XIV

291 66 11
                                    

"Charles, apa maksudmu?"

Pria tinggi itu menatap lekat pada sepasang mata indah istrinya. Tak lama ia menghela nafas pelan dan tertunduk untuk beberapa saat sebelum kembali mendongak.

"Apa kau menyukai baginda raja?"

"Apa?"

"Kau menyukainya?"

"Tentu saja. Beliau adalah raja yang baik dan selalu mementingkan rakyatnya. Bagaimana bisa aku tak menyukainya?"

"Joana.."

Ia menjeda sejenak kalimatnya. Mengalihkan pandangannya ke kalung liontin pemberian sang raja. Charles kembali menatap Joana yang masih setia menunggu kelanjutan ucapannya.

"Kau tau betul bukan itu yang aku maksud."

"Ya aku tau. Dan aku rasa pertanyaan itu tak seharusnya kau tanyakan."

"Kau hanya perlu menjawabnya. Mengapa kau seolah menghindarinya?"

"Kau benar-benar tak tau jawabannya?"

"Jawab saja pertanyaanku."

Charles berujar dengan nada dingin. Sementara Joana mendelik tak percaya.

"Aku hanya menghormatinya Charles. Mengagumi karena kehebatannya dalam memimpin Fleur. Aku tak memiliki perasaan seperti yang kau tuduhkan."

"Aku tak menuduhmu."

"Aku tau. Kau tak bermaksud begitu."

Sahut Joana membelai rahang tegas sang suami. Charles kembali merengkuh tubuh ramping istrinya ke dalam pelukan.

"Walaupun banyak pria yang singgah di hatiku, percayalah Charles. Hanya kau tempatku untuk kembali. Kau adalah segalanya."

Ucapnya membalas pelukan Charles. Tak menyadari jika pria itu tersenyum manis di balik punggungnya.

"Jika kau benar tak memiliki perasaan itu, maka aku tak perlu khawatir lagi."

"Hm?"

"Jadilah selir raja."

Joana membelalakkan matanya dan sontak mendorong tubuh suaminya menjauh. Menatap Charles tak percaya.

"Apa?"

"Kau harus menjadi selir raja dan membantuku menggulingkan Jeffrey."

"Omong kosong macam apa ini Charles?"

Joana menghempas kasar genggaman tangan Charles di kedua pergelangan tangannya.

"Kau tak menyukainya kan? Maka itu bukanlah sebuah masalah."

"Charles!"

Nada suara gadis itu meninggi. Untuk pertama kalinya dalam empat tahun hidup bersama Charles.

"Aku tak tau apa yang membuatmu mendadak memiliki pemikiran tak masuk akal seperti ini. Tapi, bukankah hubunganmu dan Yang Mulia sangat baik? Ia bahkan menganggapmu sebagai pamannya sendiri."

"Kau tau Joana? Bahkan dalam menjalankan kabinet suatu negara, ikatan darah bukanlah hal yang begitu penting. Mereka membuang jauh-jauh hubungan itu."

"Siapa.."

Suara Joana sedikit lebih rendah kini. Menatap dalam pada sepasang surai kecoklatan milik sang suami.

"Siapa yang membuatmu menjadi seperti ini? Kau bukanlah orang yang berambisi seperti itu."

"Kau pikir tahta hanyalah suatu hal yang didasari dengan ambisi? Ada banyak hal yang tak kau ketahui tentang dunia yang kita tinggali istriku. Ini bukan hanya mengenai perebutan kekuasaan."

"Lalu apa alasannya?"

Charles kembali terdiam. Sejujurnya ia tak begitu yakin dengan alasan sebenarnya.

"Setidaknya kau harus memiliki alasan yang kuat. Dan bagaimana pun aku memikirkannya, aku tak bisa menemukan alasan yang kuat untuk mengkudeta Yang Mulia. Beliau adalah raja yang baik dan bijaksana. Begitu dicintai oleh rakyatnya. Jadi apa yang membuatmu ingin menggulingkannya?"

"Joana.."

"Apapun itu, jangan pernah melibatkan dirimu dalam pertarungan ini Charles. Sungguh, aku tak ingin kau menyesalinya. Dan jangan libatkan aku ke dalam permainanmu."

"Kau sudah lupa dengan yang dikatakan mendiang ayahmu?"

Joana menghentikan langkahnya yang hendak meninggalkan kamar. Gadis itu memejamkan matanya sejenak. Lagi. Ia sudah sangat bosan atas sikap Charles yang selalu membawa nama keluarganya. Sementara bibir Charles tersungging kini. Berjalan mendekat dan menepuk pelan puncak kepala istrinya kemudian merangkulnya.

"Jangan lupakan bagaimana masa lalu kita Joana. Ingatlah bagaimana aku datang sebagai penawar atas lukamu saat itu. Dan ingatlah bagaimana nama keluargamu berakhir karena kekejaman sistem kerajaan kita. Bukankah kau harus membalas perlakuan mereka padamu?"

Ujar Charles tepat di telinga Joana. Perlahan ia membalik tubuh sang istri hingga kini menghadap kearahnya. Mengangkat wajah Joana dan menatap teduh pada gadis yang  tampak jelas raut kesedihan di wajahnya.

"Jadilah selir raja dan bantu aku dari dalam."

"Yang Mulia tak tertarik denganku Charles."

"Tidak. Ia tertarik padamu. Sangat tertarik. Tak ada seorang pun di dataran Fleur yang bisa terhindar dari pesonamu."

"Bagaimana kau bisa begitu yakin?"

Pria itu tersenyum tipis. Melayangkan kecupan singkat di bibir merah Joana.

"Karena kau adalah mawar merahku."

~~~

JOANA [END]Where stories live. Discover now