Bab 5

1 0 0
                                    

Happy reading:)
............................

"Silakan kalian kerjakan secara berkelompok, kalau tidak selesai boleh buat tugas rumah. Ibu cuma minta satu kelompok hasilnya satu, ya tapi lebih bagus kalau masing-masing juga punya copy paste hasilnya. Jadi, tidak ada yang cuma numpang nama atau satu orang yang mengerjakan," papar Bu Anggi mengakhiri kelas Biologinya. Membuat seisi kelas mengembuskan napas malas, tetapi ada beberapa yang membalas 'Siap, Bu' dengan suka rela.

"Kalau gitu ibu permisi. Ingat jangan berisik!" pesannya sebelum melangkah menuju pintu.

Kelas yang semula senyap seketika ricuh setelah kepergian Bu Anggi.

Beberapa siswa terlihat menggeser kursinya menuju meja temannya. Membuat lingkaran kecil mengelilingi meja itu. Berniat memulai mengerjakan tugas Bu Anggi.

Shakila menatap kursi kosong di sampingnya. Hari ini Syifa--solmatechair-nya tidak masuk. Yang berarti ia tidak ada teman perempuan untuk berkelompok. Shakila beralih menatap ke arah meja Gavin--teman sekelompoknya yang lain. Namun, cowok itu seperti tidak bergairah untuk diajak mengerjakan. Dan benar saja, setelah pandangan mereka bertemu, Gavin berkata, "Punya kita kerjain besok saja." Lalu beranjak berdiri keluar kelas begitu saja.

Shakila beralih menatap bukunya yang terbuka, menampakan sebuah tugas kelompok. Ia membaca satu per satu soal yang memang membutuhkan pengerjaan secara bersama atau kalau dikerjakan sendiri lumanyan riweh. Melihat beberapa kelompok sudah mulai berdiskusi, Shakila memutuskan untuk merangkai sedikit rencana untuk nanti. Ia mencoba menuliskannya pada selembar kertas terlebih dahulu.

Di tengah otaknya berpikir, suara bel istirahat lebih dulu berbunyi. Mengacaukannya. Disusul ponselnya yang juga bergetar, mengalihkan kegiataannya.

[Gua di kantin, lo langsung nyusul aja kemari.]

Pesan Aida memberitahu keberadaan dirinya. Segera Shakila mengemasi alat tulisnya, lantas melangkah keluar untuk menyusul Aida. Ia tak mau menghabiskan waktu istirahatnya hanya berdiam diri di kelas.

Sesampainya di kantin Aida langsung melambaikan tangannya kepada Shakila. Menunjukkan letak mejanya.

"Ini buat lo," ucap Aida setelah Shakila duduk di hadapannya. Ia menyodorkan satu cup coppucino yang baru dipesannya.

"Thank," ucap Shakila dengan senyum. Aida memang sahabatnya yang penuh pengertian.

"Tumben kantin sepi," ujar Shakila melihat sekeliling yang hanya ada beberapa murid yang mendiami kantin. Tak seperti biasanya yang selalu penuh.

"Memang lo belum tahu Sha?" tanya Aida sembari menyeruput minumnya. Ia menatap Shakila dalam.

Shakila yang memang tak tahu apa-apa, lantas menggelengkan kepala. Ia balik membalas tatapan Aida sendu.

Melihat mimik wajah Shakila, Aida menjadi tidak tega untuk menceritakan yang sebenarnya.

"Emmm ...," dehem Aida dilema. Ia tidak tahu harus menceritakannya atau tidak.

"Drop out dia!" teriak Gladys dari ruang musik. Ia memegang baton yang diacung-acungkan ke depan dengan penuh semangat. Diikuti Andini dan Sherly yang memandu rombongannya. Beberapa ada membawa karton bertuliskan hujatan-hujatan untuk Shakila. Menginginkan ia dikeluarkan.

"Eh, ada apaan nih ramai-ramai?" halang Adit--teman Gavin yang berpapasangan dengan mereka.

"Heh, Benalu! Minggir sana! Kita mau mendemokrasikan kebajikan," seru Gladys dengan semangat menggelora.

"Demo untuk apa?" Adit mengangkat satu alisnya binggung.

Gladys menghela napas, lantas berujar, "Lo tahu 'kan di sekolah kita ada anak tukang korupsi. Nah, maka dari itu sebelum anak itu ikut korupsi di sekolah kita. Lebih baik hayutkan dulu."

Mendengar penuturan Gladys, Adit hanya manggut-manggut mendengarkan.

"Jadi, sekarang lebih baik lo minggir, gih!" seru Gladys kemudian.

Baru saja Adit mau angkat bicara, ponselnya berbunyi lebih dulu memanggil.

Gavin is calling ....

[Kunaha?]

[ ... ]

[Oh, semua sudah siap.]

[ ... ]

[Iya-iya gua kesana sekarang. Eh tapi--?]

[... ]

[Oke, deh siap]

Tanpa menghiraukan rombongan Gladys, Adit langsung meluncur memenuhi panggilan Gavin. Membiarkan Gladys dan rombongannya melancarkan aksinya.

"Ayo, Sha lo ikut gua," ajak Aida juga ikutan beranjak dari duduknya. Shakila menurut mengikutinya.

Ternyata Aida membawanya ke aula sekolah yang tampak ramai. Ada sebagian wali murid juga datang.

"Ini ada acara apa?" tanya Shakila setelah ia dan Aida mendapat kursi.

"Seperti konferensi. Beberapa wali murid yang sudah tahu berita korupsi papa lo, minta lo dikeluarkan," jawab Aida membuat hati Shakila mencelos. Ia tidak tahu kasus korupsi papahnya bakal membawa masalah sebesar ini bagi dirinya.

"Pak Hanin selaku kepsek masih menimang permintaan itu, gak mungkin beliau membiarkan salah satu muridnya yang berprestasi dikeluarkan begitu saja, apalagi kamu sudah kelas 3. Susah buat cari sekolah pengganti yang masih menerima murid. Lagian papa lo juga sudah banyak berjasa buat pembesaran sekolah ini," tutur Aida panjang. Tak terasa acara sudah dibuka.

"Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatu," salam Pak Hanin membuka sambutannya.

Serentak semua membalas salamnya. Pak Hanin kemudian memulai sambutannya. Pertama-tama ia meminta maaf atas berita salah satu jajaran donatur sekolah yang terjerat kasus korupsi yang sudah menyebar ke telingga wali murid. Selanjutnya barulah beliau meminta agar wali murid berusaha mendengerkan penuturannya lebih dulu sebelum memutuskan bagaimana jalan terbaiknya. Langsung saja Pak Hanin meminta Gavin untuk memberikan pidatonya, mencerahkan pikiran wali murid agar lebih bijak dalam mengambil keputusan.

Gavin memulai dengan pengertian kasus korupsi, ia juga menyertakan beberapa undang-undang yang berkaitan sekaligus sangsinya.

Semua menjadi larut dengan pemaparan Gavin yang runtut. Hingga sampai tepatnya Gavin membahas jenis-jenis korupsi. Ia memberi pendapatnya kalau tidak hanya pejabat yang dapat korupsi kita pun sebagai rakyat biasa bisa. Bahkan ia men-judget salah satu yang ada di sini tengah berkorupsi. Ia mengambil pengambaran seorang guru, ia sebut ke pada para wali murid yang memakainseragam dinas profesi guru. Gavin menyebut bahwa ia tengah berkorupsi, berkorupsi karena telah mengambil jatah waktu muridnya yang seharusnya ia ajar. Kalau itu juga termasuk korupsi kecil, namun yang namanya korupsi mau kecil atau besar tepat saja korupsi karena sama saja ia mengambil hak orang. Yang seperti itu merupakan akhlak tercela.

Untuk penutup, Gavin menyelipkan kalau apa yang dilakukan orang tua, belum tentu anaknya akan meniru. Karena setiap orang memiliki akal dan pikirannya sendiri. Yang jelas berjalan sendiri-sendiri.

"Sekian dari saya, apabila ada kesalahan saya mohon maaf. Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatu," tutup Gavin, yang dibalas lirih oleh semua. Seakan mereka tersentuh dengan apa yang disampaikan.

"Sha, lo okay?" tanya Aida mengecek keadaan sahabatnya yang dari tadi terdiam.

Shakila mengangguk, memberitahu bahwa dirinya baik-baik saja. Ia tak percaya bahwa masih ada orang yang berada dipihaknya. Salah satunya Gavin yang sudah bersedia memberi pencerahan kepada semua agar tidak menuntut Shakila dikelurkan.

Sepulang sekolah Shakila berniat menemui Gavin untuk berterima kasih atas pidatonya tadi. Akan tetapi Gavin yang lebih dulu menemuinya, bahkan ia mengajaknya pulang bersama. Dengan alasan sekalian merembung tugas Biologi. Padahal hanya akal-akalan Gavin saja agar bisa PDKT dengan Shakila. Seorang yang sudah mengisi hatinya sejak lama. Namun, baru sekarang ia berani mendekat. Itu pun ia harus berjuang menjadi ketua OSIS agar bisa melindunginya.

.................................
Thank for reading:)

Don't forget to vote, comment, and Share!
Thanks you♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Secret IdetityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang