5. Everything's Ok

1.5K 280 39
                                    

"A-ah, Hyung!" 

Seokjin dengan sigap menangkap tubuh Yoongi yang terhuyung, dan membantunya untuk duduk di sofa. Lelaki itu tersenyum. "Jauh lebih baik dari kemarin," ujarnya seraya mengulurkan segelas air. 

Yoongi membalas Seokjin dengan senyum manisnya. Mengucap terima kasih pada sang Kakak yang telah menemaninya berlatih berjalan, dan meneguk air minum dengan rakus setelahnya.

"Mau ke kamar? Ayo Hyung bantu," tawar Seokjin. Yoongi menggeleng. "Ingin menunggu Ayah dan Ibu saja di sini." Anak itu meraih remot untuk menyalakan televisi, namun kembali ia matikan ketika melihat berita yang membuatnya gemetar ketakutan.

"Yoon, kau baik?" Seokjin mengelus lembut pipi yang lebih muda. Tangannya mengambil alih remot dan menjauhkannya dari sang Adik. Yoongi menghela napas panjang. Ia mengangguk kecil demi meyakinkan sang Kakak.

"Hyung, kemarin aku mendapat banyak cokelat dari teman-teman. Bisa tolong ambilkan satu di kamar?" pintanya, dan tak perlu waktu lama bagi Seokjin untuk beranjak. Pergi ke kamar sang Adik lalu kembali dengan sebatang cokelat di tangan. 

"Ini."

"Terima kasih, Hyung."

"Iya ...." Seokjin duduk di samping Yoongi. "Jadi, apa saja yang Adikku ini lakukan di sekolah?" Yoongi terkikik lucu atas pertanyaan Seokjin. Ia sandarkan kepala di bahu lebar sang Kakak.

"Banyak," jawabnya, "Yoongi dapat banyak sekali cokelat juga permen di loker. Yoongi juga membuat burung kertas! Tahu tidak, Hyung? Dong Ae bilang, burung kertas itu lambang harapan. Tahu berapa jumlah burung kertas yang mereka buat, Hyung?" Seokjin menggeleng kecil.

"Teman-teman sudah membuat sembilan ratus sembilan puluh sembilan, dan aku yang menjadikannya seribu! Dong Ae juga bilang, seribu burung kertas untuk satu harapan yang terkabul." Binar mata Yoongi begitu nampak. Seokjin tersenyum lembut. Merasa hatinya menghangat dengan keberadaan sang Adik di sampingnya.

"Jadi, setelahnya kami pergi ke auditorium, berdoa untuk teman-teman yang lain. Dong Joon yang memimpin doa, tapi ia menangis di pertengahan." Tawa kecil Yoongi membuat Seokjin ikut terkekeh.

"Aku rindu teman-teman ...," Yoongi melirih. 

"Kau mau mengunjungi laut, Yoon-ah?" Seokjin bertanya dengan hati-hati. Ia tahu betul, Yoongi tidak baik-baik saja setelah kejadian itu. Fisiknya mungkin baik dan bisa segera pulih. Tapi di dalam sana, Seokjin yakin kejadian beberapa minggu lalu menimbulkan trauma, luka, juga rasa takut pada laut bagi Yoongi.

"Um ... Yoongi ingin, sebenarnya. Tapi, Yoongi ingin pergi setelah bisa berjalan." Seokjin mengangguk paham. "Jangan memaksakan diri. Hyung akan menemanimu pergi, kapanpun yang kau mau," tuturnya lembut. Seokjin juga tidak ingin memaksa jika Adiknya itu benar-benar belum siap. 

Yoongi tersenyum manis. "Terima kasih, Seokjin Hyung."

***

Sore ini, Yoongi kembali berlatih berjalan. Kali ini dengan sang Ayah, karena Seokjin harus pergi keluar bersama Ibu untuk membeli beberapa kebutuhan rumah. Jujur saja Yoongi merasa canggung. Ia dan Ayahnya tidak pernah sedekat ini sebelumnya, karena Yoongi lebih dekat pada Seokjin ketimbang Ayah ataupun Ibu.

"A-ayah! Yoongi akan jatuh!" anak itu berteriak histeris saat merasa kakinya melemas. Beruntung, sang Ayah dengan sigap menangkap tubuhnya. Membuat dirinya menghembus napas lega karena tak harus beradu dengan kerasnya lantai.

"Kita sudahi dulu, ya?" Tawaran Ayah dibalas dengan gelengan.

"Sebentar lagi, Ayah," anak itu memohon dan kembali berusaha untuk bangun, walau harus kembali terjatuh karena kakinya tidak lagi memiliki tenaga untuk menumpu.

"Dilanjutkan besok saja ya, Yoon? Kau sudah lelah sekali," Kim Won Sik berujar, dan kali ini Yoongi menurut. Tak lagi menolak ataupun membantah, karena ia benar-benar sudah lelah.

"Ayo naik ke punggung Ayah." 

U-uh? 

Yoongi menunduk dalam. Ia malu. Jika bersama Seokjin sih, tidak apa. Tapi kali ini adalah Ayahnya.

"Tidak perlu malu. Ayah masih sanggup menggendongmu, kok," sang Ayah kembali berujar. Senyum tipis terlukis di wajahnya saat melihat semburat merah malu di pipi putra bungsunya.

Tatapan Ayah yang teduh juga yakin membuat Yoongi mengangguk kecil. Dengan perlahan ia mengalungkan tangan pada leher sang Ayah. 

"Maaf, Ayah. Yoongi berat, ya?" anak itu melirih.

Kim Won Sik terkekeh. Ia baringkan putranya di atas kasur dan menyelimutinya sebatas dada. "Tidak. Sekarang tidurlah, akan Ayah temani."

Meskipun terasa canggung, tapi Yoongi tetap menurut. Anak itu memejamkan mata dan terlelap beberapa saat kemudian. Tubuhnya yang cukup lelah membuatnya bisa tertidur dengan cepat.

Won Sik belum beranjak dari tempatnya. Lelaki itu sengaja menunggu hingga si bungsu tertidur lelap. Baru ketika dirasa Yoongi benar-benar pulas dalam tidurnya, ia berdiri. Hendak keluar jika saja tak mendengar lirihan sang putra.

"U-ungh ... aku tidak mau mati."

"Ayah, tolong .... Ibu, Seokjin Hyung ... tolong ...."

"A-aku takut mati."

"Yoon?" Tanpa aba-aba Won Sik mendekat. Lelaki itu mengelus kening Yoongi, lalu turun ke pipi. Menepuknya pelan kala sang putra tidak kunjung tenang.

"Gi?"

"Ayah ...." Won Sik menghela napas lega. Ia balas sorot takut sang putra dengan tatapan lembut.

"Ayah ada di sini?" Ia mengangguk kecil. "Iya, tidurlah. Kau aman, Ayah ada di sini."

Nyatanya, kalimat yang terlontar dari bibirnya berhasil menggiring Yoongi untuk kembali tertidur. Lelaki itu memilih menunggu untuk beberapa saat. Memastikan Yoongi tertidur lelap--benar-benar lelap kali ini--dan keluar setelahnya.




TBC

Paper Bird | Brothership ✔Where stories live. Discover now