Bab 17

26.1K 3.5K 230
                                    

Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia karena ia begitu tinggi mengangkat jiwa, dimana hukum-hukum kemanusiaan dan kenyataan alam tidak mampu menemukan jejaknya - Khalil Gibran.

Jika dipikir-pikir apa yang selama ini Adara jalani memang tidak masuk akal. Dia membiarkan suaminya bertingkah semaunya, sedangkan dia merelakan dirinya sendiri untuk tak pernah didengar.

Berdalih cinta tapi kebodohan terlalu tampak didalamnya.

Adara mulai menarik timeline kehidupannya sendiri. Dia bertemu Sakti saat itu di rumah Tsania saat Nesya baru lahir. Dia pergi bersama Althaf dan tidak menyadari keberadaan Sakti sama sekali. Memang pada saat itu dia hanya menganggap Sakti sebagai teman Tsania yang tampan.

Pertemuan kedua lebih menggelikan lagi,

"Ganteng, Ra."

Adara meminum jus dan menatap ke arah Tantri yang sedang memperhatikan seseorang. Dari belakang, laki-laki itu tampak tidak asing bagi Adara. Namun dengan enggan Adara mengalihkan pandangan lagi. Dia sudah terlalu lelah karena kasusnya menumpuk dan Althaf membuat ulah dengan meminta putus.

Kalau memang sudah tidak cinta, ya katakan saja kenapa harus meminta break segala? Tidak masuk akal.

Adara hanya bisa marah sekarang. Dia sudah puas membentak Althaf tadi sore, membuat laki-laki itu mengatakan semakin yakin memutuskannya. Mengatakan bahwa ia menyesal bertemu Adara. Keduanya sama-sama emosi, namun Adara lebih emosi lagi ketika Althaf melantunkan, 'Ra gue cuma mau break bukan berhenti menyayangi lo. Lo kasih gue space doang, gue capek dihadapkan sama cewek dominan kayak lo.'

Bullshit! Memang kenapa dia dominan? Bukannya itu yang membuat Althaf menyukainya? Aneh sekali, hal yang membuatmu menyukai seseorang malah berbalik menjadi alasan hal yang membuatmu membencinya. Benar-benar tidak masuk akal.

"Emang salah ya dominan?" Tanya Adara pelan yang tidak bisa didengar oleh Tantri karena suara yang memekakkan telinga.

"EMANG SALAH YA DOMINAN?" Teriaknya, yang membuat Tantri tertawa.

"Nah gitu dong, Ra! Marah!"

Adara berdecak.

"Mungkin karena cowok suka merasa dibutuhin, kali. Sedangkan lo terlanjur nggak butuh siapa-siapa dalam hidup."

Adara menghela napas dalam dan menggelengkan kepalanya, meminta minumnya kembali.

"Terlalu banyak cowok brengsek dalam hidup gue." Ujarnya mengingat kejadian Arseno yang dimaafkan begitu saja oleh Tsania padahal sampai sekarang Adara membenci laki-laki itu setengah mati. Belum lagi kasus papanya saat dia masih sekolah -meskipun pada akhirnya Adara maafkan. Ia benar-benar muak.

"Eh, cowok ganteng tadi kesini!" Ucap Tantri mulai kegirangan. Adara kembali mengedarkan pandangan dan mendapati laki-laki tinggi berperawakan santai memang berjalan ke arah mereka. Tunggu, sepertinya Adara pernah bertemu orang ini.

"Adara kan? Temannya Tsania?"

Adara mencoba mengingat-ngingat.

"Oh Sakti ya?" Adara tersenyum canggung, Tantri mendelik ke arahnya.

"Aku lagi tunggu teman, boleh gabung disini? Disana digoda terus." Ujar Sakti mulai risih, dan mengambil tempat di sebelah Adara.

Adara hanya menganggukkan kepala dan memperkenalkan Tantri. Mereka hanya mengobrol sebentar karena Adara benar-benar tidak terlalu ingat dengan pembicaraan mereka. Yang dia tau saat itu, tangannya sudah menumpu begitu saja di paha Sakti.

Terusik | ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن