Bab 3

3 1 0
                                    

Happy reading:)
.............................

Shakila memutuskan keluar kelas. Bosan dengan kesibukan beberapa teman yang membicarakannya. Walau hal baik, namun tetap saja Shakila tidak menyukainya. Jujur ia sebenarnya juga tidak mau menjadi primadona sekolah, jika bukan karena kecantikannya yang bisa dibilang sempurna. Mungkin ia akan menjadi murid biasa yang selalu dipandang angin lalu.

Shakila melangkah menaiki tangga di samping kelasnya yang memisahkan kelas XI MIPA 1 dan kelas XI IPS 4, berhubung kelasnya tengah jam kosong. Jadi, ia tidak dikatakan bolos pelajaran.

Sesampainya di rooftop, Gavin dan kedua temannya juga tengah nongkrong di sana. Melihat mereka, Shakila menjadi ragu untuk melangkah maju. Namun Gavin lebih dulu mengalah. Ia segera berdiri dan memerintah kedua temannya untuk cabut. Agar Shakila dapat sendirian di tempat itu.

Setelah Gavin dan keduanya temannya hilang di ujung tangga, Shakila kemudian melangkah menuju bibir rooftop yang langsung memperlihatkan keramaian kota di samping kanan sekolahnya. Lalu lalang kendaraan saling beradu, bersaing demi mendapatkan jalannya masing-masing. Tanpa peduli bagaimana rupa keadaan saingannya. Mereka tetap saja melaju mengejar keburu-buruannya dengan egois mengambil jalan orang. Orang dilampaui hanyak bisa menelakson namun dihiraukan. Mereka paham, yang terbelakang pasti kalah. Hanya bisa menunggu belas kasih dari yang depan. Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan bagiannya.

Sayup-sayup terdengar kericuhan banyak orang dari gerbang sekolah. Shakila yang sedari fokus dengan lalu lintas, beralih melangkah ke sudut kiri. Penasaran dengan apa yang terjadi.

Shakila membelalakan matanya sempurna, tak menyangka dengan apa yang ditangkap. Beberapa wartawan dari stasiun televisi menyerbu sekolahnya. Meminta untuk dipertemukan dengan Shakila, si anak aktris Atmarini Yolanda. Mereka tampak saling mendorong untuk mencapai posisi terdepan agar bisa melihat lebih dulu. Namun tidak mudah, yang terdepan juga kokoh dengan tempatnya. Tak mau mundur. Al hasil yang terbelakang hanya bisa menjijit tinggi untuk bisa melihat keadaan di depan.

"Sha ... Shakila ...."

Shakila terkesiap mendengar suara yang mencari-cari dirinya. Jatungnya berdengup tidak teratur.

"Aida," panggil Shakila pada gadis yang berdiri tak jauh darinya, kepalanya sibuk celinggak-celingguk mencari sesuatu.

"Shakila, lo di sini?" Aida menghela napas lega. Melihat Shakila ada dihadapannya.

"Kita harus cepat keluar dari sekolah ini," katanya langsung mengandeng tangan Shakila untuk segera mengikuti.

"Kita mau kemana?"

Tak ada balasan, Aida terus menarik Shakila melewati koridor tanpa peduli tatapan penasaran orang-orang yang seketika meliriknya saat mereka lewat.

Aida memilih gerbang belakang sekolah, untuk mereka kabur dari para wartawan yang menyesaki gerbang depan. Sesekali ia menoleh ke belakang memastikan tak ada yang melihatnya.

"Sial! Gladys lihat kita kabur," gerutunya setelah memeriksa ponsel. Membuat Shakila menjadi gusar.

"Gak ada pilihan lain, kita harus manjat." Ide Aida, matanya mengarah ke pohon rindang di tepi komplek perumahan. "Lo bisa 'kan, Sha?"

"Hah?!" Shakila melebarkan matanya melihat ke arah pohon besar yang dimaksud Aida. Pohon itu memang rindang dan tidak terlalu tinggi. Namun, lingkar pohon itu terlalu lebar jika untuk dipeluk menjadi pegangan.

"Nanti biar lo duluan yang naik," ucap Aida menenangkan, ia bersedia sebagai tumpuan untuk Shakila naik.

"Emang gak ada jalan lain, Ai?"

"Kita ada di jalan besar, Sha. Susah untuk mencari tempat sembunyi. Mungkin sebentar lagi bakal ada beberapa wartawan yang keluar nyari kita. Itu pun kalau Gladys menunjukkan foto tadi," ujar Aida yakin.

Tak butuh waktu lama untuk memastikan, karena setelah mereka berhasil naik ke atas pohon dengan menaiki satu per satu kayu yang terpaku di badan pohon sebagai tangga. Seorang wartawan yang tadi ikut menyerbu sekolahnya kini turun ke jalan raya. Pandangnya menoleh ke kanan-kiri mencari seseorang. Disusul temannya yang juga ikut mencari di sisi lain. Tidak hanya satu-dua, mungkin lima orang lebih jika dikumpulkan.

Suara ketukan pintu yang tegas membuat perhatian Shakila dan Aida. Dua pria berwibawa dengan seragam dinas yang dibungkus oleh jaket hitam, menjadi fokus mereka kali ini. Ditambah posisinya yang menyambangi rumah elit milik Mamah Shakila. Hal itu menambah rasa penasaran mereka membeludak.

Tak lama Mbak Anggun, salah seorang asisten rumah tangga di rumah itu yang Shakila kenal membukakan pintu. Wajahnya seketika tegang setelah mendapati dua pria dinas tamunya.

"Apakah ini benar rumah saudara Pramudiba Adhi?" tanya salah satu dari mereka dengan suara bass. Menjadi ketakutan tersendiri bagi Anggun.

"I-iya benar," balas Anggun terbata. Jantungnya ikut berdengup, entah mengapa?

Kedua pria itu lantas bertatapan, saling berbicara dengan isyarat mata. Mengatakan bahwa mereka dapat melaksanaan tugasnya lebih lanjut.

Melihat itu, Anggun memutuskan untuk mempersilakan mereka masuk.

Mereka kemudian mengikuti Anggun dan duduk di sofa tamu yang disediakan.

Sekepergian Anggun menuju dapur, Adhi datang menggantikan. Ia mengambil duduk pada sofa yang menghadap mereka langsung. Seketika atmosfer ruangan menjadi tegang. Seperti dalam rapat formal. Hanya ada hembusan air conditioner yang menenangkan namun kali ini justru menambah suasana semakin senyap.

Pertama-tama mereka saling memperkenalkan diri. Menyebut namanya seraya menjabat tangan Adhi tegas. Dapat diketahui mereka merupakan bagian dari polri. Dari situ keberadaan mereka mengundang dugaan-dugaan ketakutan Adhi, pikirannya melayang mengingat apa saja yang sudah dilakukan hingga mengundang dua orang horor ini.

"Maksud kedatangan kami ke sini tak lebih adalah untuk menangkapan saudara Pramudiba Adhi," ujar Dimas, melanjutkan langkah kedua.

"Penangkapan?!" ucap Adhi syok, wajahnya berubah pucat. Apa yang dipikirannya menjadi kenyataan di depan mata.

"Menurut laporan yang kami dapat, saudara Pramudiba Adhi tertuduh melakukan tindak pidana korupsi."

"Korupsi?!" pekik suara dari balik jendela. Membuat Anggun terkejut yang menyebabkan nampan bawaannya terjatuh dan menimbulkan bunyi ricuh.

Aida dan Shakila menghela napas lega. "Hampir saja," ucap mereka hampir bebarengan. Tidak jadi terpergok, sebab ketiga pria itu langsung mengarah ke Anggun.

Aida lantas melangkah mundur menjauhi area jendela rumah Atmarini tempat mereka mengintip. Disusul Shakila.

..................................
Thank for reading:)

Don't forget to vote, coment, and share!

Thank you♡

My Secret IdetityWhere stories live. Discover now