3. Salep

23 1 0
                                    

ANDA MEMASUKI KAWASAN SALING MENGHARGAI!

"Aw!" ringis Arkan saat Jai terus memegang pergelangan kakinya. Tangannya terus memukul pundak Jai agar cowok itu tak memegang kakinya lagi. Tak tega melihat Arkan yang kesakitan, Jai menjauhkan tangannya dari kaki Arkan.

"Udah tahu sakit, tapi masih aja tadi paksain lari," kesal Jai.

Arkan tengah sibuk memegangi pergelangan kakinya yang berdenyut hebat. Di dalam hati ia merutuk Jai yang tega melakukan ini padanya.

"Kambing lo, sakit banget," ucap Arkan terbata-bata akibat rasa sakit yang tak kunjung henti.

"Nggak peduli. Lagian kenapa lo terus lari? Mau buktiin sama kakak kelas jutek tadi kalau lo hebat?"

"Bukan membuktikan hebat, melainkan serius," ucap Arkan dengan raut wajah misterius.

Jai bergidik melihat Arkan yang menurutnya sangat aneh. Gemas melihat Arkan yang terus bertingkah konyol, Jai menampar pipi Arkan pelan.

"Jangan bilang lo suka sama kakak kelas jutek itu? Arkan mending lo cuci muka pake air bersih jangan air kobokan, karena otak lo itu udah nggak jernih lagi," ucap Jai dramatis.

Membalas tamparan Jai, Arkan meninju lengan Jai hingga cowok itu meringis kesakitan.

"Sembarang kalau ngomong. Emang salah kalau gue suka sama Uni Kiara?" tanya Arkan dengan raut wajah kesal.

Jai memegangi lengannya. "Nggak salah kalau lo suka sama seseorang tapi yang salah orang yang lo suka. Lo suka sama cewek yang mulutnya setajam silet? Mending lo cari yang lain. Cewek yang suaranya lembut, cantik, dan bisa buat ngehargain lo. Nggak kayak ...." Ucapan Jai menggantung saat ia membalikkan badannya dan melihat Kiara dan Indah berdiri di belakangnya. Arkan yang melihatnya pun langsung cekikikan.

Jai langsung membalikkan badannya menghadap Arkan. Wajahnya menyiratkan bila ia sedang memohon pada Arkan untuk menolongnya. Namun, tidak semudah itu Arkan menolong Jai.

"Lo bilang mulut gue setajam silet? Masih bocah tapi udah belagu. Mending lo beli kaca karena sikap lo nggak beda jauh dari cewek yang suka nyinyirin hidup orang," ketus Kiara.

Jai memejamkan matanya. Ia sudah mengundang mautnya sendiri dengan menjelekkan Kiara. Namun, ucapan yang Kiara ucapan barusan tak luput dari perhatiannya. Sebagai laki-laki tentu ia tak terima harga dirinya di hina sedemikian rupa oleh seorang perempuan. Walaupun begitu, Jai lah yang memulai masalahnya.

Arkan berusaha berdiri dan berjalan mendekati Kiara demi

"Maafin Jai ya, uni? Dia suka gitu, tapi aslinya baik kok."

Kiara memalingkan matanya ke arah lain. "Gue ke sini mau ngasih ini." Kiara memberikan sebuah salep kepada Arkan. Tanpa basa-basi, ia pergi diikuti oleh Indah.

Arkan masih terpaku akan sikap Kiara barusan. Walaupun dia dingin dan jutek, Kiara masih memiliki sikap peduli.

"Lihat Jai! Uni Kiara nggak sejahat yang lo kira." Arkan berjalan terseok-seok menghampiri Jai.

"Baik gimana? Lo denger tadi?! Gimana caranya nginjak harga diri gue?" murka Jai.

Arkan tak menghiraukan Jai. Ia sibuk mengoleskan salep pada kakinya yang terkilir.

"Lagian lo juga salah, nggak baik nyeritain orang lain di belakang, itu namanya gibah," ucap Arkan di sela-sela kegiatannya.

Jai tak terima saat Arkan mengatakan bila dirinya melakukan gibah. "Gue nggak gibah, yang gue bicarain kenyataan," sangkal Jai.

