2. Gejolak

28 6 0
                                    

WARNING! ANDA MEMASUKI KAWASAN SALING MENGHARGAI!!

●●●

Arkan terus berlari mengelilingi lapangan. Peluhnya mulai membanjiri pelipis. Namun, semangatnya untuk menang tak goyah sedikit pun. Fokusnya hanya satu, menang. Bahkan tak dihiraukannya lagi rasa nyeri yang menjalar di kakinya akibat terjatuh tadi.

Jai yang berada di pinggir lapangan mulai khawatir akan sahabatnya itu. Arkan begitu gigih mencapai kemenangan tanpa memikirkan kakinya yang terkilir.

"Arkan! Udan berhenti!" teriak Jai saat Arkan terus memaksakan dirinya untuk berlari.

Jai tak tahu apa yang membakar semangat seorang Arkan hingga ia tak mempedulikan keadaaan dirinya.

Arkan terus berlari. Posisinya terus berada di depan. Ia semakin dekat dengan garis finish dan berada pada posisi terdepan. Kedua sudut bibir  Arkan terangkat.

Satu langkah lagi Arkan mencapai garis finish dan ... Arkan berhasil melewati garis finish dan menjadi juara pertama.

Sorakan dan tepuk tangan memeriahkan suasana lapangan. Jai yang sejak tadi berdiri di pinggir lapangan, langsung berlari menyusul Arkan.

Namun, sesaat sebelum Jai mendekati Arkan, cowok itu jatuh dan terduduk di tanah. Ringisan yang keluar dari mulut Arkan dapat didengar oleh Jai yang jaraknya beberapa langkah dari Arkan.

"Bodoh! Udah tahu kaki lo sakit masih aja lari."

Suara itu bukan berasal dari mulut Jai melainkan gadis yang berdiri di hadapan Arkan dengan tangan yang terlipat di dada.

Arkan berusaha untuk berdiri dengan bantuan Jai. Namun, dengan cepat suara gadis itu menghentikan Arkan.

"Mau mati? Berdiri aja dengan kaki lo itu, maka rasa sakit itu yang buat lo sadar akan kematian," cibirnya.

Arkan menatap gadis yang berdiri di hadapannya. Kepalanya mendongak dengan senyuman yang mengembang sempurna.

"Uni Kiara khawatir sama saya?" celetuk Arkan.

Jai langsung membungkam mulut Arkan dengan menempelkan telapak tangannya di mulut Arkan.

"Lo gila? Denger sendiri 'kan gimana pedasnya mulut kakak kelas ini? Bisa-bisa lo diejek habis-habisan," bisik Jai pada Arkan.

Tidak. Arkan tak takut sama sekali. Ia langsung menjauhkan telapak tangan Jai dari mulutnya.

"Ck! Gue rasa lo udah bosan hidup," decak Kiara dengan mata yang membara.

Jai meremas bahu Arkan. Melihat kemarahan Kiara membuatnya takut. Terlebih lagi saat Kiara tiba-tiba jongkok dan menatap tajam Arkan dan Jai.

"Jangan berbuat bodoh dengan mengatakan hal konyol," bisik Kiara yang membuat tubuh Jai bergetar. Wajah dingin Kiara dan seringainya menambah kesan horor.

Kiara berdiri lalu menghampiri teman-temannya yang sedang melakukan pemanasan. Namun, langkah Kiara terhenti saat seseorang memanggilnya.

"Layaknya tadi, saya akan berusaha merebut hati Uni Kiara. Mungkin iya, awalnya saya akan terluka. Namun, luka itu tidak seberapa dengan pencapaian saya suatu hari kelak," teriak Arkan yang membuat gempar lapangan sekolah.

Beberapa murid mulai berbisik. Kiara menatap ke sekililing lalu membalikkan badannya. Api berkobar di mata Kiara. Arkan telah melakukan kesalahan karena mengatakan hal demikian.

"Lo akan terus terluka hingga lo nggak tahu gimana rasanya sembuh," tekan Kiara. Setelah itu gadis berambut panjang itu pergi.

Jai menelan ludah dengan susah payah. Matanya seakan terpaku pada wajah Kiara sementara Arkan, ia hanya diam dan tersenyum.

"Gue rasa dia psikopat," racau Jai.

Arkan makin mengembangkan senyumnya. "Kelam," lirih Arkan.

"Lo bilang apa?" tanya Jai sambil menatap Arkan dengan alis tertaut.

"Nggak papa, bantuin gue berdiri." Arkan mengangkat tangannya agar Jai bisa menarik tangannya dan membantunya berdiri.

Sementara di sisi lain Kiara memasang wajah dingin. Sepanjang jalan ia tak membalas sapaan teman-temannya.

"Kiara, sini!" panggil Indah dengan melambaikan tangannya.

Kiara tak menghiraukannya. Ia terus berjalan lurus.

Indah pun merasa bingung akan sikap Kiara. Sebelumnya ia melihat Kiara bertengkar dengan Arkan. Namun, ia tak tahu apa yang mereka diributin mereka.

"Kiara mau ke mana?" tanya Indah pada dirinya sendiri.

Semakin lama ia memperhatikan Kiara yang berjalan lurus tanpa henti membuat Indah menyadari sesuatu. Indah pun lari secepat mungkin menghentikan Kiara yang terus berjalan ke arah guru olahraga.

Akhirnya Indah bisa menghentikan Kiara dengan menarik tangannya. Indah menuntun Kiara ke tempat yang aman.

"Lo gila? Mau ngapain nemuin guru olahraga?"

Kiara menatap Indah dingin. "Gua mau protes sama jadwal olahraga yang ditukar sama hari ini," protes Kiara.

"Kenapa? Sebelumnya lo nggak protes, kenapa sekarang tiba-tiba protes? Gue tahu, pasti karena Arkan," goda Indah sambil menoel-noel bahu Kiara.

"Gue nggak mau ketemu sama bocah nyebelin itu," tegas Kiara.

"Kalau udah takdir, mau sekuat apa pun lo bilang nggak, maka takdir itu sendiri yang datang nemuin lo."

Heyyo, gimana part kali ini? Semoga suka. Luangkan waktumu 1 detik aja untuk pencet bintang yang ada di pojok. Yuk saling menghargai.

Only Want YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang