Bab 1

3 1 0
                                    

Happy Reading:)
_________________

Strata setiap orang itu beda, begitu pula kehidupannya.

"Shakila, cepatan, dong!" seru cewek yang tengah bersandar di pintu, bosan menunggu.

"Kalau mau cepat, ya bantuin, dong. Ambilin cikrak^, gih!" pinta Shakila ketus, kesal dengan temannya satu ini. Sedari tadi hanya melihat dan menyuruhnya cepat. Tanpa ada inisiatifnya sedikit pun untuk membantu.

"Nih." Shakila menerima cikrak dengan senyum lebar.

"Gitu, dong baru namanya Aida," sahutnya puas. Ia segera menyerokan sampah hasil sapuannya.

Aida hanya berdehem. Sabar menunggui Shakila menyelesaikan piketnya.

Setelah menyelesaikan piketnya, Shakila melempar sapunya ke sudut belakang kelas. Pamit dengan teman piketnya yang masih menyapu di sekitar pintu, lalu bergegas menghampiri Aida yang berdiri di koridor depan kelas.

"Kuy," ajaknya kepada Aida yang selalu setia menungguinya. Mereka berjalan beriringan menuju gerbang. Sesekali mengobrol apa saja yang bisa menemaninya sepanjang jalan.

"Sha, bukannya rumah mamah lo lebih dekat dengan sekolah? Kenapa lo gak pulang ke sana aja?" tanya Aida disela-sela perjalanan mereka.

Mendengar pertanyaan itu otak Shakila berpikir keras, mecari jawaban yang logis. Tak mungkin ia jujur yang sebenarnya, walaupun Aida merupakan teman dekatnya. Shakila tidak tahu apa yang akan terjadi jika Aida tahu tentang dirinya. Bukan ia takut, lebih tepatnya ia belum siap menerima resikonya.

"Oh, iya kata lo haus. Kita beli es cendol aja, kuy!" sahut Shakila mencoba mengalihkan pembicaran. Ia segera menarik tangan Aida menuju penjual Cendol Dawet yang tengah berduh di bawah pohon di tepi jalan.

"Pak, dua ya," ucap Aida memesankan untuk mereka.

Sambil menunggu pesanannya dibuat, Shakila membuka tasnya pura-pura mencari uang untuk membayar. Berusaha menghindari Aida takut ia bertanya kembali.

"Ini Neng." Aida menerima es cendol pertama, dan langsung menyeruputnya. Sembari menunggu punya Shakila siap, ia mengedarkan pandangannya ke jalan raya di depan.

"Eh, Sha. Lihat, deh! Cepatan!" desak Aida menarik-narik tangan Shakila yang tengah menerima es cendolnya. Ia jadi kewalahan saat membayarnya.

"Apaan?" ketus Shakila setelah mengarahkan pandangannya ke jalan raya.

"Mobil itu." Tunjuk Aida ke arah mobil hitam yang melaju membelakangi mereka. "Gua lihat papa lo!" imbuh Aida yakin.

Shakila mengangkat alisnya. "Masa, sih?"

"Serius." Aida menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk peace. "Gua beneran lihat Papa lo di mobil itu. Lo tahu 'kan mata gua masih normal mana mungkin gua salah lihat," ujar Aida yakin.

Shakila menatap mobil itu tak yakin, bukannya Papanya sedang dinas keluar kota untuk seminggu ini. Dan, hari ini saja baru masuk hari kedua dari keberangkatan kemarin. Apa mungkin yang dilihat Aida benar Papanya?

"Tapi, kok masuk ke perumahan elit, ya," ucap Aida heran. Netranya masih membuntuti laju mobil itu.

"Ck! Lo salah lihat kali," decak Shakila mencari aman. Ia berjalan lebih dulu meninggalkan Aida.

"Eh, Sha tungguin gua!" Aida berlari menyusul. "Gimana kalau kita ikutin?" celetuknya kemudian membuat Shakila membelalakan mata. Temannya satu ini memang bersikeras kalau udah kepo.

"Ogah, ah! Mending gua pulang nemenin Omah di rumah." Shakila terus berjalan tanpa menghiraukan Aida. Sebenarnya ia juga penasaran.

