part 12

24 8 0
                                    

Selamat membaca!


***

Kenzia melangkahkan kakinya menuju kafe Plaza, sesuai janjinya dia akan bertemu Gentari hari ini. Dia belum kembali beraktivitas sebagai seorang pelajar dikarenakan dia belum mendaftar ke sekolah barunya. Baginya, dia harus tau terlebih dahulu siapa pelaku sebenarnya di balik kejadian ini. Sebelum namanya di bersihkan kembali, dia akan tetap mencari tahu.

Kenzia menunggu sekitar setengah jam hingga akhirnya orang yang ia tunggu datang, Gentari Luciana. Kenzia menatap Gentari, urung menyapanya hingga gadis itu duduk i depannya.

“Hm—ada apa, Zi?” tanya Gentari gugup.

“Gue tahu kalo lo tahu tentang ini. Gue cuma mau denger langsung dari lo,” ucap Kenzia.

“Emmm... apa Zi?”

“Soal foto itu, bener lo yang nyebarin?” tanya Zia tak menatap Gentari.

“Zi, asal lo tau yah. Gue emang goblok, urakan, grasak tapi mana mungkin gue tega ngelakuin ini sama lo,” ucap Gentari kecewa. “Oh, gue ngerti sekarang. Kenapa yang lain jutek sama gue hari ini. Kalian nuduh gue tanpa bukti, bahkan Gibran pun jauhin gue.” Gentari memutar bola matanya jengah.

“Terus gimana dengan lo yang ninggalin gue waktu itu? Kenapa lo ninggalin gue hah? Disaat gue butuh kalian bertiga, kalian dimana?!” jawab Kenzia. “Lo bisa jawab? Lo bisa kasih gue penjelasan kenapa kalian lakuin itu? Nggak kan?!”

“Gu—gue, maaf Zi, itu ...” Kenzia bangkit sebelum Gentari menyelesaikan pembicaraannya. Ketika Kenzia hendak pergi, Gentari dengan sigap menghadangnya. Menyebabkan Zia tidak bisa lewat.

“Minggir,” perintah Zia  dingin.

“Maaf Zi. Gue bisa jelasin semuanya, ini gak seperti yang lo kira,” bujuk Gentari. “Oke. Gue ngaku gue salah saat gue ninggalin lo waktu itu. Tapi yang nyebarin foto itu bukan gue.”

“Gue gak mau denger lagi, minggir sekarang!” bentak Kenzia.

Gentari mau tak mau memberikan jalan untuk Zia.

“Kenzia! Asal lo tau, bukan gue aja yang ada di sana waktu itu,” teriak Gentari.

Zia pun berhenti melangkah dan membalikkan tubuhnya.

“Makasih, Tar,” ucap Zia senyum miris. “Makasih, gara-gara lo gue di bikin malu. Gue di cap sebagai cewek gak bener sama semua orang. Lo pernah bilang lo mau bikin gue malu sampe pengen ilang ke samudra pasifik dan ya, lo berhasil.”

Kenzia meninggalkan Gentari yang masih mematung di tempat sambil mencerna kata-kata dari Zia. Benar, dia pernah bilang “Gue sumpahin yah lo di buat malu sampe pengen ilang ke samudra pasifik” di room chat grup mereka waktu itu.
Kenzia berjalan terus, dia lupa bahwa dia akan di jemput oleh Ali. Tapi entah apa yang merasuki dia, dia malah berjalan tanpa tujuan. dia tidak menyangka sahabatnya tega melakukan itu kepadanya.

“Halo, Zi. Lo masih di kafe? Gue punya kabar baru!” ucap seseorang yang meneleponnya.

“Kabar? Apa?” jawab Zia.

Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit

Suara klakson mobil membuat Zia terlonjak dan menjatuhkan ponselnya. Dia tidak sadar, dia berjalan di jalan raya bukan di area pejalan kaki. Untungnya mobil itu langsung di rem mendadak oleh si pengemudi. Zia pun segera menepi dan mengambil ponselnya untung saja tidak terlalu parah hanya retak di bagian depan tapi tidak mati.

“Zi? Zia lo kenapa?”

“Lo datang aja ke kafe biasa.”

Seorang gadis dan seorang pemuda keluar dari mobil tersebut. Mereka memakai seragam sekolah dari sekolah Zia. Dan mereka adalah Syafira dan Elvan.

“Kakak?” Zia berucap. Mengapa saudaranya itu memakai seragam dari sekolah Zia. Bukankah Zia dan Syafira berbeda sekolah. Zia keheranan.

“Otak lo tuh di pake dimana sih?! Gila lo,” bentak Syafira. “Lo bisa mati kalo Elvan gak nginjek pedal rem.”

“Bukannya, Kakak sekolah di SMU Darma Bangsa? Kenapa Kakak pake seragam SMA Prasaja?” tanya Zia tak menjawab ucapan dari kakaknya.

“Penting buat gue jawab?”

“Oh, maaf Kak.” Zia berbalik, hendak meninggalkan mereka berdua. Elvan banyak diam, dia hanya sesekali melihat ke arahnya ketika sedang ngobrol tadi bersama Syafira.

“Tunggu,” ucap Syafira. Lalu mendekati Zia. Zia tak berbalik, dia hanya menghentikan langkahnya.

“Gue sama Elvan udah pacaran, dan Mama juga udah setuju. Jadi lo jangan lagi deketin dia, paham?” bisik Syafira.

Damn..

Zia mematung. Apa yang baru saja di katakan Syafira berhasil membuatnya berkaca-kaca. Zia sudah kalah bahkan sebelum memperbaiki semuanya. Mengapa Elvan tega menyakiti hatinya dengan cara berpacaran dengan kakaknya? Hatinya kini merasakan sakit yang amat sangat. Dalam beberapa detik dia masih diam. Sebelum tangan lentik nya itu terkibas.

Plakk

“APA-APAAN SIH LO?!” Syafira mendorong tubuh Zia dan hampir saja jatuh. Untungnya Ali dengan sigap menangkapnya. Elvan yang melihat itu langsung menghampiri mereka. Dan merengkuh Syafira dalam pelukannya.

“Kamu gak apa-apa?” tanya Elvan pada Syafira yang masih memegang pipinya yang terasa panas. Zia hanya diam sambil menatap marah ke arah Syafira maupun Elvan. Air matanya tumpah dan tak sempat ia bendung.

“Cewek kayak lo harusnya mati aja!” sarkas Syafira.

“Zi, lo gak kenapa-napa?” Ali buka suara.

“Syafira, ayo pulang.” Tanpa basa-basi Elvan membawa Syafira pergi dari sana. Syafira terus saja mengeluarkan kata-kata buruk kepada Zia. Namun kembali Zia masih setia dengan diamnya.

You Wan't Understand [TAMAT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat