18. Phobia

1.7K 132 8
                                    

Sekarang Rendy berada di ruang keluarga dengan bingkai foto yang menemaninya. Didepan sana TV menyalah dengan menayangkan sebuah sinetron. Rendy memeluk bingkai foto itu, menganggap bahwa kedua orangtuanya ada disini. Menemaninya menonton TV.

Matanya mengarah kearah TV. Tetapi, pikirannya entah kemana.

Pemuda itu malah melamun. Bukan dirinya yang menonton TV melainkan TV yang menontonnya. Bi ijah yang berada tak jauh dari pemuda itu, sekarang malah mendekat. Tadinya bi ijah hanya ingin lewat untuk mengambil minum, tatap saat melewati ruang keluarga bi ijah malah melihat Rendy bengong sambil memeluk bingkai foto.

"Den Rendy." Panggil bi ijah. Tetapi tak ada sautan dari pemuda itu.

"den, aden!" Panggil nya lagi. Tetap, tidak ada sautan dari sang empu.

"Den Rendy!" Bi ijah menepuk punggung pemuda itu, membuat Rendy terperangah kaget dan langsung menoleh kearah bi ijah.

"Aden kenapa?"

"Ah, Rendy nggak apa apa bi. Lagi nonton tv, seru ya acaranya." Bi ijah tersenyum getir. Menonton TV katanya? Bukankah TV yang menonton Rendy? Dan saat bi ijah lihat kearah televisi itu bukanlah sinetron atau acara kartun tetapi, iklan. Seseru apa iklan itu sampai membuat Rendy merasa terhibur? Oh atau mungkin itu iklan Ramayana?

"Masuk kamar gih den, ini udah malem, dingin lagi." Bukan apa, bi ijah menyuruh Rendy masuk ke kamar karena sekarang sudah menunjukan pukul setengah tiga pagi.

"Masih jam delapan juga bi." Sahut Rendy santai dan kembali melihat kearah TV yang sudah kembali menayangkan sinetron nya.

"Sekarang udah jam setengah tiga atuh den." Rendy yang mendengar ucapan bi ijah sontak menoleh.

"Setengah tiga?" Tanya nya tidak yakin. Seingatnya Rendy berada disini baru saja. Kenapa tiba-tiba sudah jam setengah tiga?

"Iya den, tuh liat." Bi ijah menunjuk jam dinding yang sekarang sudah menunjukan pukul setengah tiga lewat.

"Bibi kenapa belum tidur?"

"Tadi haus, makannya ngambil minum di dapur. Eh malah liat aden di tontonin TV." Rendy terkekeh.

"Rendy yang nonton TV bi." Rendy membenarkan.

"TV yang nontonin aden. Orang aden nya bengong begitu. Dah sana masuk kamar, ini udah malem, nggak baik begadang terus." Rendy mengangguk dan berjalan menuju kamarnya. Pemuda itu tidak melepaskan pelukannya pada bingkai tersebut.

"Segitu kangen nya ya den?" Gumam bi ijah saat sudah tidak melihat Rendy lagi.

***

Siang ini Rendy berasa di kamar, tadi dirinya mengajak para curut untuk keluar tapi mereka tidak bisa, katanya sih sibuk, entahlah. Rendy merasa aneh dengan mereka sekarang, sekarang mereka sangat sulit di ajak kumpul. Entah hanya perasaan saja atau memang seperti itu adanya. Rendy rasa dua dari sahabatnya berubah, bahkan sangat berbeda.

Pemuda itu memandangi langit kamarnya. Rendy tak pernah absen melihat bintang setiap malam tetapi tidak ada satupun bintang jatuh yang ia lihat. Padahal Rendy ingin sekali melihat bintang jatuh.

Rendy menghela napas kasar, dadanya terasa sesak sekarang. Rendy memandangi nakas di sana terdapat foto dirinya waktu berumur 2 tahun yang di pangkuan mamanya dan di belakang foto itu terdapat papanya. Disitu dirinya tertawa bahagia, entahlah senyum itu tampak sangat lepas.

Pemuda itu mengambil nya dan memandangi foto itu. Rendy sangat rindu momen ini, momen dimana dulunya ia suka sekali membuat mamanya marah-marah karena terlalu aktif, selalu ingin tau ini dan itu.

I'M OKEحيث تعيش القصص. اكتشف الآن