Tiga Puluh Satu

90.4K 5.8K 275
                                    

Paris menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ken sejak tadi. Pria itu terlalu fokus dengan pekerjaannya, sampai-sampai terus menunda waktu sarapannya. Ini sudah hampir jam sepuluh, tapi Ken masih belum menyentuh sarapan yang ia bawa.

"Pak," panggil Paris karena sudah tidak tahan lagi.

"Hm?" jawab Ken tanpa melihat Paris.

"Anda tidak sarapan, ini sudah hampir jam sepuluh lho."

"Sebentar lagi sayang."

Paris mengerucutkan bibirnya kesal. Ken memang memanggilnya 'sayang', tapi ia sama sekali tidak senang karena Ken tidak menggubrisnya sama sekali.

"Saya tahu Anda sibuk. Tapi melewatkan waktu sarapan itu sangat tidak baik. Anda bisa kekurangan energi nanti. Lagi pula Anda juga tidak akan bisa fokus." Omel Paris.

"Iya," jawab Ken seadanya.

Paris mengusap dadanya pelan, ia harus banyak-banyak bersabar menghadapi Ken sekarang.

"Anda mau saya suapi?" tanya Paris akhirnya.

Ia takut darah tinggi jika lama-lama berdebat dengan Ken. Karena hanya ia sendiri yang kesal, sedangkan pria itu tampak bodo amat.

"Seharusnya dari tadi kamu melakukannya," ujar Ken tanpa dosa.

Paris hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Ken. Jika tidak ingat sekarang berada di kantor, ia pasti sudah menjewer telinga pria itu dengan gemas.

Paris lalu menarik kursi di meja kerja Ken agar bisa duduk di samping pria itu. Ia membuka kotak bekalnya, lalu mulai menyuapi Ken dengan sandwich yang ia buat tadi pagi.

"Enak," ujar Ken dengan mulut penuh makanan.

"Memang enak, siapa suruh Anda tidak mau sarapan dari tadi."

Ken hanya terkekeh pelan, ia mengacak rambut Paris dengan gemas lalu melanjutkan pekerjaannya.

"Kalau tidak ada saya, Anda tidak akan sarapan kan?" tanya Paris.

"Bisa jadi. Kemungkinan aku baru makan nanti malam."

Paris menatap Ken tidak suka, "Kalau Anda sakit bagaimana?"

"Obat maag sudah menjadi temanku sejak dulu, kamu tidak perlu khawatir."

"Anda tidak mau menua bersama saya?"

"Kok gitu." Ken menolehkan wajahnya dengan cepat menatap Paris. Ia kaget dengan pertanyaan yang gadis itu lontarkan barusan.

"Anda sih sama sekali tidak menjaga kesehatan, kalau nanti sakit bagaimana?"

Ken langsung menarik tubuh Paris kedalam pelukannya, ia tidak suka melihat gadis itu murung seperti sekarang.

"Maaf ya, aku janji akan lebih memperhatikan kesehatanku mulai sekarang." Ken mengusap punggung Paris lembut.

Setelah itu Ken mengambil sandwich di tangan Paris dan memakannya dengan lahap.

"Lihat kan? Aku makan banyak sekarang," tanya Ken.

"Dasar nyebelin, kalau saya tidak marah, pasti Anda tidak mau makan tadi."

Ken tertawa pelan, "Jangan bicara terlalu formal seperti itu, aku jadi merasa sudah tua."

"Anda memang sudah tua Pak." Paris menatap Ken, agar bisa melihat ekspresi pria itu dengan jelas.

"Kita hanya beda lima tahun kalau kamu lupa." Ken mencubit hidung Paris dengan gemas.

"Aduh!" Paris mengusap hidungnya yang ia yakin sudah memerah sekarang.

"Sakit ya? Sini diobatin dulu." Ken mengecup hidung Paris. Lalu membawa gadis itu semakin erat ke dalam pelukannya, Paris juga balas memeluk pinggang Ken. Kapan lagi mereka bisa bekerja sambil pacaran seperti ini.

Asisten MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang