12. (Ditertawakan)

238 22 0
                                    


Selamat membaca 💙

^_^

Dari balik gorden kamar, Lia melihat Fahrian yang sibuk mencuci mobil dibantu Pak Deka. Soal kejadian kemarin di bus Lia harap bisa membuat hati Fahrian terketuk, yah untuk berdamai dengan sang papa. Semoga saja.

Senyum Lia sedikit surut kala melihat interaksi antara Pak Deka dan Fahrian. Tak ada raut wajah senang di sana, yang ada hanya kecanggungan dan wajah tidak peduli. Lia memilih menutup kembali gorden kamar, enggan melihat interaksi yang begitu menyayat hati. Ia sedih melihatnya.

Pintu kamar dibuka cukup lebar. Bu Aisyah menatap Lia yang sedang melabuhkan tatapannya ke luar jendela. "Lia, ibu panggil dari tadi ternyata masih di kamar."

Lia agak tersentak kecil, ia menoleh sebentar ke belakang dengan ekspresi merasa bersalah. "Maaf, Bu."

Kening Bu Aisyah mengerut dalam. "Lihat apa, sih sampai nangis gitu?"

Bu Aisyah melangkah maju mendekati jendela kamar. Tangannya menyibak gorden. Dan terlihat jelaslah interaksi antara anak dan ayah yang kurang baik.

Bu Aisyah terlihat menghela nafas pelan. Selanjutnya mengusap kepala Lia lembut. "Ibu harap kamu bisa buat Fahrian sadar," kata Bu Aisyah dengan senyuman hangat. Ada harapan yang bisa Lia lihat di kedua bola mata ibunya.

Lia tersenyum. "Aku sudah berusaha, semoga Allah SWT menghendakinya. Aku berharap kali ini berhasil, Bu."

Bu Aisyah mengangguk pelan.

Pagi ini Lia, Pak Dika dan Bu Aisyah makan bersama di meja makan. Ada perasaan bahagia dan rasa hangat yang mendadak mengalir di tubuh Lia. Kedua bibirnya tersenyum kecil tanpa sadar mengingat betapa beruntungnya ia masih memiliki keluarga lengkap dan harmonis. Ia jadi teringat pada Fahrian dan keluarganya. Bagaimana keadaannya?

"Lia, ayo makan ngelamun aja. Gak baik." Suara tegas Pak Dika menyadarkan Lia dari lamunan.

Lia mengangguk patuh, kemudian kembali melanjutkan aktivitas makannya yang sempat tertunda. "Iya, Yah."

"Palingan lagi mikirin tetangga sebrang, yah," celetuk Bu Aisyah disela menuangkan nasi goreng ke piring.

"Ouh Fahrian," ucap sang ayah sedikit menggoda.

"Kenapa, Yah? Aku kasian aja sama keadaan keluarga mereka." Suara Lia berubah sendu.

"Sudahlah, ayo makan."

____

Sabtu pagi ini Lia menemani Bu Aisyah pergi ke pasar, kebetulan tukang sayur yang biasanya lewat sedang cuti. Alhasil ia dan sang ibu berangkat naik angkot menuju pasar terdekat.

Setelah turun dari angkot, Lia dan Bu Aisyah menuju penjual sayuran. Sebelumnya sang ibu menghentikan langkahnya. "Kamu beli beras yah kayak biasanya, ibu mau beli sayuran dulu di sana. Ibu tunggu di penjual sayur itu."

Lia mengangguk paham. Setelahnya mengucapkan salam, lalu pergi memasuki pasar yang cukup becek. Lia mencari-cari dimana penjual beras. Sedikit lupa letaknya dimana, karena sudah lama tidak ke pasar.

Tak lama akhirnya Lia menemukan penjual beras. Lantas membelinya sesuai yang ibunya minta. Ketika berbalik hampir saja ia menabrak dada seorang laki-laki yang ternyata Fahrian. "Maaf," ucap Lia spontan. Tanpa mendengar respon Fahrian, Lia bergegas pergi melewatinya.

"Tunggu!"

"Lo tahu gak dimana penjual sayur?" tanya Fahrian.

Lia menghentikan langkahnya secara mendadak, ia menoleh sebentar ke belakang untuk menjawab pertanyaan Fahrian. "Ouh, di depan. Kebetulan aku juga ma-"

Sorry and Thanks [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang