2. Still Here

2.5K 382 100
                                    

Empat hari Seokjin berusaha mencari kabar tentang sang Adik, juga siswa-siswi lain yang juga belum ditemukan. 

Hasilnya?

Nihil. Seokjin beserta ayah dan ibu tidak menemukan apapun. Kabar terakhir yang ia dapat dari Jeonghwa--teman Yoongi yang berhasil selamat--, adalah Yoongi memberikan rompi pelampung miliknya dan mendorong Jeonghwa untuk keluar terlebih dahulu, walau air hampir mencapai dada pada saat itu. Setelahnya, saat Jeonghwa berbalik, ia tak lagi melihat Yoongi di belakangnya.

"Yoongi ada di belakangku saat itu. Tapi ia melepas pelampungnya dan memberikannya padaku. M-maafkan aku, Seokjin Hyung .... Kalau saja aku tidak menerima pelampung dari Yoongi--"

Dan Seokjin tidak ingin mendengarnya lagi. Lelaki dua puluh tujuh tahun itu tersenyum tipis, menenangkan anak yang hampir menangis di depannya, walau matanya sendiri memerah. Lagi pula, Seokjin masih punya harapan tinggi. Ini hari keempat dan evakuasi belum dihentikan. Ia masih punya harapan.

Tapi nyatanya, kini hampir seminggu dan Seokjin tak mendapat apapun. Dirinya, ayah, ibu, bersama orangtua yang lain sering menunggu di dermaga hingga hari hampir malam. Mendatangi gereja setiap pagi untuk memohon bantuan Tuhan, bahkan tak jarang meminta tim evakuasi untuk mencari hingga melebihi batas waktu.

Dan yang mereka dapat?

Tidak ada.

Kadang, Seokjin merasa bersalah dengan mengizinkan Yoongi mengikuti trip sekolah. Jika saja ia melarang Yoongi untuk pergi, apa Adiknya itu masih akan berada di sampingnya?

Mungkin saja begitu ....

Tapi siapa yang tahu jika hal seperti ini akan terjadi? Hal yang bahkan tidak pernah terpikirkan olehnya sama sekali.

***

Hari-hari Choi Jeonghwa tidak luput dari rasa bersalah. Ia merutuk, tentang bagaimana ia bisa menjadi begitu egois saat itu. Bagaimana ia bisa dengan senang hati menerima uluran rompi dari Yoongi dan membiarkan temannya berjalan di belakang, sementara dirinya naik ke geladak kapal dengan hembusan napas lega.

"Aku ... merasa seperti pembunuh," ia melirih. Tangannya membuka loker milik Yoongi, dan meletakkan sebatang cokelat. Hal yang setiap hari selama seminggu ini menjadi rutinitas wajibnya.

Yoongi suka cokelat. Jeonghwa ingat itu.

"Seokjin Hyung mencarimu, Yoongi ... kuharap kau selamat ...." Ia kembali menutup loker kepunyaan sang teman. Berjalan lunglai menuju parkiran untuk mengambil sepedanya dan segera pulang.

***

Seokjin tengah merapikan kamar Yoongi ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Panggilan dari nomor tidak dikenal. Meski begitu, ia tetap mengangkatnya.

Beberapa saat menunggu, lelaki itu menghela napas panjang ketika sang penelepon hanya diam. Seperti tidak berniat mengatakan sepatah kata pun, kendati detik demi detik telah berlalu. 

Ia mendengus jengkel. Ya ampun, sudah keberapa kali ia menerima telepon seperti ini dalam semingg--

"U-um ... aku tidak yakin, tapi apa ini Seokjin Hyung? Kim Seokjin Kakaknya Yoongi?"

Seokjin seketika mematung. Jarinya yang hendak memutus sambungan telepon terhenti, mengambang di udara. 

Suara di seberang itu--tolong katakan, bahwa ia tidak salah mendengar.

"O-oh ... bukan, ya?" Seokjin tidak dapat berkata apapun. Ini suara Yoongi. Benar-benar Yoongi.

"Kalau begitu, maaf .... Akan kumatikan teleponnya."

Paper Bird | Brothership ✔Where stories live. Discover now