9. dancing in the rain

71 27 5
                                    

"Chenle, dia tidak seharusnya berkeliaran seperti itu sekarang. Tubuhnya masih sakit Pak Wen, Nona An." dokter menjelaskan kondisi Chenle pada An dan Paman Wen.

"dia sangat ceria ku pikir dia sehat tapi semalam dia terus mengigau dan demam. Aku menyiapkan sarapan untuknya dan memaksanya tinggal tapi dia sangat semangat kerja kurasa, maafkan saya tidak bisa menahannya." An menyesal.

"ini bukan salahmu nona An, malah kurasa karena ada kamu dia bisa melupakan rasa sakitnya. Tapi ini bisa jadi hal buruk juga." dokter Xu mencoba menenangkan.

"lalu apa yang bisa aku lakukan untuknya" semakin kesini An merasa ia memang bertanggung jawab untuk Chenle. Memang apa lagi kepentingan dia masuk keluarga Chenle?

"kamu sudah melakukan tugasmu dengan baik An, Paman senang kau selalu sabar dengan Chenle, hanya selalu perlakukan Chenle dengan baik ya."

An diam berfikir tak banyak yang ia lakukan untuk Chenle, dia terus menganggap Chenle itu bukan siapa-siapa tapi terkadang dia merasa sangat harus memperlakukan dia dengan baik. Dia terjebak dalam pikirannya cukup lama.

..............

"An!! Ku pikir kau kemana? Kenapa tidak membalas pesanku?!" Chenle langsung keluar dari mobilnya dan menyerbu An yang sedang menunggunya diluar. Entah menunggu atau kebetulan berdiri disana dari 15 menit lalu.

"maaf aku bermain di taman belakang dengan bibi Jeon seharian."

"huh menyebalkan, lain kali bawa ponselmu. Aku sampai harus menelfon Paman Wen, malu tau."

"iya maaf." malu? Malu kenapa? Menanyai kabarnya? An menahan senyumnya dari Chenle.

"tapi kau menunggu ku pulang?" Chenle melepas topinya. "tidak, hanya ingin disini." tentu saja An akan menjawab begitu. Chenle mengerutkan kening, "benarkah? ya sudah masuk yuk."

"eem duluan aja." An menghindari Chenle lagi dan seperti biasa dengan santainya Chenle hanya membalas, "okay."

"Chenle?"

"kenapa?"

"apa kau--"

"kenapa?"

"tidak...tidak." An ingin bertanya apa Chenle baik-baik saja tapi dilihat dari segi manapun Chenle terlihat masih sakit mau dia sesemangat itu.

"Chenle--"

"kenapa sih An? Ayo masuk saja kau banyak kena angin luar yaa?"

"mau pulang kerumahku Le? Cuaca akhir-akhir ini bagus. Aku sudah lama tidak ke pantai."

"huh kau ini, masih mau pulang ternyata." Chenle bertemu juga dengan sofa putihnya, meluruskan kakinya dengan nyaman sebelum melihat lawan bicaranya lagi yang kini ikut duduk di sofa.

"kalau tidak mau tidak papa, aku pulang kapan-kapan saja. Tapi kau sudah bilang akan mengantarku kan tadi pagi."

"ee kapan?" Chenle menggeleng-gelengkan kepalanya berlagak mencoba mengingat apa saja yang ia katakan tadi pagi. An mencoba sabar dan mencari topik pembicaraan lain. "kau tidak lapar? Atau mau minum teh dulu?"

"An, let's go?"

"hah?"

"rumah pantai, yuk." Chenle menyebut rumah An dengan rumah pantai.

"sekarang? Kenapa tiba-tiba?" An benar-benar tidak menyangka Chenle setuju.

"aku kan tidak bilang tidak." mendengar itu An mencoba menahan dulu manusia tidak punya lelah di depannya ini, "makan dulu, bibi Tang bilang sedang membuat Malatang."

Investasi Cinta || ᴄʜᴇɴʟᴇWhere stories live. Discover now