Khawatir

1.1K 170 5
                                    

Setelah mengantar Ervin ke kantornya, kini gue mengemudikan mobil Ervin menuju alamat Tante Rania, selaku pemilik usaha kue yang akan menjual ovennya ke gue.

Lokasi rumah Tante Rania tidak terlalu jauh dari kantor Ervin. Kurang dari satu jam berkendara, gue sudah sampai di depan bangunan warna aqua. Di bagian tembok depan terdapat tulisan Rania's Kitchen.

Seorang wanita  paruh baya menyambut kedatangan gue.

"Luishara ya?" tanya wanita itu mengajak berjabat tangan.

"Iya, Tan," gue menyambut tangannya.

"Saya Rania. Kamu kesini mau lihat oven yang kemarin Tante tawarin kan?"

Gue mengangguk sambil tersenyum. Kita memang belum pernah bertemu, kita hanya berbalas pesan via DM. Tante Rania mengajak gue masuk menuju ruang produksi di bagian belakang rumah. Beberapa pekerja telihat sibuk dengan bagian masing-masing. Rania's Kitchen memang hanya fokus pada urusan baking tanpa merambah ke makanan utama. Melewati mereka, gue dibawa masuk ke bagian gudang di samping dapur produksi. Di sana ada beberapa model oven yang terlihat masih bagus.

"Kamu bisa cek dulu," Tante Rania mempersilakan gue untuk masuk.

"Tapi aku nggak ambil semuanya, Tan. Aku baru mulai usaha, kayaknya baru bisa beli 2, itu pun kalo Tante mau ngasih dengan harga yang kemarin aku tawar."

"Nggak masalah, toh Tante nggak keburu mau jual juga. Kalau kamu mau, sisa yang kamu ambil itu bisa di simpan di sini dulu. Nanti kamu bawa kalau uangnya udah kumpul lagi," sahut Tante Rania ramah.

"Jangan, Tan. Sisa dari yang aku ambil mending Tante lepas aja kalo ada yang minat. Aku juga belum tahu kapan bisa ambil lagi. Daripada makan tempat di sini," gue menolak saran Tante Rania. Gue sungkan aja kalau ternyata nantinya gue belum bisa mengambil sisanya dalam waktu singkat.

"Ya sudah, senyamannya kamu aja," Tante Rania menyetujui ucapan gue. Sembari mengecek oven-oven di sini, Tante Rania terus mengajak gue ngobrol.

"Kamu baru mulai usaha ya?"

"Iya, Tan. Belum juga dua bulan."

"Tapi kata temen Tante yang pernah pesan makanan di kamu, rasa masakan kamu juara. Kayak nggak mungkin kalo kamu belum pengalaman sebelumnya. Keluarga kamu punya usaha restoran? Atau kamu pernah kerja di restoran?"

"Hmm sebenarnya Papa aku dulu punya usaha resto dan toko kue. Tante tahu La Resto de Alsha sama Pâtisserie Alsha?"

Tante Rania mengangguk. "Tante tahu, tapi Tante belum pernah makan di restonya karena selera Tante adalah masakan khas Indonesia. Cuma kalau untuk toko kuenya, Tante beberapa kali ke sana karena beberapa kue yang Tante suka hanya di situ yang paling enak."

Gue tersenyum bangga mendengarnya. "Resto dan toko itu dulunya punya Papa."

Wajah Tante Rania terlihat kaget. "Serius!?"

"Iya, Tante. Aku anak pertama Papa dan satu-satunya yang mewarisi bakat Papa," ujar gue bangga.

"Ya ampuunn. Pantesan aja wajah kamu bule gini," sambut Tante Rania semringah.

"Emm soal toko itu, Tante sempet denger gosip nggak enak. Maaf ya?"

"Nggak pa-pa kok, Tan. Itu memang bukan cuma gosip, tapi beneran. Ya, mau gimana lagi, udah kejadian juga."

"Pasti berat banget buat kamu jalanin. Kamu harus banyak sabar ya, Tante yakin kamu pasti bisa lewatin ujian ini dengan baik," Tante Rania mengusap bahu gue.

"Awalnya memang berat, tapi makin ke sini aku makin legowo. Dan sekarang saatnya aku mau ngajakin keluarga aku buat kembali bangkit, salah satunya dengan memulai usaha ini. Aku mau terusin bakat dan usaha Papa."

Chef LuiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant