Bab 2

3 1 0
                                    

Happy Reading:)
________________

Zaman sekarang memviralkan itu mudah

Shakila semakin merapatkan selimutnya keseluruh tubuh, ketika sinar matahari mulai menerobos gorden kamarnya. Matanya masih terasa berat, enggan terbuka. Tadi malam ia chating-an dengan Aida hingga kelewat waktu, kalut memikirkan apa yang akan terjadi besok. Namun nyatanya pikiran itu seketika meluap, raib dari otaknya. Menyadari hari sudah semakin siang, ia bisa saja terlambat jika tidak lekas bergegas.

Buru-buru Shakila bersiap dengan seragam sekolah. Tak lupa menyambar tas gendongnya, lantas bergegas keluar kamar untuk pamit berangkat kepada Omah.

Beruntung ketika keluar komplek ia langsung mendapatkan angkot. Tanpa perlu menunggu dan menyita waktu lebih.

Sesampainya di sekolah, Shakila berjalan pelan membelah lapangan yang tidak biasanya tampak ramai. Pada sisi-sisinya terlihat murid saling bergerombol. Berbisik-bisik dengan temannya.

"Shakila ..., lo sudah datang." Salah satu cewek berseru, berlari tunggang langgang menghampiri Shakila. Membuat perhatian semua menjadi beralih ke arahnya.

Cewek itu lalu mengandeng tangan Shakila, membawanya menepi menuju ketiga temannya.

"Ayo-ayo! Kita foto bareng Shakila," seru salah satu dari mereka menyambut gembira. Ketiganya kemudian berdiri bersebelahan mempersiapkan diri untuk berfoto.

"Dek, tolong fotokan kita, ya," ucap cewek yang tadi menghampiri Shakila meminta salah satu adik kelas untuk memotokan mereka.

Shakila yang tidak tahu apa-apa hanya ikut-ikutan, bahkan ia tak memberi gaya apapun pada dirinya. Datar.

"Thank Sha, and thank you, Dek." Cewek itu mengambil kembali ponselnya dan membiarkan mereka berlalu.

Klung

Sebuah notifikasi ponsel menjadi perhatian Shakila. Segera ia merogoh saku roknya guna mengambil benda pipih itu. Ia kira chat masuk dari Aida yang belum menghubunginya pagi ini. Ternyata postingan terbaru yang diunggah Dina_artasya cewek yang tadi menghampirinya. Ia mengungah hasil foto tadi dengan caption 'Mungkin belum bisa foto sama idola:v sebagai gantinya sama anaknya😊'. Yang lolos membuat Shakila terperangah, ia kira berita ayahnya tidak akan tersebar begitu cepat. Aida benar, zaman sekarang memviralkan itu begitu mudah. Hanya dengan sekali post sedetik kemudian dunia pasti akan tahu. Apalagi sepertimu, Sha, Mamahmu itu artis yang jelas hidupnya berdampingan dengan media.

Shakila menghela napas, ia kembali berjalan di tengah bisik-bisik murid yang saling menggosipinya.

"Kak Shakila ...."

Dua cewek tengah berlari ke arahnya, yang satu adalah Aira--adik Aida. Mereka terlihat cemas menghampiri Shakila.

"Kakak gak boleh ke kelas!" larang Aira setelah berhadapan dengan Shakila. Sorot matanya menyiratkan rasa khawatir.

Mendengar itu Shakila memutuskan untuk singgah di taman belakang sekolah sementara menunggu bel masuk berbunyi. Sembari menunggu fans Atmarini membubarkan diri dari kelasnya.

"Kak Shakila beneran anaknya aktris Atmarini?" tanya Aira di tengah langkah mereka, tak percaya. Ekspresinya seperti  Aida yang kala itu terperangah, namun kali ini Aira juga menyiratkan mimik kagum.

Shakila tersenyum kecut. "Pasti Aida yang bocorin."

Aira hanya tersenyum tipis. "Tanpa Kak Aida bilang juga semua sudah tahu, kok Kak."

Shakila hanya berdehem lemah.

"Pak Adhi, 'kan juga termasuk donatur yayasan sekolah ini, Kak."

Shakila tertegun, menyadari ucapan Aira.  apa yang ia bilang ada benarnya. Semua warga sekolah pasti mengenalnya. Karena orang besar terlihat lebih berbeda dari yang lain. Apalagi ia sudah berjasa untuk kebaikan semua. Tak mungkin namanya mati terpendam. Selama jasa masih tampak maka namanya pun akan selalu dikenang.

Setelah itu, mereka berjalan dalam diam. Tak ada obrolan lagi yang mengiringi langkah. Hanya hembusan angin yang semilir berbisik. Halaman koridor yang mereka lalui pun tampak sepi. Tak seperti halaman depan yang ramai. Mungkin karena letaknya yang tidak strategis. Hanya ada ruangan-ruangan yang jarang dipakai. Seperti; ruang organisasi, musik, dan seni. Waktu ramai paling saat jam istirahat, sembari menuju kantin kadang ada beberapa anak yang lebih memilih mengunakan fasilitas di ruangan itu.

"Oh, ini yang katanya anak aktris itu?!" ujar salah satu cewek dari tiga cewek yang kini menghadang jalan Shakila. Cewek itu menatap Shakila detail dari bawah ke atas, dan berhenti tepat di wajah Shakila.

"Kak Gladys,  ma--mau ngapain?" tanya Aira bergetar. Matanya menatap Gladys takut.

Gladys, salah satu siswi yang dikenal sebagai murid yang otoriter. Bahkan seruluh murid sekolah ini mengakui itu, tak ada satu pun yang berani melawannya. Kecuali Gavin--Si troublemarker--tidak hanya Gladys bahkan guru pun ia tantang.

"Cantik. Benar seperti kata orang-orang," ucapnya dengan gaya bicara tak suka. Ia kini menatap lekat wajah Shakila.

"Gua gak percaya kalau wajah lo alami tanpa make up," bisiknya menuduh.

"Sher, bagi tisu!" pintanya mengadahkan telapak tangan kepada Sherly yang berdiri di sebelah kanannya.

Mendengar perintah Gladys, gadis itu langsung merogoh sakunya lalu menyodorkan satu lembar tisu ke tangan Gladys.

"Sesuai peraturan sekolah kalau siswi itu tidak boleh berdandan apalagi melebihi dandanan guru." Gladys mengibaskan selembar tisu di depan wajah Shakila yang memerah, menahan marah.

Merasa diremehkan Shakila menangkis tangan Gladys kuat hingga membuatnya sedikit mundur darinya.

"Lo berani ngelawan gua hah?!" seru Gladys tak mau kalah, membuat pusat perhatian beberapa orang yang ada di sekitar.

Shakila hanya diam, kedua tangannya mengepal kuat. Jelas menyiratkan amarah. Aira dan Thalia yang semula berdiri di samping kini sudah di berada di belakang Shakila beberapa senti.

"Lo gak ada hak buat ngurusin gua," sunggut Shakila tak mau kalah.

"Asal lo tahu, ya. Niat gua itu baik mau bantu hapus make up lo. Dari pada lo kena hukuman," sahut Gladys menatap Shakila memincing.

"Gua gak butuh bantuan lo!" tolak Shakila meminta jalan.

"Eits! Tapi gua mau lakuin juga," bantah Gladys menghalang Shakila membuatnya kembali ke tempatnya. Lalu meminta sebotol air dari Andin.

Dengan senyum smirk ia memutar tutup botol. Lalu menatap tajam Shakila. "Sekarang muka asli lo bakal ketahuan." Gladys mengangkat tinggi botol itu ke atas kepala Shakila.

Duk

Sebuah kaleng lebih dulu menyambar botol itu, membuatnya terlepas dari genggaman Gladys dan terjatuh di antaranya dan Shakila.

"Kak Gavin," pekik Aira lega, kehadiran Gavin seperti memberi secercah cahaya baginya, Thalia, dan tentu Shakila.

Gladys yang mengetahui itu hanya bisa diam, keberaniannya seketika menciut. Menyadari cowok jangkung itu tengah berdiri meliriknya mengintimidasi. Kalau ia melanjutkan pasti justru ia akan mendapat masalah. Seburuk-buruknya Gavin, ia juga termasuk murid kepercayaan beberapa guru.

"Lebih baik kita pergi," putus Gladys, ia memerintah kepada dua temannya untuk segera berlalu dari hapadan Shakila.

________________________
Thank for reading:)

Don't forget to vote, comment, and share

My Secret IdetityWhere stories live. Discover now