Bab 3

2.7K 563 48
                                    

Happy reading


Paramitha Rahayu
Bapak ....

Pesan Tata masuk sesaat sebelum mataku terpejam.

Kenapa, sayang? Tumben chat bapak malem-malem?

Tidak membutuhkan waktu lama, balasan Tata pun masuk ke ruang chat.

Paramitha Rahayu
Udah pikirin pesan Tata?

"Bapak, it's time!" Pesan Tata sebelum aku masuk ke mobil. Pagi ini selepas sholat subuh rencananya aku bertolak ke Surabaya, setelah seminggu berada di Yogya membantu Tara menyesuaikan dengan segala sesuatu.

"Is it?"

"Bapak mau sampai kapan? Meski aku tahu Ibu nggak bakalan bisa lihat Bapak lagi, tapi Tara percaya kalau melihat Bapak seperti ini akan membuat Ibu bersedih."

Batal masuk mobil, aku mengajak Tara duduk dibawah pohon mangga. Tempat favorite Pradnya dirumah ini. "Tara tahu kenapa Bapak sulit untuk move on?"

Tata menggeleng, dia menyandarkan kepala di pundakku dan berkata, "Karena Bapak terlalu sayang sama Ibu."

"Bukan hanya itu, tapi Bapak merasa kalau sayangnya Ibu besar sekali ke Bapak. Jadi untuk memulai kembali, Bapak ragu. Apakah bisa Bapak mendapatkan sayang sebesar itu lagi. Bapak takut nanti jadi membandingkan dengan sayangnya Ibu dan itu nggak adil bagi siapapun itu."

"Kenapa Bapak yakin kalau nggak akan menemukan sayang yang sebesar itu lagi?"

Menghembuskan nafas yang tertahan di dada. Mengedarkan pandangan ke halaman rumah yang mengingatkanku padanya. Dia yang kucinta tanpa syarat tanpa tapi. Dia yang lebih dicintai Tuhan. Dia yang pergi terlalu cepat dan meninggalkan kami berdua disini.

Aku bukan lelaki yang merasa Tuhan tidak adil, bukan seperti itu. Aku hanya lelaki yang beruntung dicintai sebesar itu oleh wanita baik berhati mulia sepertinya.

"Bapak nggak tahu. Bapak hanya tidak mau mengecewakan orang lain. Umur Bapak tahun ini 52 tahun, sudah bukan usia yang mudah untuk bergaul dengan wanita. Membayangkan memulai hubungan saja mengerikan."

"Lima tahun, Pak. Lima tahun Bapak sendiri. It's time, dan Tara akan bahagia di umur Bapak yang nggak muda lagi itu ada yang menemani.

Tara berat sebenarnya harus meninggalkan Bapak sendiri. Tapi Tara sadar. It's my time to take the leap. It's time for me to find my own destiny dan Tara pengen Bapak juga melakukan yang sama."

Aku peluk anak semata wayangku dan menghujani puncak kepalanya dengan ciuman, "Bapak sayang Tara. Jangan terlalu cepat tinggalin Bapak."

Aku merasakan nafas Tata memberat dan terdengar isakan tangisnya.

"Bapak tahu kenapa Tara ngotot kuliah di Yogya?"

"Karena Ibu," jawabku tanpa mengendurkan pelukanku.

"Iya. Bukan Tara nggak ikhlas melepas Ibu. Tara ikhlas dan yakin ini semua yang terbaik untuk kita. Tapi berada di sini membuat Tara jadi lebih mengenal Ibu."

"Bapak tahu. Ibu terlalu cepat meninggalkan kita, dan saat itu kamu masih kecil. Masih memerlukan pelukan Ibu, meski sampai sekarang sebenarnya Tara juga masih memerlukan pelukan Ibu. Itu kenapa Bapak selalu memelukmu dengan sedikit lebih erat." Aku memeluknya sekali lagi sebelum melepasnya dan mengusap pipinya yang masih basah. Dia masih menangis.

"Karena pelukan Bapak juga mewakili pelukan Ibu. Tara sayang Bapak, itu kenapa Tara merasa ini sudah waktunya," Jawabnya.

"Love you, Sayang." Kucium pipi kiri kanan, hidung, kedua mata dan keningnya. "Jaga diri, jangan terlau merepotkan Eyang. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Bapak."

Haven't Met You Yet (SUDAH TERBIT) Where stories live. Discover now