Sesampainya di rumah Shakila langsung merebahkan tubuhnya ke kasur. Mengistirahatkannya sembari bermain  ponsel sekedar berselancar di Instagram, mengecek podcast terbaru tokoh idolanya.

Di tengah aktivitasnya sebuah pop up chat muncul menghentikan. Aida mengirim gambar seorang pria paruh baya yang tengah berdiri di depan rumah elit.

Aida : [image] Sha itu Papa lo bukan sih? Coba lo lihat baik-baik

Shakila meng-zoom gambar itu mata memperhatikan baik-baik objek yang ada. Netranya fokus pada pria paruh baya yang sedang berdiri di depan rumah elit. Tepat yang dimaksud Aida. Seketika pupilnya membesar tak percaya, itu benar Papanya dan rumah itu merupakan rumah Mamahnya. Tak ingin membuat penasaran Aida semakin dalam, ia segera mengetikan balasan.

Shakila : Lo ikutin mobil itu?
Aida : Hehe😆
Shakila : Aish buang2 tenaga aja-_-
Aida : Gua juga gak percaya sebelumnya waktu lihat org itu jalan ke rumah elit itu
Lo tahu sendiri 'kan itu rumah aktris Atmarini, mana mungkin org biasa kayak kita pny urusan sama aktris
Shakila : Maka dari itu kita juga harus sadar diri. Strata setiap orang itu beda, begitu pula kehidupannya
Udah, deh dari pada lo sibuk ngurusin urusan org yang belum tentu mending urusin hidup lo yang masih ancur
Aida : Sialan lo😕

Shakila meletakan ponselnya, pandangannya menatap langit-langit kamarnya yang bercat  putih polos, tampak menenangkan. Sedikit kemudian ia menghela napas, berharap tak ada berita yang aneh-aneh tentang Papahnya.

Sebuah notifikasi ponsel mengalihkan perhatiannya kembali, aplikasi hijaunya sudah banjir spam chat dari Aida. Yang meributkan soal tugas Biologi dua hari lalu dari Bu Indy.

Aida : Gilak! Itu tugas dikumpul besok woii
Gua otw ke rumah lo sekarang!!

Pesannya beberapa menit kemudian ia sudah sampai di depan rumah Shakila.

Mereka langsung menuju kamar Shakila untuk mengerjakan tugas laporan Biologi dari hasil praktek kemarin. Sesampainya Aida langsung membuka halaman word di notebook-nya. Bersiap menyusun poin-poin hasil praktek 'Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Kecambah' yang kemarin mereka dapat.

"Sha, ini kesimpulannya apa?" tanya Aida selesai menyalin semua poin-poin yang ada.

"Bentar, kayaknya gua catat di buku tulis." Shakila beranjak menuju meja belajarnya mengambil buku tulis mata pelajaran Biologi.

"Ada gak?" sahut Aida yang melihat Shakila hanya sibuk membolak-balikan lembar buku.

"Kayaknya gua lupa gak nyatet, deh," balas Shakila nyengir kuda yang langsung mendapat toyoran dari Aida. "Yeay, si Eneng."

"Ya udah kita cari google aja," tukas Shakila kembali ke meja belajarnya untuk menukar buku tulis dengan ponselnya. Aida juga demikian, ia meletakan notebook-nya menganti dengan ponsel.

"Sha lihat, deh!" seru Aida menyodorkan ponselnya ke samping ponsel Shakila.

Melihat itu Shakila langsung membelalakan mata, tak menyangka. "Papa?!" Buru-buru Shakila keluar kamar menuju pintu depan, disusul Aida yang mengekor.

Shakila langsung membuka pintu untuk Papanya. Matanya masih melebar tak percaya, Papanya benar pulang cepat. Sekarang ia sudah berdiri dihadapannya.

Aida yang berdiri tak jauh di belakang Shakila juga sama-sama terkejut, tak percaya. Pria yang tadi siang ia ikuti sekarang ada dihadapannya dan dipanggil Papa oleh Shakila.

Menyadari itu Shakila langsung menatap ke arah Aida, yang juga tengah menatapnya terpana.

"El--lo beneran anaknya Atmarini?!"

"Shhhtt! Ini jadi rahasia kita berdua."

_________________________
^cikrak : keranjang untuk mengambil dan membuang sampah

Thank for reading:)
Don't forget to vote, comment, and share

My Secret IdetityWhere stories live. Discover now