka dua, kinerjanya tidak bagus dan hanya bisa mengeluh mendapatkan kasus ringan. Padahal, saat mereka mendapatkan kasus berat saja, tidak bisa menang sama sekali.

"Males banget gue berhubungan sama geng mereka."

"Maklum, mereka nggak ada tempat di mata Pak Adna sama Pak Reno," tukas Tantri kembali menegak minumannya, "lagian Althaf juga masih aja nempelin lo."

"Tau tuh bajingan satu. Bikin gue susah aja."

Tantri langsung tergelak, "udah gue bilang nggak usah putus." Memang semua hal aneh dalam hidupnya bermula dari kabar putusnya dia dan Althaf. Mantan pacarnya itu idola perempuan di kantor karena terlalu baik untuk semua orang. Padahal Adara tahu, Althaf hanya merasa tidak enak jika menolak. Sedangkan sifat Adara berbanding terbalik dengan mantan pacarnya itu, terkenal tak peduli dan jutek.

"Dia nggak ngasih apa yang gue pingin."

"Apa itu?"

"Pernikahan. Lo tau gue penasaran gimana rasanya menikah."

Tantri langsung menyemburkan minumannya, membuat Adara langsung menggeser duduk karena tidak mau mendapatkan percikan minuman dari mulut Tantri.

"Kenapa?" Tanya Tantri penasaran.

Ia tidak menjawab sama sekali, mata Adara mengedar memandangi orang-orang disekitar mereka. Posisi meja mereka dekat dengan meja bar. Sesaat, iabmengerinyitkan dahi melihat seseorang yang dia kenal ada tak jauh dari duduk dari mereka. Meskipun terhalang banyak orang, pria jangkung itu dapat dikenali hanya dengan sekali screening.

Terusik | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang