Bab 2

3.2K 618 44
                                    

Hai haaaaii ....
Shofie update hari ini.
Happy reading


BAB 2

Sudah seminggu Aku berkutat dengan proyek yang sama. Mencari titik tengah antara keinginan sang suami dan istri, sehingga menjadi proyek yang melelahkan karena molor dari jadwal. Mereka berdua ingin rumah ini menjadi forever home, tetapi nggak ada satupun yang ingin mengalah. Jadilah selama seminggu ini aku menjadi penengah mereka.

Menjadi juri yang harus mencari jalan tengah.

Salah satu indahnya pernikahan adalah kompromi. Itu yang selalu aku ingatkan sama mereka berdua. Untung aku sayang sama mereka berdua. Gimana nggak sayang kalau mereka berdua adalah adik kandungku dan istrinya.

Ifa menginginkan open floor plan yang memungkinkan dia untuk mengawasi ruang keluarga yang menjadi pusat kegiatan rumah mereka. Dia ingin begitu membuka pintu depan bisa langsung melihat dapur.

Dengan berbekal berbagai macam desain rumah yang dia ambil dari pinterest, Ifa mencoba menjelaskan visi forever homenya. Sedangkan Aryo, adikku, menginginkan game room terpisah. Dia pun tak mau kalah, berbagai desain game room yang disimpan dari pinterest menjadi bekal dia beradu argumen dengan istrinya sendiri. Dengan alasan nggak ingin mengganggu sang istri atau anak-anaknya nanti. Padahal aku tahu itu akal-akalan Aryo. Dia hanya ingin punya ruang tempatnya untuk menyendiri, sebut saja mancave.

"Yo ... aku kan udah bilang, turuti istrimu. Happy wife is happy life, percaya lah."

"Mas, memang nggak bisakah mengurangi sedikit ruang keluarga dan dapurnya Ifa itu. Tidak harus segede kamar tidur, pokoknya cukup lah untuk aku ngegame."

Aku mencoba merubah-ubah denah yang awalnya sudah mereka sepakati. Aryo gemblung! Beberapa hari aku lembur sekarang harus dimentahkan lagi hanya karena obsesinya dengan game.

"Mas. Siapa yang kemarin pengen banyak anak?" Ifa yang dari tadi hanya diam melihat suaminya mencoba meyakinkanku memasukan game room dalam desain yang sudah 100% jadi.

"Yang. Karena aku mau rumah kita penuh dengan anak-anak itulah harus ada game room disana. Bayangin gini deh. Nanti saat kamu masak, aku yang jaga mereka di game room. Ide bagus kan?" Aku memutar bola mataku saat melihat Aryo menaik turunkan alisnya mencoba merayu istrinya.

"Yakin!?"

Rara memasuki ruang kerja setelah melihatku memintanya masuk sesaat sebelum dia mengetuk pintu. Pintu ruang kerja yang terbuat dari kaca memang memudahkanku untuk melihat siapa saja yang ingin masuk.

"Permisi, Pak. Ada kiriman." Aku nggak merasa membeli apapun. Karena selama ini yang biasa belanja online juga Tara, itupun di alamatkan ke rumah bukan ke kantor.

"Dari?" tanyaku.

"Tidak tahu, Pak. Tadi diantar kurir." Rara meletakkan paper bag di atas meja kerjaku, ada nama salah satu butik terkenal disana.

"Gayamu, Mas. Pake belanja online ke butik terkenal gitu. Mentang-mentang sugih!" Aku semakin nggak ngerti, mulai kapan aku suka memakai barang bermerk begitu.

Melihat isi di dalam kantong itu, aku langsung tersenyum begitu kulihat kemeja putih di dalamnya. Aku berharap menemukan notes atau kartu ucapan, tapi nggak ada secarik kertas pun yang bisa ditemukan di dalam kantong itu.

"Dari siapa Mas?"

"Rahasia," jawabku singkat. Menyimpan paper bag di meja belakang meja kerjaku dan meminta Aryo dan Ifa untuk kembali meneruskan debat desain rumah mereka.

Haven't Met You Yet (SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now