1. Menunggu bintang jatuh

7.2K 295 1
                                    

Seorang pemuda sedang memandang bintang di langit malam ini. Konon katanya jika kita melihat bintang jatuh bisa mengabulkan permintaan. Percaya tidak percaya tapi ia ingin mencobanya.

Selama ini dirinya selalu menunggu bintang jatuh tetapi tak ada satupun bintang jatuh yang ia lihat. Ia ingin sekali meminta permintaan.

Rendy Jordan Sadlyansyah pemuda yang selama ini menunggu bintang jatuh tetapi ia tak pernah melihatnya.

"Huft!" Pemuda itu menghembuskan napas kasar. Dengan terpaksa dirinya kembali ke dalam kamar. Kepalanya sangat pening sekarang, inilah yang akan terjadi jika dirinya terlalu memforsil tenaganya. Padahal dirinya hanya melihat bintang di balkon.

"Capek ma, nggak ada yang bisa menemani Rendy saat rasa sakit itu singgah." Eluh nya. Rendy memaksakan dirinya untuk tertidur. Tetapi bukannya tertidur pening itu semakin terasa. Pemuda itu menjambak rambutnya sendiri.

"Argh!" Rendy tidak tau apa yang terjadi dengan dirinya beberapa bulan terakhir ini. Ia sangat takut untuk memeriksakan diri, karena, ia tau bahwa dirinya tidak baik-baik saja sekarang.

"Ma sa-kit" Rendy berjalan kearah nakas mengambil obat pereda nyeri yang ia beli di apotek.

Dengan tergesa-gesa Rendy mengobrak-abrik nakasnya mencari obat itu. Setelah ketemu dirinya langsung meminum obat itu tanpa bantuan air sama sekali.

Pemuda itu terdiam sebentar, setelah dirasa membaik dirinya kembali ke ranjang dan menjatuhkan dirinya di sana. Matanya menatap plafon kamar. Pandangan nya kosong. Lama-kelamaan Rendy tertidur.

***

Seorang pemuda mengeliat dalam tidurnya tak ada yang membangunkannya padahal jam sudah menunjukan pukul 6 lewat. Seperti inilah kesehariannya, tak ada wanita cantik yang membangunkan putranya dengan tangan halus itu mengelus rambutnya. Tak ada suara lembut yang membangunkannya di pagi hari. Tak ada yang membukakan gorden di pagi hari agar ia terbangun.

Pemuda itu mengedarkan pandangannya saat ia melihat jam dirinya langsung terbangun. Tetapi, ia meringis saat rasa pening itu kembali singgah. Dengan telaten dirinya memijit pangkal hidungnya, seperti inilah setelah bangun tidur. Rasa pening itu akan menjadi teman yang hadir di setiap paginya.

Setelah dirasa membaik Rendy berjalan menuju kamar mandi. Selang beberapa menit dirinya keluar dengan menggunakan pakaian putih-abunya.

Rendy berjalan menuju cermin dan saat ia lihat wajahnya pucat. Tetapi, itu tidak melunturkan ketampanannya.

Pemuda itu keluar kamarnya, saat diruang tengah seseorang memanggilnya. Rendy menengok ke belakang ternyata yang memanggilnya bi ijah-asisten rumah tangga. Beliau sudah bekerja disini saat Rendy belum terlahir ke dunia ini. Sudah lama bukan?

"Den Rendy, sarapan dulu atuh bibi udah masakin makanan kesukaan aden." Rendy tersenyum, dirinya sudah telat sekarang.

"Rendy sarapan di sekolah aja bi, udah telat hehehe biasa kesingan." Bi ijah tersenyum tulus kearah Rendy. Bi ijah tau bahwa Rendy sangat merasa kesepian selama ini, tetapi, pemuda itu pandai menutupi perasaannya.

"Ya udah, hati-hati dijalan ya den, bahaya." Rendy mengangguk dan mencium punggung tangan bi ijah.

Setelah sampai garasi pemuda itu mengambil motor yang ia beri nama 'Black' karena motor ini berwarna hitam hadiah ulang tahun lalu dari papanya.

"Mang Rendy berangkat!" Teriak Rendy pada satpam rumah nya mang ucup, lebih tepatnya suami bi ijah.

"Iya den hati-hati." Rendy mengangguk dan melesatkan motornya menuju sekolah.

***

Sesampainya disekolah banyak siswi yang melihatnya seperti orang kelaparan, Rendy menghela napas kasar. Dirinya malas meladeni siswi disini. Pemuda itu tidak memperdulikan mereka dan berjalan menuju kelasnya XI-IPA 1. Di sana sudah terdapat sahabatnya yaitu Ricky, Kevin dan Satya. Mereka sudah bersahabat sejak kelas 4 SD.

"Kok masih sepi?" Tanya Rendy, padahal dirinya kira sudah telat. Kenapa saat sudah sampai kelasnya hanya beberapa orang yang sudah datang.

"Lha? Kan kita masuk jam 7.15 ya pasti belum banyak yang dateng lha ini baru jam 7. Kayak nggak tau anak kelas ini aja."

"Bukannya kita masuk jam 7? Gue kira udah kesiangan kalo gitu ngapain gue buru-buru." Rendy menghela napas kasar lagi. Dirinya kira dirinya kesiangan, ternyata ia kepagian.

"Dasar! Masih muda udah pikun atau lo itu sebenernya kakek-kakek?" Rendy memutar bola matanya malas, ia tidak ingin berdebat kali ini.

"Mau gue liatin kk?"

"Emang lo punya kakak?"

"Kartu keluarga!"

"Lo mah nggak bisa di ajak becanda banget Ren."

Rendy tidak menanggapi ucapan temannya itu. Ia malah menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. Pusing itu masih belum enyah ternyata.

***

Sekarang Rendy dan teman-temannya sedang berada di rooftop. Mereka bolos saat guru belum masuk kedalam kelas. Inilah mereka suka bolos.

Tak ada yang berbicara hanya terdengar hembusan angin yang menerpa wajah mereka. Rendy memejamkan matanya sekarang dirinya terlalu sensitif dirinya tau itu.

"Malam ini gue mau balapan." Mereka bertiga kompak melihat kearah Rendy berada. Pemuda itu tetap memandang ke depan.

"Lo beneran mau balapan??." Tanya Ricky ia khawatir. Ia tak meragukan kemampuan Rendy dalam balapan, tetapi, ia takut lawan Rendy akan curang.

"Iya, udah lama gue nggak balapan." Memang terakhir kali ia balapan sekitar dua setengah bulan yang lalu.

"Lo pada nggak usah khawatir." Ucap Rendy yang mengetahui bahwa mereka mengkhawatirkan dirinya dan ia hanya meyakinkan mereka dengan senyuman yang terukir di bibirnya, senyum palsu.

"Gue percaya sama lo." Ucap Ricky dan mereka berdua mengangguk.

"Jam berapa balapan nya Ren?." Tanya kevin

"Jam 9, nanti kita otw setengah jam sebelum balapan di mulai dan langsung ketemuan di sana aja." Ucap Rendy kepada mereka dan mereka hanya mengangguk.

***

Hai guys ceritanya aku perbaiki sedikit menurutku yang kemarin itu ngebosenin. Semoga aja ini nggak ngebosenin, Eh tapi nggak tau deh ini ngebosenin atau nggak.

I'M OKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang