22

485 56 10
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Dua minggu telah berlalu, selama itu pula kehidupan Auris berjalan seperti biasanya. Hanya ada sedikit perubahan kecil. Pagi sampai siang di sekolah, malam dirumah bermain dan mengobrol bersama Haechan dan Lucas. Kondisi di sekolah juga masih aman-aman saja. Lalisa dan Jennifer tidak lagi membully nya, meskipun ada sekali dua kali mereka sengaja membuat Auris terjatuh dengan menyenggol bahunya.

Aldebaran juga sudah kembali dari Korea. Dia menjalani sekolah seperti biasa. Hanya saja, Auris tidak pernah berkomunikasi dengannya lagi. Terakhir kali, kalau tidak salah saat cowok itu mengirimkan sebuah foto boneka hiu padanya. Setelah itu tidak ada lagi. Di sekolah pun, Auris jarang bertemu dengannya. Auris pikir, Aldebaran sengaja menghindar darinya. Saat Auris tidak sengaja menatap ke arah Aldebaran, cowok itu langsung memalingkan wajahnya lantas pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Entah apa yang salah dengan Auris, sampai Aldebaran tidak mau bertemu dengannya.

Seperti saat ini. Auris dan Rose berjalan berdua di koridor. Mereka berdua akan ke kantin, tanpa Sana tentunya. Cewek itu jarang berkumpul bersama mereka akhir-akhir ini. Dia lebih memilih merokok di belakang sekolah. Mungkin tanpa sepengetahuan Yuta.

Di ujung koridor yang berbeda, lebih tepatnya berlawanan arah dengan Auris dan Rose, ada Jae berjalan dengan antek-anteknya. Kalian pasti sudah tahu mereka siapa. Di belakang ada Aldebaran juga. Melihat tubuh Aldebaran yang berjalan mendekat, Auris jadi bingung bertingkah seperti apa. Mungkin harus biasa-biasa saja.

“Cewek cantik, mau kemana nih?” goda Yuta. Di waktu istirahat kedua yang berlangsung ini, tidak ada lagi kata rapi dalam kamus hidupnya.  Seragamnya sudah keluar dari celana, almamaternya juga tidak lagi terpasang di tubuhnya, melihatnya yang seperti ini tidak heran lagi dia dianggap preman. Di tambah, rambut gondrong dan anting yang terpasang di telinganya. Sungguh, itu bukan mencerminkan siswa yang baik.

“Mau ke kantin, om,” jawab Rose.

“Om jajanin, mau?”

“Memang om punya duit?”

"Kau meragukan, om?”

Rose ingin lanjut menjawab, tapi Ado lebih dulu mendahuluinya. “Tolong jangan banyak gaya Yuta. Kau saja masih berhutang padaku,” omelnya.

“Hah, hutang apa lagi?” tanya Yuta tak tahu. Padahal mah pura-pura lupa saja.

“Kemarin aku nonton azab,” ucap Ado, dia berpikir sebentar baru setelah itu menatap Yuta untuk melanjutkan ucapannya. “Judulnya, azab orang yang lupa pada hutangnya, matinya masuk neraka lewat jalur beasiswa.”

“Lah, mana ada begitu?” protes Yuta.

“Ada. Aku sutradara nya,” jawab Ado.

“Iya kan saja, takut dia gila,” celetuk Johnny lalu meletakkan tangannya pada bahu Yuta. “Kalian berdua mau ke kantin?” tanyanya pada Auris dan Rose.

𝐈𝐍𝐃𝐄𝐒𝐓𝐑𝐔𝐂𝐓𝐈𝐁𝐋𝐄 [𝐋𝐞𝐞 𝐓𝐚𝐞𝐲𝐨𝐧𝐠] ✓Where stories live. Discover now