Arkan mengangkat bahu acuh. Mau gibah atau kenyataan, Arkan tak peduli sama sekali. Yang terpenting untuknya ialah mengoleskan salep yang diberikan Kiara padanya.

Bila di sini Jai dan Arkan tengah berdebat, berbeda dengan Kiara dan Indah. Mereka berdua tengah asik menyantap sepiring nasi goreng.

"Tumben lo perhatian," celetuk Indah di sela-sela kegiatan makannya.

Kiara mengalihkan tatapan ke Indah. "Gue nggak perhatian, kebetulan ada salep di tas, ya gue kasih aja," ucap Kiara santai.

Tidak semudah itu untuk Indah percaya akan ucapan Kiara. Jelas apa yang dilakukannya ini berbeda dengan Kiara yang ia kenal. Entah setan apa yang merasukinya hingga bersikap perhatian pada lawan jenis.

"Gue masih nggak percaya. Gue yakin, lo pasti merasa bersalah ke cowok itu," tebak Indah.

Kiara mendelik tak terima. "Nggak! Dia lari karena keinginannya bukan gue," bantah Kiara.

Indah terkekeh. Apa yang dikatakan Kiara berbeda jauh dari yang terjadi tadi.

Kiara mendengkus kesal saat jam olahraga ditukar di hari ini, pasalnya jadwal olahraganya dengan cowok yang menumpahkan air ke pakaiannya sama.

"Kita ngapain sih nontonin anak kelas 10 lomba lari?" kesal Kiara.

"Udah, duduk tenang aja," titah Indah.

Mata Kiara menjelajahi seluruh lapangan hingga matanya menangkap sosok cowok yang melambaikan tangan dengan senyum sumringah. Langsung saja Kiara memalingkan wajahnya.

"Dia lagi," kesal Kiara.

"Siapa?"

"Cowok menyebalkan."

Indah mengerti siapa yang dimaksud oleh Kiara saat melihat seorang cowok berjalan mendekati mereka. Matanya melirik ke Kiara yang sedang berusaha memalingkan wajah.

"Ada apa, Arkan?" tanya Indah saat Arkan datang menghampiri mereka.

"Bentar lagi saya mau lomba, Uni Kiara nonton, ya?" ucap Arkan.

Kiara menoleh dan menatap Arkan malas. "Nggak dan nggak. Gue yakin lo nggak akan menang. Nggak ada gunanya juga gue ngabisin waktu untuk nonton," ketus Kiara.

Indah meringis saat Kiara mulai melayangkan kata-kata pedasnya. "Ki, udah!" bisik Indah takut bila Kiara terus mengatakan hal-hal buruk.

"Saya akan menang, apa pun rintangannya." Setelah itu Arkan pergi meninggalkan Kiara dan Indah.

"Ki, lo udah kelewatan. Nggak baik tau," peringat Indah yang dihadiahi dengan wajah tak berdosa Kiara.

Kini mulailah lomba lari yang dilaksanakan untuk mendapatkan nilai tambahan. Kiara terus menatap ke lapangan untuk melihat kekalahan Arkan.

Saat suara peluit, semua pelari berlari sekencang mungkin melewati garis finish. Arkan saat itu berada di posisi terdepan. Namun, posisi Arkan degan cepat diambil oleh teman sekelasnya saat Arka tersandung oleh batu. Suasana lapangan menjadi heboh, tak terkecuali Kiara yang tampak khawatir.

Jauh di dalam hatinya, Kiara ingin Arkan berdiri dan melanjutkan larinya. Namun, Kiara menyangkalnya secepat mungkin.

"Dasar bocah, pasti dia kalah," ketus Kiara.

Sorakan teriakan kembali terdengar setelah tadi teredam karena jatuhnya Arkan. Kini cowok itu juga yang merubah suasana. Arkan berusaha berdiri dan berlari mengalahkan lawan.

Kiara terpaku akan kenyataan yang menamparnya.

"UDAH! jangan ingatin gue sama kejadian tadi!"

"Bilang aja lo merasa bersalah," kekeh Indah.

Gimana part kali ini? Yuk vote dan komen. Tinggalkan jejak. Terima kasih yang sudan meluangkan waktu untuk baca Only Want You.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 04, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Only Want YouWhere stories live. Discover now