EXTRA PART 2

435 17 2
                                    

Azki menatap lekat-lekat kotak cincin yang sudah lama dia simpan di dalam laci meja belajarnya. Tiba-tiba dia menyunggingkan sebuah senyuman. Kotak cincin yang sedang berada di tangannya, mengingatkannya pada masa lalu. Pada waktu lima tahun yang lalu. Mungkin, sudah sekitar enam tahun yang lalu.

Kemudian, Azki membuka kotak cincin tersebut. Terdapat sepasang cincin kawin yang terbuat dari emas putih. Yang satu, cincinnya tidak memiliki permata dan tidak bercorak alias polos. Sedangkan yang satu lagi, memiliki corak dan terdapat permata di tengah-tengahnya. Ya, yang polos untuk pengantin laki-laki, yang memiliki permata untuk pengantin perempuan.

Tiga hari telah berlalu setelah percakapannya dengan Fahmi dan Azka di sebuah kafe. Dan, selama tiga hari itu Azki selalu memikirkan perkataan kedua laki-laki itu dan mertuanya.

Suara ketukan yang berasal dari luar kamarnya terdengar, di susul dengan suara ibunya yang minta izin sebelum masuk ke dalam kamarnya. Setelah Azki memberikan izin, ibunya masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya lagi. Ibunya duduk di atas kasur Azki.

"Ada apa, bu?" Azki bertanya sambil memperhatikan wajah ibunya yang terlihat serius.

"Bagaimana mertuamu? Sudah sampai di Medan?" Azki mengangguk. Dua hari yang lalu, kedua orang tua Sekar memutuskan untuk pulang ke Medan. Dan kemarin, pagi-pagi sekali kedua orang tuanya Sekar berangkat ke bandara untuk pulang ke Medan. Jadi, kemungkinan kedua orang tua Sekar sudah sampai. Ibunya Azki mengangguk. "Sebenarnya, nak. Ada hal lain yang ingin bicarakan," kata ibunya. Azki mengangguk sambil mendengarkan. Azki tidak berniat untuk menjawab atau menyela perkataan ibunya. Azki sudah menebak apa yang akan ibunya katakan kepadanya.

"Selama kamu menikah dengan Sekar, apa kamu bahagia?" Pertanyaan ibunya sungguh tidak terduga. Jujur, Azki terkejut mendengarnya. Namun, Azki mampu mengendalikan ekspresinya. "Ibu hanya ingin tau. Tidak ada maksud apa-apa," jelas ibunya.

"Azki bahagia, kok, bu," jawab Azki. Tidak mungkin dia memberitahu yang sebenarnya pada ibunya. Ibunya mengangguk dan tersenyum. "Sebenarnya, apa yang ingin ibu bicarakan?" tanya Azki. Dia merasa pertanyaan ibunya yang sebelumnya hanyalah sebuah basa-basi. Pertanyaan yang sangat penting belumlah di sampaikan.

Ibunya bergumam cukup panjang sebelum pada akhirnya bertanya. "Kamu akan menikahi Syahirah?" Azki tidaklah terkejut. Dia sudah menduganya. Ibunya datang menemuinya hanya untuk membahas Syahirah. "Ibu dengar dari Azka, kalau Syahirah adalah cinta pertama kamu. Benarkah?" Azki mengangguk, membenarkannya.

"Nak, setiap orang tua hanya ingin melihat anaknya bahagia. Ibu tidak akan memaksa kamu untuk menikahi Syahirah. Jika kamu tanya kenapa, ibu hanya ingin melihat kamu bahagia dengan pilihan kamu," kata ibunya. Azki tersenyum. Dia sangat senang mengetahui ibunya sangat mengerti dirinya. "Ibu cuma kepengin mengatakan hal itu saja. Kalau begitu, ibu lanjut buat kue, ya?"

"Bu," panggil Azki. Dia meletakkan kotak cincin di atas meja belajarnya dan menghampiri ibunya. Azki duduk di samping ibunya. "Jika memang Syahirah adalah jodoh Azki, Azki akan menerimanya tanpa rasa terpaksa," kata Azki sambil memeluk ibunya.

"Apa kamu yakin?" Ibunya bertanya untuk memastikan Azki dan perasaan Azki.

"Azki tidak akan menikahi Syahirah karena permintaan terakhir Sekar. Walaupun, mungkin, Syahirah menikahi Azki karena rasa tanggung jawabnya terhadap permintaan terkahir Sekar dan orang tuanya Sekar," kata Azki. Ibunya tersenyum hangat sambil mengusap kepala anaknya yang sudah tumbuh dewasa.

***

Azki memakirkan motornya di depan pagar rumah Syahirah. Azki melepaskan helmnya dan menaruhnya di atas spion. Azki menghela napas berat sebelum turun dari atas motornya.

SYAHIRAH 3: Azki ✔Where stories live. Discover now