05.

197 15 15
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Elsa hanya keluar dari kamarnya dua kali selama Niko berada di apartemennya: waktu makan siang dan waktu makan malam. Ia menyiapkan dan makan bersama mereka, lalu memandikan Owen dan kembali mengunci diri di dalam kamar.

Selama itu pula, Niko sama sekali tidak pernah mengomentarinya. Ia mengerahkan seluruh atensinya pada sang putra, berusaha mendorongnya untuk memperdengarkan suaranya.

Hingga tengah malam tiba, Elsa baru akhirnya keluar dari tempat persembunyiannya. Seluruh apartemennya sudah gelap gulita, namun tetap rapi. Ia mengambilkan dirinya segelas air putih sebelum pergi memeriksa kamar putranya.

Di sana, Owen sedang tertidur lelap di dalam dekapan sang ayah. Tangannya memeluk erat tubuh Niko, sedangkan kepalanya bersandar di atas bahu Niko. Tangan Niko sendiri melingkari tubuh Owen dengan protektif.

Elsa menyapukan surai hitam Owen yang menghalangi dahinya. Memandangi wajah Niko sebentar, yang sedang mengernyit, sebelum membenahi selimut yang menutupi tubuh mereka.

Ia menahan dirinya sendiri agar tidak mengusap pergi kerutan yang terbentuk di antara kedua alis Niko. Ia pantas terlarut dalam mimpi buruk setelah apa yang ia buat Elsa mengalami. Demikian, rutuknya dalam hati.

Elsa telah hidup dalam mimpi buruk setiap harinya semenjak Niko datang ke kehidupannya.

Ia menutup pintu kamar Owen. Mendudukkan diri di depan televisi yang tidak menyala. Pikirannya membawanya kembali ke masa lalu, masa di mana semua kekacauan dan kesakitannya berawal.



.

.

.


"Ayo, ayo, ayo," Elsa tidak berhenti-hentinya merapal. Kakinya sudah mengentak-ngentak tidak sabar, sedangkan manik matanya memindai sekelilingnya. Dalam hati, berharap tidak ada seorang pun yang menyadari absensinya. Tangannya, yang berbalut sarung tangan putih, menggenggam erat ponselnya, menunggunya hidup.

Ia nyaris terlonjak ketika ponsel tersebut langsung berdering sesaat setelah warna terpancar keluar darinya. Nama 'Julian' terpampang besar di atas layar. Ia tidak membuang waktu menerimanya.

"Elsa!" Suara lantang Julian saat itu juga langsung menyambar telinganya. Memacu air mata Elsa, yang sudah berhari-hari ia tahan, seketika tumpah, tak lagi mampu dibendung.

Ini adalah suara seseorang yang sangat ia rindukan.

Elsa berusaha menahan isakannya. Ada hal lebih penting dan mendesak yang harus ia sampaikan. Ia menutup mulutnya dan berusaha menekan ponselnya agar lebih mendekat ke telinganya. Ia ingin Julian ada di sini, saat ini juga!

Choices (WonHui GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang