Sebuah Pengakuan

67 15 0
                                    

Banyu meletakkan paper bag berisi lingerie pilihannya untuk Terra di atas meja rias. Dia lalu duduk di tepian ranjang, menunggu Terra keluar dari kamar mandi. Sejak meninggalkan Vmale Secret bahkan sepanjang perjalanan pulang, tidak satu kata pun keluar dari mulut Terra. Banyu merenung, memikirkan kembali kesalahan apa yang sudah dia lakukan sehingga membuat Terra mendiamkannya. Namun, dia sama sekali tidak menemukan satu alasan pun yang masuk akal dibalik kemarahan istrinya.

"Mandi, gih! Badan kamu bau sapi." Terra melengos, menampakkan gurat kekesalan yang begitu kentara.

"Aku pake parfum yang biasanya, Ra. Gimana bisa jadi bau sapi?" Banyu mengendus kemeja yang dia kenakan. Dia yakin betul tidak menemukan bau aneh apa pun. Ketiaknya bahkan tidak basah, sehingga tidak mungkin jika dia berbau keringat.

"Itu tadi sapi betina nempelin kamu udah kayak tikus kena lem super." Terra meradang, Banyu sama sekali tidak peka dan mengerti perasaannya.

"Sapi betina?" Banyu masih berpikir ketika selembar handuk melayang ke wajahnya.

"Mandi sana!" perintah Terra dengan nada keras.

Untuk sesaat Banyu memandang sang istri. Menggelengkan kepala seraya beranjak, Banyu menuruti perkataan Terra tanpa mendebat lagi. Sepertinya Terra benar-benar terbakar emosi, kemarahannya berada di titik tertinggi. Lebih bijak jika dia diam saja demi menghindari permasalahan semakin melebar.

Air dingin yang mengucur dari pancuran memijat kulit kepala Banyu, memberi efek relaksasi pada kepala sehingga membuat aliran darah menuju otaknya semakin lancar. Banyu tak kuasa menahan senyum ketika akhirnya menyadari sesuatu.

"Sapi betina?" gumamnya diikuti kekehan. "Maksud kamu Mo, Ra?"

Gak salah lagi, kamu pasti cemburu! Kedua sudut bibir Banyu tertarik tinggi. Hatinya membuncah oleh rasa bahagia. Mungkin ini saatnya. Tidak perlu menunggu sampai waktu bulan madu. Hari ini bisa jadi hari yang tepat untuk menyatakan perasaannya pada Terra.

Dengan cepat Banyu menyelesaikan mandi. Rambutnya yang basah, menyisakan titik-titik air yang masih mengalir membasahi tubuhnya. Dia mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Terra. Sayangnya dia tidak menemukan sosok mungil itu di mana pun. Sepertinya Terra sudah meninggalkan kamar sejak tadi.

"Ra!" Banyu memanggil Terra yang tidak juga kelihatan batang hidungnya sambil menyusuri tangga menuju lantai satu.

"Kamu di mana, Ra?"

Banyu berdiri di ujung lorong yang memisahkan ruang keluarga dengan dapur. Dia sudah mencari ke seluruh penjuru rumah, tetapi Terra tidak ada di mana-mana. Banyu mulai dilanda kebingungan karena istrinya tiba-tiba menghilang. Namun, ketika dia berpaling, pantulan bayangan bergerak yang menembus kaca buram sliding door penghubung ruang tengah ke taman tertangkap indra penglihatannya.

"Di sana kamu rupanya." Banyu mengembuskan napas lega ketika melihat Terra duduk sendirian di gazebo. Rambut Terra berderai tertiup angin malam yang sepertinya berembus cukup kencang.

Banyu lalu kembali ke kamar untuk berpakaian. Kaos putih polos dan celana pendek selutut menjadi pilihannya. Rencananya, dia ingin mengajak Terra untuk makan malam di luar. Jika beruntung, saat suasana hati Terra sudah membaik, dia akan mengajak Terra bicara dari hati ke hati.

"Ra ...."

Terra tampak bergeming. Perempuan itu melarikan pandangan pada hamparan bintang di langit kelam. Rambutnya yang berderai, dibiarkan begitu saja meskipun beberapa kali memukuli wajahnya.

"Ra, makan di luar, yuk!" Banyu duduk di sisi Terra, mendempet hingga kulit lengan mereka bersentuhan.

"Gak lapar," jawab Terra ketus. "Kamu gak usah dekat-dekat gitu bisa, gak, sih? Udah kayak lintah mau nyedot darah aja pake nempel-nempel segala." Sikapnya masih terkesan tak acuh, meskipun dalam hati dia tidak ingin bersikap kekanakan seperti ini.

From Friendsweet To Chocolova Sweet Couple ✅ (Terbit : Beemedia Publisher)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora