3. Thank you

2K 334 55
                                    

Yoongi mendengus jengah menatap Jeonghwa yang menunduk di hadapannya. "Kalau kau kemari hanya untuk menangis seperti itu, lebih baik pulang saja," tuturnya yang berhasil membuat Jeonghwa tersentak.

Setelahnya, anak itu mengangguk pelan. Menghapus kasar air matanya, lalu berbalik. Hendak keluar dari kamar rawat, yang membuat Yoongi membulatkan mata terkejut.

"H-hei! Kau benar-benar akan pergi? Ta-tapi 'kan, aku hanya bercanda! Maafkan aku!" Adik dari Kim Seokjin itu berseru keras.

Yang benar saja! Ia hanya bercanda, tapi Jeonghwa benar-benar akan pergi?

"Ayo putar balik, Jeongiee! Aku tidak suka sendirian!" Yoongi tanpa sadar merengek. Meminta agar sang teman memutar kemudi dan mendekat padanya. Tapi tidak berhasil, nampaknya. Karena Jeonghwa berjalan lurus menuju pintu tanpa peduli pada rengekan Yoongi.

"Ya, ya! Pergi saja dan aku akan marah padamu! Benar-benar marah!" Berakhir dengan Yoongi yang mengancam. Kedua tangan ia lipat di depan dada, lengkap dengan wajah yang dipalingkan. Berlagak marah, walau nyatanya Yoongi tak akan bisa marah semudah itu.

"Astaga, aku tidak pergi, Yoon. Jangan merajuk seperti itu." Jeonghwa tertawa gemas. Secepat kilat ia berbalik dan mendekati Yoongi yang betah memalingkan muka, "Tapi, kalau kau masih enggan melihatku, sebaiknya aku pergi sa--"

"Tidak boleh!" Ucapannya dipotong cepat. Lagi-lagi Jeonghwa tergelak. 

"Iya, aku tidak pergi."

Anak itu mengambil sebuah apel, lalu mulai mengupasnya. Memotong, dan memberikannya untuk Yoongi.

"Maaf. Karena aku kau jadi seperti ini, Yoongi ...," Jeonghwa melirih. Memberanikan diri untuk menatap kedua manik cokelat Yoongi, "Aku berterima kasih, tapi juga merasa bersalah padamu. Karenamu aku selamat, tapi ... kau jadi seperti ini karena menolongku."

"Aku mengirim banyak doa pada Tuhan. Meminta agar kau dan teman-teman yang lain bisa selamat. Aku datang ke sekolah setiap pagi. Kau tahu, Yoon? Sekolah jadi benar-benar berbeda. Terasa asing karena banyaknya burung kertas menggantung di setiap jendela, yang sebenarnya milikku juga." Ia terkekeh pelan, "Aku membersihkan lokermu setiap pagi. Jadi, kau tidak perlu khawatir lokermu akan kotor. Aku juga meletakkan cokelat di sana, karena aku tahu--"

"Cokelat?!" Jeonghwa mengangguk.

"Iya ...."

"Ada berapa banyak?" Yoongi bertanya cepat. Nampak bersemangat sekali. Seperti ucapan panjang lebar dari Jeonghwa hanya dianggap angin lalu.

"Ada tujuh, delapan, atau mungkin sembilan hingga hari ini? Teman-teman yang lain juga memberi. Mereka tahu kalau kau suka cokelat."

"Aku ingin segera memakan semuanya! Bisa bawakan semua cokelatnya kemari, Jeongie?" Binar memohon Jeonghwa dapat. Ia menggeleng cepat.

"Kau harus datang sendiri untuk mengambilnya. Teman-teman pasti senang melihatmu kembali."

Walau sedikit kecewa, Yoongi tetap mengangguk. Ia juga ingin bertemu dengan teman-teman yang lain. Tapi jujur, ia belum sanggup. Yoongi belum memiliki cukup keberanian untuk bertemu dengan banyak orang.

***

Jeonghwa sudah pulang beberapa saat lalu, dan saat ini, hanya ada Ayah dan Ibu yang menemani Yoongi. Seokjin pamit pulang untuk mengambil beberapa baju milik Yoongi, karena Adiknya itu masih harus menginap di rumah sakit beberapa hari lagi.

"Y-yoongi ... Yoongi takut sekali, Ayah. Kapalnya tenggelam perlahan dan airnya mulai masuk. Awalnya hanya sebatas tumit, tapi semakin banyak air yang masuk hingga menyentuh dada. 

--Yoongi takut, Ayah .... Yoongi tidak bisa merasakan kaki lagi saat itu. Takut, hiks ... takut sekali ...."

Kim Won Sik sukses dibuat bungkam, tak bisa menjawab. Lelaki itu memeluk erat si bungsu. Membiarkan Yoongi menangis dalam pelukan hangatnya. Tangisannya terdengar pedih sekali. Mata dari ayah dua anak itu sampai memerah dibuatnya. 

Sementara Ibu sudah menangis sedari tadi. Sejak Yoongi bercerita, mengingat kembali apa yang terjadi ketika kapal perlahan tenggelam, ketika air mulai masuk, dan ketika bungsunya itu tak lagi bisa merasakan tubuh. 

Wanita itu memilih untuk keluar dari ruangan ketika mendengar bungsunya meraung. Memilih untuk terisak sendirian di kursi depan kamar rawat, sembari mencengkeram dada yang sejak tadi terasa sesak.

Ibu tidak bisa menahannya. Rasanya benar-benar sakit ketika mendengar tangis Yoongi. Ia merasa tidak sanggup berada di dalam lebih lama.

"Ibu? Kenapa ada di luar--Ibu kenapa menangis?" Seokjin yang baru datang dipeluk erat. Lelaki itu nampak terkejut ketika melihat bahu Ibunya bergetar dalam pelukan. Ibu menangis tertahan di sana.

"Adikmu, Jin-ahh ...."

Seokjin yang semula terdiam mengangguk paham. Ia bantu Ibunya untuk duduk. Seokjin melonggarkan pelukannya untuk menghapus air mata perempuan paling berjasa dalam hidupnya.

"Ibu ... tidak apa. Yoongi baik-baik saja. Adikku baik-baik saja. Kita masuk ya, Bu? Kita temui Yoongi. Ia pasti sangat merindukan Ibu," tuturnya lembut. Butuh waktu sampai sang Ibu mengangguk setuju. 

Wanita itu menghapus kasar air matanya. Memejam sebentar, berusaha untuk menyembunyikan tangis, dan membuka pintu perlahan.

"Ibu ...."

"Yoon ...."

Air mata yang beberapa saat lalu ditahan kembali jatuh. Ibu memeluk Yoongi erat sekali, nampak sekali rindunya, membuat Ayah memilih untuk menjauh. Mengamati bersama Seokjin di belakang sana.



TBC

Paper Bird | Brothership ✔Where stories live. Discover now