Umbrella 1

29 3 0
                                    

Happy reading....

Jaffray Adelard 

Setelah menghabiskan Grand Prix  MotoGP dengan pergi dari satu negara ke negara lain. Untuk membuktikan kemampuan, juga sudah melewati Winter tes di Sirkuit Valencia Spanyol.

Dan gue punya kurang lebih dua bulan untuk rehat dari semua kegiatan di ajang adu cepat MotoGP. Sebelum melakukan tes pra-musim di Sirkuit Sepang Malaysia.

Hari ini sesuai perintah Dennis lewat telpon yang mengatakan. untuk bertemu dengan salah satu utusan kantor penerbitan yang katanya ingin menerbitkan biografi tentang gue. Dennis bilang mereka sudah menunggunya Cafe dibilangan Jakarta pusat.

☔☔☔

Setelah sampai di cafe gue melihat tiga orang duduk saling bercengkrama. Mungkin itu orang nya, dilihat dari perawakan mereka seperti orang kantoran. Kecuali salah satu wanita yang hanya menggunakan jeans dan crop tee

Laki laki satu satunya di sana terlihat menyadari kehadiran gue. Dia langsung menyapa.

"Mas Jeffrey silahkan duduk mas." Dia mempersilahkan gue duduk di kursi di sampainya. Berhadapan dengan cewek yang ternyata teman se gedung apartemen dengan gue. Si cewek yang gue antar dengan payung saat hujan.

"Oh hai, Kamu masih ingat saya." Gue langsung menyapanya, ketika mulai mendudukkan diri di kursi yang tepat dihadapannya.

Dia tersenyum canggung, sementara temannya  terlihat menyenggol sikunya dengan sesekali berdesis. Meminta penjelasan.

"Masih, makasih sekali lagi buat tumpangannya." Dia membalas dengan canggung.

"Kamu bilang makasih terus, gak papa santai aja. " Gue membalas dengan Ramah

Teman disebelahnya mulai mengeluarkan buku terlihat ada banyak daftar pertanyaan yang akan di ajukan ke gue.

"Ini daftar pertanyaan buat mas Jeffrey kalo ada yang berkenaan di jawab di silang aja." Dia menyerahkan  dengan tangan gemetar. "Kenalin dulu mas saya Clarisa, sebelah mas Jeffrey itu mas Gilang, dan ya sebelah saya ini Shilla."yang gue balas dengan anggukan dan menjabat tangan mereka satu persatu.

"Jadi kita mulai sekarang mas Jeffrey."

"Oh iya silakan."

"Saya sekalian ambil foto ya mas." Mas Gilang langsung mengeluarkan kamera milik nya.

Gue mulai bercerita tentang masa kecil, awal memulai karir, tentang mama dan papa yang sekarang selalu support anaknya, Tentang cidera terparah yang pernah gue alami, Tentang suka duka selama balapan, Tentang harapan gue untuk kedepannya, Dan, tentang balapan musim depan. Gue berbicara banyak hal. Dengan mata berbinar. Setiap gue bercerita tentang, perjuangan bisa sampai kayak sekarang rasanya. lega,senang dan excited. Mata gue secara otomatis akan berbinar. Bukan nada sombong yang keluar dari mulut gue memang. Melainkan lebih ke mengenang, mengingat perjuangan gue.

Clarisa orang yang enak di ajak ngobrol. Mungkin karena itu dia yang di utus untuk urusan seperti ini.

Dua jam lebih berbicara tentang semua hal yang akan, ada dalam buku biografi tersebut. Gue mulai menawarkan makanan untuk mereka karena udah masuk waktu makan siang.

Kami mulai membicarakan hal-hal yang ringan. sampai, Clarisa mengatakan kalo dia merupakan penggemar berat gue. sejak gue debut di Moto3. Di tambah dengan gue yang memang orang Indonesia yang prestasinya lumayan bagus. Saat debut di Moto3 salah satu teman senegara gue yang dari Indonesia yaitu Aldi yang merupakan pembalap asal Bogor. Juga ada di Moto3 saat itu tapi prestasinya memang kurang bagus. Sekarang dia masih sering dapat wild card untuk ikut GrandPrix di kelas Moto2.

☔☔☔

"Saya pengen banget nonton MotoGP secara langsung. Pengen liat kegiatan sibuknya sebelum race dimulai. Pengen liat free prectice, kualifikasi. Dan Hattrick nya weekend di MotoGP pasti seru banget." Clarisa berbicara dengan mata berbinar.

"Kumu bisa nonton kalo balapannya di Asia. Di Sirkuit Sepang misal kan dekat. Tapi nonton GrandPrix langsung di Sirkuit itu berisik. Tapi seru, cuma karena agak bikin telinga sakit, serunya kita bisa rasain atmosfir yang luar biasa."

"Tapi, saya gak punya teman buat nonton. Saya mau ajak Shilla. tapi dia gak suka, katanya terlalu bising. Kapan-kapan saya dan Shilla pasti nonton mas Jeffrey langsung. Tapi mas Jeffrey harus menang. Biar kita nggak ngerasa kecewa. Mas Jeffrey harus mengibarkan bendera merah putih di podium tertinggi. Dan lagu Indonesia raya harus diputar pas kita nonton. Rasanya pasti lebih menyenangkan. Shilla bilang dia mau nonton langsung kalo mas Jeffrey menang. Jadi mas Jeffrey harus usahain buat menang. Biar kita yang nonton gak pulang dengan kekecewaan. oke.," Clarisa bicara panjang lebar.

"Kok Lo berisik si gue tau Lo ngefans tapi gak nyerocos juga kali. Liur Lo sampai terbang kemana-mana tau gak." Gilang menyela dengan berapi-api.

Gue hanya tersenyum, rasanya seperti dapat energi positif dari orang lain, itu menyenangkan.

Sementara gadis yang ada di depan gue hanya menggeleng-geleng kecil saat temannya berbicara. Dia tampak seperti pendengar yang baik.

Gue kayaknya suka... Ah tau deh, dia tipe gue banget. Gue gak bisa nggak merhatiin dia dari tadi. Cara dia makan, cara dia berbicara, cara di tertawa. walau gak banyak. Tapi keliatan kalo di intelektual. Dan berhasil narik perhatian gue seakan gak bisa lepas dari dia. Salain mata gue nih.

"Mas Jeffrey kita bisa minta kontak yang bisa kita hubungin gak nanti. Kalo ada yang kurang atau mau di revisi." Mas Gilang memang yang lebih formal mungkin karena doi sekretaris bos jadi ya begitu. Gue tau setelah Clarisa bilang tadi. Gue juga tau ternyata cewek di depan gue ini penulis novel terkenal. Kayaknya gue sering pergi-pergi sampai gak tau perkembangan di Indonesia.

Karena kalo libur Grand Prix gini gue biasa selalu persiapan Grand Prix bareng di Silverstone. Jadi gue mutusin buat tetap di Inggris. Biasanya mama papa yang selalu luangkan waktu buat ketemu gue, Oma dan Opa. Ini pun gue pulang karena ada kerjaan di Indonesia. Tapi kayaknya kali ini gue bakal ngabisin waktu di sini buat kurang lebih dua bulan ini.

Ada urusan lain yang mau gue urus, urusan hati.

Clarisa merenggut kesal "Mas Gilang ih" dia yang dari tadi ngomong sama gue. Sampai gak ngebolehin Gilang memotong pembicaraan nya .

"Boleh, nomer saya aja. Boleh sekalian saya minta nomer mas, Clarisa,sama Shilla." Siapa tau ada urusan lain.

"Boleh banget mas Jeffrey, sini handphone nya biar saya masukin. Kapan lagi bisa punya nomer pembalap." Clarisa berujar semangat

"Saya bisa pamer ke teman-teman kalo saya kenal mas Jeffrey, no tipu-tipu karena saya punya nomor handphone nya." Mas Gilang berbicara excited.

"Kerahasian nomer mas Jeffrey tetap terjaga kok aman" mas Gilang terlihat salah tingkah karena pelototan  dari Shilla.

☔☔☔

"Shilla pulangnya nanti sama saya, gedung apartemen kita sama." Gue mengalihkan pembicaraan. Setelah aksi tukar tukaran nomer handphone.

"Eh, gak usah mas saya pulang sendiri aja." Dia membalas dengan canggung seperti biasa. Dan gue bisa melihat atensi kedua orang lain, di sini teralihkan. Dari yang sibuk berdebat, jadi memfokuskan diri ke gue dan Shilla.

"Gak papa Shil gue juga balik ke kantor kok ya gak mas Gilang" Clarisa membalas dengan cepat

"Saya bisa naik taksi aja."

"Gak papa saya anterin aja. Kita se gedung saya juga mau pulang kok."

Di terlihat berfikir "ya udah deh. Makasih sebelumnya."

"Sama-sama kita duluan kalo gitu. Saya pamit mas,Cla. Ayo Shilla."

Di mengikuti gue dengan berpamitan pada keduanya "duluan ya. Telfon nanti kalo ada perlu."

Clarisa menarik turunkan alisnya. "Sip hati hati cantik. Hati hati mas Jeffrey. jangan ngebut, soalnya di Jakarta gak ada Sirkuit." Balasnya sambil tertawa penuh arti.

Apa keliatan banget ya.









UmbrellaWhere stories live. Discover now