45

549 21 4
                                    

"Eirel..!"

Panggilan Edward dihiraukannya, ia tidak ingin bertemu dengan sang kakak disaat seperti ini, entah mengapa hatinya tidak begitu tenang berada didekatnya. Neira terus melangkah keluar menuju toilet yang berada di ujung lorong. Namun, hatinya mencelos menyadari Edward tidak menyusul kepergiannya.

Sebenarnya, ia tidak berniat untuk ke toilet, tapi hanya tempat itu yang membuatnya bisa berpikir tenang.

Menyadarkan dirinya bahwa semua harus berubah, dan seharusnya seperti itu untuknya agar bisa menjalani hidupnya sendirian. Bukankah ia sudah berhasil hidup sendirian tanpa sang kakak.

Mengalihkan rasa hatinya dengan meruntuki kenapa juga harus berpakaian seperti laki-laki, pikirannya juga beralih apakah pemilik bungalow semewah ini membagi toilet dengan gender seperti halnya toilet di gedung perusahaan GSN, memisahkan antara toilet wanita dan toilet laki-laki.

Sungguh, jika benar begitu Neira harus memutuskan dengan cepat antara masuk toilet perempuan atau toilet laki-laki dengan penampilannya saat ini.

Dan benar saja saat langkahnya sudah berada di ujung lorong, pintu toilet itu benar-benar terpisah membuatnya agak frustasi dan berhenti sejenak di depannya.

Huh, apakah aku harus menghubungi pria itu dan memintanya mengajakku pulang saja.

Neira merogoh saku jasnya mencari keberadaan ponselnya. Harapan agar Leonar mengajaknya pulang setelah ia menghubunginya sirna sudah saat ponsel pintarnya tidak berada di dalamnya. Memegangi belakang leher, Neira mendengkus lelah sebelum akhirnya memutuskan untuk meraih handel pintu toilet pria.

Ragu untuk segera memasukinya, penglihatannya tertuju pada sosok pria yang membasuh wajahnya di westafel dengan begitu tenang. Apakah pria itu tidak menyadari bahwa ada empat orang pria dibelakangnya, sementara salah satu diantaranya memegang pisau kecil dibelakang badannya melangkah cepat kearah pria itu tak lain Leonar.

Ah, sungguhkah pria itu tidak memiliki kewaspadaan, padahal Hirosi bilang bahwa ia pernah menjadi seorang pemimpin mafia. Batin Neira sungguh menyangsikan, tangannya kini mencengkram handle pintu kuat sebelum bergerak gesit menyerang laki-laki bersenjata tersebut dengan tendangan yang cukup kuat.

----**--**-----

Sejak diperjalanan menuju bungalow tadi, Leonar hanya diam tanpa mengajak Neira bicara. Wanitanya itu-pun tidak bicara sepatah kata atau berargumen seperti sebelumnya, yang ada malah Hota yang begitu berisik setelah memasuki area bungalow. Pertanyaannya sungguh membuat hati Leonar tidak begitu tenang.

"Anda benar-benar mempertemukan nona Neira dengan kakaknya ditempat ini? Apakah tidak membahayakan keselamatan nona Neira bila anda melepasnya?" pertanyaan Hota tersebut lah yang benar-benar merisaukan Leonar saat ia tidak menemani istrinya tersebut untuk menemui Edward Maulana, sang kakak. Ia hanya belum ingin menunjukkan diri hanya karena menjaga keselamatan wanitanya.

Tapi, apakah keputusannya benar. Bilakah Neira menginginkan berada disisi sang kakak. Maka, ia benar-benar berjanji pada dirinya sendiri untuk menjemputnya setelah selesai dengan urusan yang harus ditanganinya. Dan ia harus cepat menyelesaikannya agar Neira tidak lagi mengira kalau ia meninggalkannya.

Penggelapan dana tiga milyar lebih dari anak perusahaannya di Cina sungguh bukan hanya ulah seorang saja, tapi ada beberapa orang kuat yang mendalanginya. Terlebih ada orang-orang yang sudah sengaja membuatnya terlihat terlibat kejahatan dunia internasional dengan mengatas namakan namanya.

Setelah menemui beberapa koleganya, Leonar menuju toilet hanya untuk membasuh wajahnya yang sungguh lelah dan sedikit tegang, ia sadar kalau ada beberapa orang yang mengikutinya. Kewaspadaannya seketika meningkat setelah berada dalam ruangan toilet yang tertutup.

TOUCH MY HEARTWhere stories live. Discover now