Sejak awal zaman, Benua Bintang Timur dikuasai oleh sembilan makhluk yang memiliki kekuatan luar biasa, setiap makhluk ini dapat membelah laut dan menghancurkan gunung dengan mudahnya, mereka dikenal sebagai Divine Beast.
Bangsa manusia yang lahir di Benua Bintang Timur, fisik dan kekuatannya tidak sebanding dengan para Divine Beast dan pengikutnya. Membuat manusia berakhir menjadi tidak lebih dari budak, mainan bahkan makanan bagi Divine Beast serta para pengikutnya. Setiap harinya, manusia berharap bisa melakukan perlawanan dan akhirnya suatu hari kesempatan itu tiba.
Dua manusia dengan kekuatan luar biasa yang tidak diketahui asal usulnya tiba-tiba muncul dan menghadapi Divine Beast dan para pengikutnya. Satu demi satu Divine Beast berhasil mereka kalahkan dan segel, membawa kedamaian pada umat manusia.
Pada hari kesembilan Divine Beast tersegel, bangsa manusia bertanya pada dua manusia dewa tersebut, mengapa keduanya tidak menghabisi sembilan Divine Beast.
Salah satu dari mereka menjawab dengan sebuah ramalan, "Suatu hari akan ada manusia yang menyatukan semua Divine Beast serta pengikutnya di Benua Bintang Timur di bawah pimpinannya."
Dua manusia dewa itu kemudian menurunkan ilmu pada bangsa manusia, ilmu yang membuat manusia dapat menyerap energi dunia yang disebut Qi, manusia yang mampu menyerap Qi disebut cultivator dan masuk ke jalan keabadian.
Selepas banyak manusia yang menjadi cultivator, dua manusia dewa ini menghilang dan pengikut Divine Beast yang tersisa menampakan diri kembali setelah sebelumnya bersembunyi karena takut dengan keduanya.
Dimulailah era manusia dan para pengikut Divine Beast yang dikenal sebagai Demonic Beast terus berperang selama ratusan tahun sampai akhirnya manusia keluar sebagai pemenang serta penguasa baru Benua Bintang Timur.
Ribuan tahun telah berlalu sejak hari itu, sejarah dan ramalan yang dikatakan manusia dewa telah mulai dilupakan manusia, dunia memasuki zaman sesama manusia dan cultivator saling membunuh demi mendapatkan sumber daya.
**
"Kenapa gelap sekali? Di mana aku?"
Li Hao kecil membuka matanya lebar namun tidak bisa melihat apa-apa, hal terakhir yang diingatnya adalah dia sedang berenang untuk menangkap ikan. Li Hao berusaha merasakan sekitarnya, dia kemudian menyentuh gumpalan daging berlendir dan kakinya juga menginjak sesuatu yang kenyal.
"Hm... Sepertinya aku di makan sesuatu lagi..." Li Hao mengambil kesimpulan, ini bukan pertama kali dia mengalami ini.
Li Hao mulai menghentakan kakinya dengan keras, serta memukul dinding daging di dekatnya sekuat tenaga. Tidak lama daging di sekitarnya mulai bergetar hebat dan akhirnya tubuh Li Hao mulai terdorong.
Beberapa saat kemudian Li Hao melihat cahaya, dia telah dimuntahkan oleh makhluk yang menelannya, seekor makhluk berbentuk buaya.
Buaya itu terlihat marah sekaligus kesakitan, dia menyesal tidak mengunyah Li Hao sebelum menelannya. Buaya itu tidak berpikir bocah mungil di hadapannya memiliki kekuatan yang amat besar.
"Dasar ikan nakal, beraninya kau memakanku." Li Hao mendengus kesal sebelum berlari dan memukuli buaya tersebut.
Dalam hitungan menit, buaya itu tumbang ke tanah, tidak lagi bergerak.
Li Hao mengangkat ekor buaya itu dan menyeretnya menuju rumahnya. Li Hao adalah seorang anak berusia lima tahun, dia tinggal di Gunung Bunga Persik sepanjang hidupnya bersama seseorang yang dipanggilnya Paman Liu.
Sepanjang hidupnya atau sejauh dia bisa mengingat, Li Hao selalu tinggal di Gunung Bunga Persik tanpa pernah meninggalkannya. Li Hao tidak pernah mengetahui dunia di luar gunung tersebut.
Gunung Bunga Persik sendiri memiliki semua yang Li Hao butuhkan, ada pohon-pohon buah, terdapat danau yang ikannya tidak pernah habis serta hewan-hewan buas yang enak dagingnya. Ya, sejauh yang Li Hao ketahui, hidup adalah untuk menikmati makanan setiap harinya.
Sudah setahun sejak Li Hao disuruh oleh Paman Liu berburu makanannya sendiri, awalnya Li Hao hanya bisa memetik buah-buahan, lalu dia mulai berburu hewan-hewan kecil dan makanan kesukaannya adalah ikan-ikan yang ada di danau.
Ada berbagai jenis ikan, namun Li Hao tidak pernah membedakannya, bahkan buaya yang sedang diseretnya pun dianggapnya sebagai ikan.
"Paman Liu! Aku sudah pulang! Aku bawa ikan besar untuk kita makan hari ini." Li Hao berseru riang, "Paman Liu? Kenapa kau tidak menjawabku? Apa kau tidur siang lagi?"
Li Hao menoleh ke atas, matahari masih tepat di atas kepalanya. Dia kemudian membuka pintu rumahnya, bangunan sederhana yang harus diperbaiki setiap hujan lebat karena kerapuhannya.
Rumah Li Hao tidaklah besar, sebab hanya digunakan untuk tidur, jadi selain tempat tidur, hampir tidak ada perabotan lain. Biasanya Paman Liu akan tiduran di ranjang sambil menunggu Li Hao membawakan makanan untuknya namun kali ini rumah tersebut kosong.
Li Hao menggaruk kepalanya, sedikit kebingungan karena paman Liu tidak terlihat. Li Hao memeriksa di kolong tempat tidur namun tidak menemukannya juga. Beberapa saat kemudian barulah Li Hao menyadari ada selembar kertas di atas tempat tidur.
Li Hao meraih kertas yang berisi catatan yang sepertinya ditinggalkan oleh paman Liu. Li Hao menggaruk kepalanya lebih keras dari sebelumnya, ekspresi wajahnya juga berubah menjadi keheranan, "Apa paman Liu lupa bahwa aku belum bisa membaca?"
**
Lima tahun telah berlalu sejak Li Hao menemukan kertas di atas tempat tidur dan sejak hari itu paman Liu tidak pernah terlihat lagi, membuat Li Hao sering bertanya-tanya apa yang tertulis di kertas tersebut.
Berusia sepuluh tahun, tubuh Li Hao telah berkembang menjadi lebih tinggi dan kuat. Meskipun terkadang merasa rindu pada paman Liu, setidaknya Li Hao masih semangat menjalani hari-harinya selama beberapa tahun terakhir.
"Grooooarrr!"
Suara raungan keras membangunkan Li Hao dari tidurnya, dia melemaskan otot-ototnya, "Ah, sudah pagi ya ternyata?"
Selepas melakukan pemanasan ringan, Li Hao meninggalkan rumahnya untuk mandi pagi dan mencari sarapan tetapi baru selangkah keluar dari rumah, Li Hao terkejut melihat langit masih gelap.
"Hm? Apa ayam itu bangun terlalu awal? Kenapa dia berkokok saat masih gelap?" gumam Li Hao sambil menatap langit.
Tepat setelah Li Hao berkata demikian, sebuah petir menyambar dengan keras. Li Hao sampai melompat mundur karena terkejut, dia baru menyadari langit gelap di atasnya karena mendung namun Li Hao belum pernah melihat awan segelap ini dan menutupi seluruh langit sepanjang hidupnya.
"Apa langit murka?" Li Hao menelan ludahnya.
Hujan mulai turun dengan deras, membuat Li Hao hanya bisa duduk menunggu dalam rumahnya. Pada saat yang sama, suara keras yang sedikit berbeda dengan petir mulai terdengar mengisi udara. Suara itu terus berulang dan menjadi semakin sering terdengar.
"Kenapa suara petir hari ini begitu berbeda?"
Ketika Li Hao menoleh ke atas, dia menemukan ada dua sesuatu yang meluncur turun dari langit.

DU LIEST GERADE
Immortal Destiny
FantasyRating 21+ Takdir? Aku yang akan menentukannya sendiri. Ketika tidak ada lagi manusia Tidak ada lagi iblis dan dewa Tidak ada lagi langit dan bumi Tidak ada lagi alam semesta Aku akan tetap ada, akulah keabadian. --- Jadwal Rilis : 1 Chapter Setiap...