Part 9|| Mediasi

2.9K 563 31
                                    


"Pintar itu keharusan sedangkan bodoh adalah pilihan"

Einstein

Bell sekolah sudah berdering sejak satu menit yang lalu. Suasana ruangan tempat di adakan nya Examen Part 2 berubah tegang ketika Mrs Agatha dan Mr Lucky memasukinya. Sekitar lima Einstein berjalan di belakangnya, mereka duduk berjejer rapi di depan untuk membantu para guru menyiapkan Examen kali ini, sekaligus memata-matai para peserta.

Mr Lucky selaku wakil kepala sekolah EHS hanya memberikan sambutan singkat kepada siswa - siswi, kemudian dilanjut dengan Mrs Agatha yang membacakan peraturan Examen.

"Peraturan pertama, kalian tidak boleh menoleh ke sana kemari agar tidak di curigai. Kedua, sepintar apapun kalian menyontek, seluruh CCTV di ruangan ini akan tetap mengawasi kalian di tambah para Einstein yang ada di belakang saya juga turut serta mengawasi kalian. Dan yang ketiga, ketika bell berdering menandakan waktu telah habis seluruh monitor di depan kalian akan otomatis menutup soal meskipun belum selesai di kerjakan."

"Dan yang terkahir, gunakan waktu untuk mengisi soal sebaik mungkin. Dimulai dari sekarang!"

Meja dan kursi berderit bersamaan ketika layar di depan mereka otomatis menyala. Tidak perlu membuang waktu untuk mengisi formulir identitas siswa, karena absen menggunakan sidik jari secara langsung.

Semua siswa tampak tegang dan serius ketika membaca soal tersebut. Bahkan ada yang sudah gusar mengacak rambutnya frustasi ketika membaca soal pertamanya yang dirasa sulit.

Shanz mengamati itu semua, ia sama sekali belum menyentuh keyboard. Tatapannya menatap kosong layar di hadapannya yang menunjukan soal pertamanya. Sebelumnya ia sudah belajar banyak dengan Alexa di ruangannya secara langsung.

1. Apa yang dimaksud perembesan (permeasi) dan penetrasi zat kimia?

Pertanyaan pertamanya tidak ia jawab, kemudian tangannya bergerak menakan tombol dan men- skip pertanyaan itu.

Masih sama, pertanyaan keduanya juga tidak bisa ia jawab kembali. Semuanya di luar otaknya, itu terlalu sulit hingga kapasitas kemampuannya tidak mampu berpikir lebih jauh lagi. Atau lebih tepatnya, Shanz malas berpikir.

Dari depan sana, Alexa memperhatikan Shanz . Kebetulan tatapan mereka tanpa sengaja bertemu, kemudian Shanz membuang muka dan pura - pura mengerjakan Examen. Lagipula, ini soal pilihan ganda. Tidak ada salahnya jika Shanz asal tembak saja isinya meskipun kebenaranya tidak dapat di pastikan. Se-santai itu dia menghadapi Examen ini mengingat siswa - siswi yang lainya sudah gusar sendiri di tempat duduknya. Beberapa di antara mereka ada yang sudah kelelahan berpikir hingga petugas kesehatan membawanya ke UKS.

Alay

Itulah yang Shanz pikirkan tentang mereka.   Satu kaki nya ia tumpang kan di atas kaki lainya, permen karet yang ia sisakan di saku baju nya dengan perlahan ia buka dan dikunyah nya, untung saja Mrs Agatha ataupun para Einstein lainya tidak ada yang melihat.

Setelah itu ia kembali mengisi soal itu sambil sesekali meniup permen karetnya hingga membentuk balon.

Akan tetapi kegiatannya berhenti ketika Quinne menghampirinya. Einstein yang satu ini sedari tadi berkeliling ke tiap bangku peserta Examen.

"Buang permen karet itu!"

"O.K."

Shanz berjalan menuju tempat sampah dan membuangnya, ia kembali duduk tanpa memperdulikan Quinne yang masih berdiri di samping bangkunya.

Einstein Student (On Going)Where stories live. Discover now