Being a jerk 2

5.8K 1K 288
                                    

Malam itu Jeon-Jonas masih di tempat yang sama, masih melakukan hal yang sama. Melihat secara langsung, apa dan bagaimana perubahan di seluruh gedung yang ia punya. Kasinonya berjalan dengan baik. Bar serta gedung hiburan lain juga berjalan sempurna, hanya perlu menambah beberapa botol minuman, mengganti wanita-wanita yang sudah mengemban tugas bertahun-tahun dengan yang lebih segar, kemudian menambah fasilitas kasino yang memang dibutuhkan.

Lalu hujan datang, dan ia sudah tidak berpikir dua kali saat Nevan muncul dengan menggenggam satu kunci mobil. Ia meminta kunci tersebut, bergegas keluar dari gedung dengan menaruh satu tangan di atas kepala, melindungi tubuhnya dari barisan hujan.

Ferrari tersebut ia masuki, segera membawanya pulang ke rumah. Dan begitu sampai di sana, ia memarkir asal Ferrari milik Nevan tersebut bersisian dengan mobil-mobil yang lain.

“Bos, Nyonya Melisssa—” Ia tahu, meski anak buahnya belum selesai menjelaskan, ia cukup tahu. Melissa membutuhkannya sekarang.

Jeon-Jonas berlari menaiki undakan tangga, mengabaikan salam hormat yang karena terlalu sering diucapkan, sudah membuatnya jenuh. Tujuannya kali ini hanya satu, mendorong keras-keras pintu kamar yang ia tempati dengan Melissa, kemudian—kemudian—

Seseorang telah di sana.

Menenangkan Melissa-nya yang memiliki ketakutan pada petir, lalu dengan lancang—membelai pipi yang seharusnya tidak boleh disentuh. Tapi Melissa diam saja, gadis itu tidak memberontak.

Gadis itu—menyukai apa yang ia terima.

Ada panah yang beterbangan, menghujaninya tanpa jeda. Seandainya nyata, Jeon-Jonas akan mati, terkulai begitu saja.

“B-Bos, ini, ini—”

Ia melangkah lebar, menarik Ben yang belum siap menerima keadaan. Tarikannya keras, menjepit kerah pakaian Ben, hingga pria kesulitan mengambil napas.

Tidak ada satu hal pun yang diinginkan Jeon-Jonas selain menghabisi pria itu sekarang juga.
Ben dibawa keluar dari dalam kamar, meninju rahang dan setiap sisi wajahnya dengan kepalan tangan yang mengetat.

“Bos, saya—”

Tidak! Ia tidak ingin mendengar apa pun!

Ben yang sudah kehilangan rasa pada wajah, ia lemparkan hingga terhuyung ke lantai. Satu tangannya masih mencekik pria itu, sementara tangan yang lain masih belum puas memberi pukulan demi pukulan.

Kesadaran Ben menipis, dan Jeon-Jonas bersumpah bahwa ia tidak peduli. Ia menarik Ben hingga berdiri secara refleks, masih memukuli wajah pia itu hingga mata Ben membengkak.

Ben tidak membalas, hanya mengerang pelan dan sempoyongan.

Dan saat Jeon-Jonas masih setia menarik tubuhnya menuruni undakan tangga, ia terbatuk, tercekat oleh darahnya sendiri. Anak buah yang tadinya berjaga di luar, berlari masuk ke dalam, membelalak saat melihat Ben sudah nyaris kehilangan nyawa.

Kendati demikian, tidak ada yang berani menghentikan, terutama saat Jeon-Jonas masih mengepalkan tangannya yang berdarah, lalu meninju rahang bawah Ben hingga pria itu benar-benar kehilangan kesadaran.

Jeon-Jonas berteriak, berniat memecahkan sesuatu ke kepala pria itu, yang kemudian ditahan oleh dua anak buahnya, menggenggam masing-masing tangan Jeon-Jonas agar pria itu tidak lagi melakukan apa-apa. Ben yang terkulai di lantai, segera diangkat oleh anak buah yang lain, membawanya pergi entah ke mana.

🌷🌷

Berulang kali. Berulang kali Jeon-Jonas memberitahu dirinya sendiri agar membicarakan semuanya baik-baik dengan Melissa, menanyakan kejadian yang sebenarnya, lalu berakhir dengan memaafkan wanita itu.

MY PINKY✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora