Spesial ulang tahun Namjoon!!
"Maksudku, apa aku memang harus menyusul ibu dan berhenti menyusahkan kalian?"
Ares bungkam beberapa sekon, mencerna kalimat Sena. Rasanya tiba-tiba sesak. Meski Sena sudah berulang kali masuk rumah sakit, operasi ini-itu dan masuk ruang ICU dengan kondisi mengkhawatirkan, Sena tidak pernah sekalipun menyerah untuk bertahan.
"Jadi ... seperti ini rasanya?" tanya Ares tiba-tiba.
Sena mengernyit, ia tatap Ares dengan bingung. Ares melanjutkan kalimatnya. "Waktu itu aku pernah berkata, 'kalau aku pergi, Kakak akan baik-baik saja' pada Kakak saat di rumah sakit. Jadi, seperti ini rasanya, ya?"
Sena mengulas senyum tipis. "Memangnya kamu merasa bagaimana sekarang?"
"Kakak tahu? Aku dan Kakak tidak sedekat saudara kembar lainnya. Mereka lebih nyaman keluar bersama-sama, lebih suka tidur satu ranjang, dan suka memakai pakaian yang sama. Sedangkan aku dan Kakak kebalikannya."
Sena mengendikkan bahu, ia tatap Ares yang berbicara panjang lebar.
"Tapi, meskipun seperti itu, aku tetap tidak mau kehilangan teman bertengkarku di rumah. Kalau tidak ada Kakak, rasanya sepi."
Sena tersenyum tipis. "Hanya itu yang kamu rasakan?"
"Pokoknya, tidak boleh menyusul ibu," Ares mencebik malu. Ia berbalik dan melenggang pergi melewati Sena yang tengah menutup pintu ruang tamu. Sena menatap Ares yang melangkah menuju ruang tengah seraya tersenyum. "Kenapa? Kamu merasa bagaimana kalau aku menyusul ibu?"
"Pokoknya tidak boleh!"
Ares duduk di sofa, sementara Sena menyusul. Ia duduk di samping Ares, memainkan ponselnya. Senyum masih terukir manis di wajah Sena, menampilkan lesung pipi kecil di dekat ujung bibir kanannya. "Iya, aku tidak pergi."
Ares mengambil toples keripik di meja ruang tengah lalu memangkunya kemudian menghidupkan televisi, menahan malu.
Sena yang awalnya membuka sosial media, lantas menoleh menatap Ares yang dahinya memerah. Jika malu, dahi Ares selalu memerah sejak kecil. Sena terkekeh, Ares sebenarnya lucu sekali.
YOU ARE READING
Detak. ✔
Teen FictionLaksana jantung dan jam dinding yang berdetak, hadirmu terus mengintari hariku tanpa tahu malu, tanpa tahu waktu, dan tanpa jeda. Hingga aku lupa, suatu saat nanti, jantung akan berhenti berdetak, baterai jam dinding akan habis dan kamu pun akan sir...