Episode 27

2.2K 166 10
                                    

Selamat Membaca!
--------------------------

Detik demi detik, menit demi menit, berubah menjadi jam, yang kemudian jam itu berputar hingga sehari penuh. Tidak terasa. Hubungan Zara dan Abian dapat berjalan lancar selama dua bulan ini. Meskipun mereka berdua dilanda kesibukan tetapi tidak lupa untuk saling berkabar karena kunci utama dalam suatu hubungan itu adalah komunikasi.

Tepat pada dua hari lagi—Sabtu nanti—buku Abian diterbitkan. Zara sibuk untuk menghubungi beberapa pihak dalam hal promosi dan distribusi selama dua pekan penuh. Sementara itu, Abian juga memanfaatkan akun sosial medianya sendiri untuk mempromosikan karya serta meminta bantuan teman-temannya.

"Ya, halo?" ucap Zara dengan telepon yang ia apit di antara bahu dan kepala, sedang tangannya sibuk mengetikkan surel undangan penerbitan novel 'Afektasi' untuk pihak media yang meliput.

Memang tidak terlalu besar karena Abian juga bisa dibilang pemula dalam hal ini. Namun, karena efek pengikut di Instagram Abian yang saat ini berjumlah 35.000 turut menyumbangkan atensi masyarakat. Pengikut tersebut ia peroleh sejak kuliah karena sering mengikuti lomba, lalu menjadi mahasiswa terkenal tidak hanya di angkatan prodinya tetapi juga satu kampus, dan diundang oleh televisi nasional ketika memenangkan lomba debat tingkat internasional di Bali beberapa tahun silam.

Padahal wajah yang dimiliki Abian tidak terlalu tampan seperti Iqbaal Ramadhan atau Vino G. Bastian. Namun, pengagum rahasianya sangatlah banyak. Bagaimana Zara tahu? Sempat beberapa kali ia didekati oleh perempuan yang tak dikenalnya atau teman yang tidak terlalu dekat untuk minta kontak Abian atau dijodohkan dengan Abian. Enak saja, Zara sendiri susah-susah supaya terus dekat dengan Abian.

Ini akibat dari wibawa yang dimiliki Abian. Tiap orang yang dijumpainya pasti merasakan ada aura kuat yang melingkupi diri Abian. Ditunjang pula oleh tinggi badannya. Ya, makin banyak saingan Zara dulu ketika kuliah.

Sudah-sudah, malah melantur ke mana-mana. Jadi lupa dengan siapa yang menelepon Zara.

"Nanti makan siang bareng, mau?"

Rupanya, sang kekasihlah yang menelepon perempuan itu.

"Enggak dulu ya, Bi. Aku makan di kantor, nanti pulangnya aja gimana?"

"Oke deh. Semangat kerjanya. See you nanti."

Zara tidak membalas apapun ucapan Abian, lalu terdengar suara putus dari sambungan teleponnya.

"Mas, mau makan siang bareng di kantin enggak?" tanya Zara pada Mas Nafta.

Rekan kerjanya itu hanya menggelengkan kepala.

Sudah sebulan penuh ini Mas Nafta menghindarinya dan ketika ia mendapat kesempatan untuk bertanya, hanya dijawab singkat oleh Mas Nafta jika dirinya dalam proses move on pada Zara. Ya, Zara tidak bisa memaksakan Mas Nafta sih tetapi ia jadi merasa kesepian di kantor karena tidak ada teman yang bisa diajak tukar pikiran.

***

Aroma wewanguan khas dari salah satu toko buku disertai buku-buku baru yang masih terbungkus rapat ataupun yang sudah terbuka menguar memenuhi indera penciuman Zara.
Hari itu orang ramai berlalu-lalang, mencari harta karun di tiap lorong yang dilaluinya. Zara sendiri sibuk di belakang banner guna mengontrol dirinya untuk tidak panik berlebihan. Pasalnya, acara penerbitan buku Abian ini di bawah tanggung jawabnya.

Afektasi [SELESAI]Where stories live. Discover now