Suasana perpustakaan kampus terlihat cukup ramai siang ini. Kursi-kursi yang disediakan tampak hampir terisi semuanya. Meja Rana terlihat penuh walau hanya diisi dirinya seorang, terdapat tumpukan buku dan laptop yang menyala. Jarinya sibuk mengetikan kata demi kata dari literatur itu. Rana terlihat begitu serius mengerjakan tugas entah apa isinya itu.
"Loh, Rana? Nggak ada kelas?" tanya Caca yang entah sejak kapan berdiri di dekatnya.
"Nggak ada, kalian juga nggak ada kan?" balas Rana diikuti anggukan keduanya.
Nampaknya Caca tak sendirian, di sampingnya sudah ada Rita –sahabat Rana yang lain– yang berdiri di samping Caca. Mereka segera mengambil duduk di kursi depan Rana yang masih kosong.
"Lo ngerjain apa sih, serius amat?" tanya Dira penasaran kepada sahabatnya itu.
"Tugas matkul pengantar arsitektur. Kalian udah selesai?" tanya Rana balik kepada mereka.
"Ya ampun rajin banget sih lo, deadline nya masih sebulan lagi juga. Boro-boro selesai, gua sentuh aja belum," sahut Caca.
"Lo tuh terlalu ambis sama rajin, Na. Udah sekarang jarang nongkrong sama kita lagi," kata Dira menyindir sahabatnya itu.
"Atau jangan-jangan lo udah punya pacar ya, terus lo nggak mau hang out bareng kita lagi, gitu?" curiga Dira yang seolah mengintrogasi.
Rana yang dicerca pertanyaan oleh sahabatnya itu menghentikan aktivitasnya sebentar. Ia berniat menjawab pertanyaan mereka, tetapi masih memikirkan kata yang tepat.
"Ya kan lo udah punya cowok?" tambah Caca.
"Aku nggak punya pacar sumpah. Jangan nuduh yang aneh-aneh ya kalian!"
'Tapi punya suami.'
Kata ini hanya bisa diucapkan dalam hatinya tanpa bersuara. Memang benar kan dirinya tidak mempunyai pacar? Ia belum siap mengungkapkan statusnya yang sebenarnya kepada para sahabatnya ini.
"Terus kenapa udah jarang nongkrong sama kita lagi?" cerca Caca lagi.
"Kan kalian tahu ayah aku lagi sakit," jawabnya pada akhirnya.
"Oh iya ya, gue lupa. Sorry ya Ran," ucap Caca pada akhirnya dan dijawab anggukan oleh Rana.
Mereka akhirnya sibuk dengan hal mereka masing-masing. Rana melanjutkan tugas, Caca sibuk dengan sketch book nya yang entah menggambar apa, dan Dira asyik dengan laptopnya yang sepertinya juga mengerjakan tugas.
"Lo ada kelas lagi nggak na hari ini?" tanya Dira memecah keheningan.
"Ada nanti jam 2, bareng kalian juga kan?" balas Rana.
"Kelas matkul apa?" sahut Caca yang nampak kebingungan.
"Building Construction and Design sama Prof. Windu, bukannya kita barengan ya?" tanya Rana lagi menanggapi kebingungan Caca.
"Kan kelasnya diganti besok, Na. Kamu nggak cek grup angkatan?" sahut Dira kepada sahabatnya itu.
"Eh? Iyakah?"
Rana langsung mengecek grup chat yang dimaksudkan sahabatnya itu dan benar saja ada sebuah pemberitahuan yang seperti dibilang Dira.
"Untung aja diundur besok, masih bisa belajar buat kuis gua. Susahnya minta ampun deh kalau ketemu soal-soal dari dosen itu," keluh Caca kepada kedua sahabatnya.
Rana yang mendapati pengumuman itu segera beranjak dari kursi itu. Niatnya, Ia ingin pulang karena sudah tidak ada kelas lagi untuk hari ini. Tugas yang ia kerjakan juga hampir selesai, tinggal merapikan beberapa bagian saja. Ia berpikir bisa melanjutkan tugasnya di rumah. Entah mengapa semenjak pernikahan dadakannya dengan Cakra ia lebih senang menghabiskan waktunya di rumah. Entah ada Cakra ataupun tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
[IM]PERFECT FATE - UNPUBLISHED SEBAGIAN
General FictionKirana, a girl with complicated mind. She has been hurt too many times. She looks strong enough to face her fate. But, if you look closer she's dying. Fate doesn't care about her plans. She's mentally exhausted. Cakra, a charming guy with myster...