37

1.4K 219 36
                                    

"Kau akan pergi ke Mokpo lagi?"

"Em. Ada beberapa hal penting yang tak bisa dibahas melalui e-mail."

Sahut Sehun sembari memasang kancing jasnya. Menatap sang istri yang kini tertunduk lesu.

"Kau kenapa?"

"Haruskah kau pergi?"

"Hm?"

"Kau bisa menyuruh sekertaris Lee untuk mewakili. Kau bilang ia cukup berbakat."

"Tidak semua pekerjaan bisa aku limpahkan padanya."

"Tapi.."

"Aku tidak lama disana. Nanti malam juga sudah kembali."

"Tetap saja.."

"Ada apa denganmu hari ini?"

"Hm?"

Sooyoung kembali mengangkat wajahnya dan menatap Sehun yang tengah menahan senyumnya. Gadis itu kembali menunduk dan memainkan kuku jemarinya.

"Aku..hanya ingin bersamamu hari ini."

"Kau kenapa?"

Mendengar pertanyaan tersebut, Sooyoung hanya menghela nafas dan menggeleng pelan.

"Entahlah."

"Aku tak akan pulang larut."

Ucap pria itu sembari mengusap lembut puncak kepala sang istri sebelum berlalu pergi.

Selepas kepergian Sehun, gadis itu lebih memilih merebahkan diri diatas ranjang. Menatap hampa pada pemandangan yang ia lihat melalui kaca jendela sembari mengusap pelan perutnya.

Sebuah ketukan pintu yang berbunyi membuat gadis itu kembali mengubah posisinya menjadi duduk.

"Masuklah."

Ujar Sooyoung bersuara dan tak lama setelahnya Soojung datang dengan membawa nampan berisi roti tawar, beberapa buah dan juga segelas susu.

"Nyonya, anda belum sarapan."

"Aku tidak lapar."

"Setidaknya anda harus makan beberapa potong. Jika terus begini anda bisa sakit."

Mendengar ucapan sang sekertaris membuat Sooyoung mengangguk pasrah dan mulai menyantap buah-buahan dihadapannya.

"Apa anda belum memberitahu beliau?"

Tanya Soojung dan tak lama setelahnya terdengar helaan nafas kasar milik Sooyoung. Gadis itu meletakkan kembali garpu yang ia genggam dan meminum sedikit minumannya.

"Mengapa anda tidak ingin beliau mengetahuinya?"

"Sejujurnya aku takut. Takut dengan bagaimana Sehun akan bereaksi begitu mengetahui tentang anak ini."

Ucapnya kembali mengusap perutnya.

"Mengapa anda berpikir demikian?"

"Kau yang tau lebih dari siapapun. Kami bukan pasangan suami istri seperti pada umumnya."

Sooyoung terdiam sejenak, menggantung kalimatnya selama beberapa saat.

"Dihatinya, tak akan ada wanita lain lagi. Aku cukup tau akan hal itu. Malam itu, walau ia menatap dan menyentuhku dengan begitu lembut. Walau ia mencumbuku begitu mesra, aku tau jika yang ada di pikirannya adalah mendiang istrinya."

"Nyonya.."

"Aku hanya tak ingin ia membenci bayiku. Namun aku juga tak bisa memaksanya untuk menerima keberadaan kami. Aku ingin melindungi anak ini bagaimana pun caranya."

Sooyoung mengusap wajahnya kasar, berusaha menghentikan buliran bening yang hendak keluar dari pelupuk matanya. Melihatnya, membuat Soojung turut merasakan kesedihan yang Sooyoung rasakan. Wanita itu pun mengusap lembut punggung Sooyoung berusaha menenangkan.

-

Sooyoung berjalan terburu-buru menuruni tangga begitu mendengar suara deru mesin mobil yang sangat ia hafal. Menunggu dengan sabar di ruang utama hingga pintu terbuka menampakkan sosok lelah sang suami.

Dengan senyum yang merekah, Sooyoung berlari kecil mendekati Sehun. Memeluk pria itu tanpa ia sadari. Sementara Sehun, dengan wajah terkejutnya ia perlahan tersenyum dan membalas pelukan erat Sooyoung.

"Mengapa kau belum tidur?"

Tanya pria itu setelah pelukan mereka terlepas. Sooyoung hanya menjawabnya dengan tersenyum dan menggeleng pelan.

"Kau sudah makan?"

"Em. Bagaimana denganmu? Apa kau masih tak bisa makan nasi."

"Aku sudah mencoba memakannya tadi. Walau tak terlalu banyak."

"Baguslah."

-

"Kau mandi saja dulu. Aku akan meminta bibi Kim membuatkan jahe hangat untukmu."

Ucap Sehun dan diangguki oleh Sooyoung. Gadis itu pun bergegas memasuki kamar mandi. Sementara Sehun, setelah menghubungi bibi Kim, pria itu lebih memilih fokus dengan tab di tangan. Melakukan tugasnya sebagai seorang pewaris.

Sebuah dering ponsel milik pria itu membuatnya meletakkan kembali tab miliknya diatas nakas dan meraih ponselnya. Dengan segera Sehun menerima panggilan masuk dari Jung Ran.

"Ha-"

"Mengapa kau tak mengatakan apa-apa pada nenek?"

"Apa?"

"Tega-teganya kalian merahasiakan ini dariku."

"Ketua, apa maksud-"

"Cucu menantuku hamil dan aku baru mengetahuinya dari dokter Bae. Kalian ini benar-benar!"

Sehun mematung begitu mendengar rentetan kalimat yang wanita paruh baya itu lontarkan. Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat pria itu menoleh keasal suara. Dilihatnya Sooyoung yang tengah tersenyum padanya sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.

"Aku tutup telfonnya."

Ujar pria itu memutus sambungan begitu saja. Ia mendorong kursi rodanya mendekati Sooyoung yang memandang bingung.

"Siapa yang menelfon?"

"Park Sooyoung."

"Hm?"

"Jawab dengan jujur."

Senyum di bibir gadis itu perlahan menghilang begitu menyadari perubahan raut wajah sang suami yang tampak serius.

"A..pa?"

"Kau hamil?"

Sooyoung menggigit bibir bawahnya, tenggorokannya terasa tercekat begitu mendengar pertanyaan bernada dingin yang suaminya itu lontarkan. Tak mampu menjawab, gadis itu hanya menunduk dan mengangguk pelan. Beda halnya dengan Sehun yang menghela nafas kasar sembari memijit pelipisnya yang terasa sakit.

~~~

Limitless [END]Where stories live. Discover now