prolog

8 1 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Kecantikan bukanlah tolak ukur kesempurnaan, harta juga bukanlah tolak ukur kebahagiaan. Semuanya hanyalah angan yang terpikiran.

Suara bel pulang menusuk telingga gadis kecil, memberi perintah untuk lekas mengemas alat tulisnya. Dengan teratur tangannya mengambil satu per satu buku dan pensil miliknya memasukannya ke dalam tas karakter Frozen favoritnya, lalu ia beranjak dari duduknya. Berlari kecil menghampiri gurunya di depan--memberi salam-- lantas bergegas menyusul gerombolan temannya yang hendak keluar gerbang.

"Asha, aku duluan, ya. Bye ...," pamit salah satu temannya ketika mobil jemputan datang. Meninggalkan Asha menunggu sendirian.

Gavin, salah seorang teman sekelas Asha yang lain pun kini meninggalkannya sendirian. Bergegas pulang dengan asyiknya bersama dua temannya. Asha berpikir untuk pulang ke rumah Mamahnya, karena Papahnya yang tiba-tiba saja sangat terlambat menjemput. Bosan menunggu lama tanpa kepastian.

Mereka berempat berjalan kaki bersama di tengah teriknya matahari. Wajah putih Asha semakin mempesona saat tersentuh sinar itu. Rambutbya manis dikuncir ala anak SD, membuatnya semakin menggemaskan.

Ditataplah rumah elit yang berornamen Eropa kuno. Sungguh mewah dan artistik. Dengan rasa penasaran Asha segera menuju salah satu kamar dengan ranjang king size. Suara dari luar mengganggu rasa penasarannya. Ia mengintip dengan jantung berdegup kencang, membuat pintu terbuka sedikit lebar dari yang ia buka.

"Asha?!" ucap Atmarini--Mamahnya--terkejut melihat Asha ada di kamar itu. Ia kira tadi salah lihat atau memang halusinasinya yang tengah teringat kepada Asha.

"Asha, kamu ada di sini?" tanya Atmarini cemas.

Berulang kali ia melonggok arlojinya. Tak lama lagi para wartawan pasti akan sampai di rumahnya untuk wawancara. Atmarini menatap wajah polos Asha gusar, tak mungkin ia membiarkan Asha menjadi trending topik di media. Ia harus segera memulangkannya, Atmarini langsung menelpon Adhi--suaminya. Yang memang hari ini adalah jadwalnya untuk menjemput Asha.

"Ma-mah," panggil Asha penuh harap, matanya bulatnya menatap Atmarini.

Membalas tatapan Asha, Atmarini menjadi berat untuk memulangkan Asha.

"Asha, kamu harus segera pulang. Rumah ini bukanlah tempatmu. Mamah sudah pesankan taksi untuk mengantarmu, nanti kamu pulang lewat belakang, ya," pungkas Atmarini sebelum ia keluar kamar. Tak lama salah satu asistennya datang menjemput Asha. Pupus sudah harapannya untuk tinggal lebih lama bersama Mamahnya.

My Secret IdetityWhere stories live. Discover now