TIGA

3.3K 497 32
                                    

Silakan dinikmati lanjutan cerita Edvind :-)

***

Tetapi benar kata ayah tirinya, belum terlambat untuk mengubah cara hidup.

"Hei, Lesh." Edvind melihat Alesha di koridor, sedang memandangi ponsel. "Mana? Tidak ada orang di sini. Kamu bilang banyak penjenguk?"

"Aku menyuruh mereka pulang. Sumpah, bukan aku yang nulis di grup WhatsApp. Aku cuma ngabarin Mama dan Papa, Alwin, dan dua sahabat Edna," jawab Alesha.

"Alwin sudah bisa dihubungi?" Suami Edna, Alwin Hakkinen, sedang berada di Eropa.

Alesha mengangguk. "Dia terbang dari Finlandia detik ini juga. Edna dan Alwin bertengkar sebelum Alwin berangkat. Jadi Alwin nggak tahu Edna sedang hamil."

Edvind adalah orang pertama yang mengetahui kehamilan Edna. Sebab Edna bertanya kepadanya jadwal praktik dokter kandungan di rumah sakit. Tidak hanya itu, Edna juga meminta Edvind untuk menemaninya masuk ke ruang periksa. "Coba dulu Edna mau menikah denganku. Aku akan selalu di sampingnya. Tidak pernah meninggalkannya. Aku tidak tahu apa kurangnya diriku, sampai wanita hebat seperti kalian kabur kalau aku mendekat."

"Apa kurangnya dirimu?" Alesha tergelak. "Reputasi, Ed, reputasi. Kalau kamu mau mendapatkan wanita hebat seperti Edna, kamu harus membangun image baru. Mengubah perilaku. Kalau kamu mau, aku bisa membantu. I am certified to modify people's behaviour."

Menerima bantuan Alesha? Edvind mendengus. Lebih baik dia sendirian seumur hidup dan dibenci wanita, daripada ditertawakan sepanjang waktu oleh sepupunya.

"Oh, hei, Nalia!" Seru Alesha.

Edvind menoleh untuk melihat siapa yang disapa Alesha dan bertemu pandang dengan sepasang mata hitam yang indah. Langkah wanita cantik yang sedang menuju ke arah mereka sekarang terhenti. Keberadaan Alesha terlupakan. Nalia dan Edvind sama-sama tidak bisa berpaling. Mendadak Edvind merasa takut, sangat takut, karena dia tidak pernah mengalami sesuatu—apa nama peristiwa ini?—yang belum pernah terjadi dalam hidupnya. Ini adalah kali pertama Edvind melihat Nalia, tapi kenapa Edvind merasa seperti telah mengenal Nalia sebelumnya? Di kehidupan lain mungkin?

Edvind bersumpah dia bisa mendengar hatinya bersorak gembira, karena setelah lebih dari tiga puluh tahun, akhirnya bertemu dengan belahannya. Seseorang yang telah dinanti lama dan pasti akan tiba.

Sewaktu pertama kali bertemu Laura—dan wanita-wanita lain sebelum Laura—Edvind hanya fokus pada penampakan fisik. Cantiknya. Seksinya. Tetapi saat ini, Edvind tidak bisa memusatkan perhatian selain pada kedua bola mata yang berbinar hangat tersebut. Ini adalah dua menit terlama dalam hidup Edvind. Dua menit paling bermakna. Dua menit yang tidak akan pernah bisa dia deskripsikan menggunakan kata-kata. Dua menit yang tidak akan pernah bisa dilupakan seumur hidupnya. Berbagai hal yang dipertimbangkan orang untuk memilih pasangan—garis keturunan, pendidikan, sifat baik, pekerjaan, dan banyak lagi—saat ini terasa tidak penting lagi. Asalkan setiap hari Edvind bisa memandang sepasang mata indah tersebut, Edvind akan menerima Nalia apa adanya.

Edvind yang dulu akan segera mencari alasan untuk menghindar jika melihat wanita seperti Nalia. Yang, dari luar, tampak rapuh dan membutuhkan perlindungan. Wanita-wanita yang dikencani Edvind semuanya selalu berdiri tegak dengan penuh keyakinan diri. Dengan begitu ketika Edvind memutuskan hubungan, mereka tidak akan hancur.

"Sorry, aku bikin kamu panik, Nalia." Alesha memutuskan ketegangan di antara Edvind dan Nalia, yang sedari tadi saling menatap. "Edna nggak apa-apa. Cuma shocked, menghirup asap dan anemia."

"Syukurlah kalau begitu. Di taksi tadi aku dengar beritanya di radio. Yang penting semua orang yang ada di sana selamat." Nalia tersenyum lega.

If angels speak, they will just sound as she does. Suaranya lembut dan merdu. Wanita bernama Nalia—bahkan namanya indah sekali—itu kini berdiri di samping Alesha. Sekilas Nalia menatap Edvind sekali lagi.

The Perfect MatchWhere stories live. Discover now