29. Bisakah?

58 4 0
                                    

29. Bisakah?

(senin, 6 november 2017)

"Indy! Bangun In..." Morgan berkata dengan air mata yang sudah berjatuhan sejak tadi. Laki-laki itu ikut mendorong bed pasien yang diatasnya terdapat Indy.

Darah terus mengalir dari arah kepala serta beberapa luka bekas terkena aspal masih memerah. Hidung Indy mulai di berikan Alat bantu pernapasan dengan dokter wanita yang berada di atasnya dengan tangan yang terus memompa agar detak jantung Indy tidak menghilang.

"Adek tunggu sini," kata suster tersebut kemudian menutup pintu UGD.

Morgan menengang, air matanya terus berjatuhan. Dirinya berjalan mundur hingga membentur tembok.

Tubuhnya merosot karena kakinya sudah tidak bisa lagi menopang berat tubuhnya.

Dirinya terlalu kacau. Indy!—seharusnya Indy tidak menyelamatkannya. Seharusnya dirinya lebih fokus untuk berjalan. Seharusnya, Indy tidak mengorbankan tubuhnya hanha untuknya. Seharusnya—

Morgan menekuk kakinya, memeluknya dengan menenggelamkan kepadanya di atas dengkul.

Dirinya benar-benar merasa bodoh.

"Indy... Maafin Morgan..." air matanya terus mengalir sedih, mengingat hanya Indy yang selalu mengerti posisinya.

Tiba-tiba saja tangannya di tarik paksa membuat Morgan langsung berdiri. Tatapannya bertemu dengan Cantika.

Plakk!

"Mah..."

"KAMU APAKAN ANAK SAYA?!"

"Morgan—"

"Kamu... Dasar anak tidak tahu diri!!! Kenapa kamu mencelakakan anak saya?!" sentak Cantika membuat Morgan menunduk.

"Maafin Morgab mah..."

Dagu Morgan di pegang oleh Cantika membuat Morgan yang tadi menunduk menjadu menatap ke arah Chika. "Kamu... Kamu pikir kamu siapa?! Kenapa harus Indy yang kecelakaan! Kenapa bukan kamu!!"

Kata-kata 'kenapa harus Indy yang kecelakaan Kenapa bukan kamu' benar-benar menyakiti hatinya.

"Mah... Morgan gak tau, tiba-tiba—"

"Sudah saya peringatkan untuk menjauhi Indy! Kenapa kamu terus mengusiknya?!" Cantika berteriak. Batas kesabarannya sudah benar-benar habis jika dihadapkan oleh Morgan.

"Mah... Morgan—"

"MORGAN! MORGAN! MORGAN! saya muak dengan nama itu!"

Morgan benar-benar terluka dengan perkataan Cantika. Tangannya memegang dadanya, benar-benar terasa sesak di sana. Laki-laki itu terus meneguk air liurnya secara kasar, guna untuk menetralkan rasa sakitnya.

"Kamu tau? Dimanapun kamu berada itu selalu membawa SIAL! KAMU ITU PEMBAWA SIAL, MORGAN!!!"

Cantika melepaskan tangannga dari dagu Morgan.

"Kamu sudah membunuh ayah saya. Sekarang kamu mencoba untuk membunuh anak saya, iya?!" gertak Cantika.

"Morgan gak pernah membunuh kakek!" bela Morgan dengan mata yang memerah. Bibirnya bergetak ketika mengucapkan itu.

"Kamu membunuhnya!" bentak Cantika.

"Kalau sampai Indy kenapa-kenapa." matanya menatap tajam Morgan. "Kamu yang akan menanggung semua akibatnya,"

^^^

Keesokkan harinya, baik Ersya,Kenzo,Damian,Erza,Danial dan Gavin benar-benar sudah berada di depan rumah Morgan.

MOCHI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang