οκτώ

11 9 13
                                    

"Aku menyuruhnya untuk tidak melakukannya, kau tahu?" Aldebaran berkata sambil berjalan menjauh dari dua petugas polisi yang mengikutinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku menyuruhnya untuk tidak melakukannya, kau tahu?" Aldebaran berkata sambil berjalan menjauh dari dua petugas polisi yang mengikutinya.

"Tapi dia tidak mendengarkan, mereka tidak pernah mendengarkan, tidak ada yang mendengarkan, tetapi mereka harus mendengarkan. Itu selalu berbahaya ketika mereka tidak melakukannya," Alice terlihat bergumam dengan raut wajah cemas.

"Tidak, tunggu." Alice menghentikan langkahnya tepat di belakang Aldebaran. "Kenapa aku tidak boleh memberitahu polisi?" Gadis itu mematung, menunggu jawaban dari lelaki di hadapannya.

"Sebab, Aldebaran tidak ingin memiliki hubungan dengan polisi. Kau tahu, polisi itu mungkin berbahaya bagi Alukard," tutur Lisa menengahi. Wanita itu memegang lengan Alice perlahan. "Kau harus mempercayai kami, Alice. Kita akan menemukan Alukard bersama-sama." Lisa mengedipkan matanya pelan, "kau tahu, tanpa campur tangan polisi."

"Aku menyuruhnya untuk tidak menyimpang dari jalan setapak. Dan dia melanggar itu, makanya bocah itu menghilang." Aldebaran mengusap wajahnya gusar.

Lelaki itu menatap Alice sebentar, dengan cepat kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke arah jalanan aspal. Matanya tampak berkaca-kaca saat dia bertukar pandang dengan gadis di belakangnya itu.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan? Hari sudah mulai malam, dan kita belum menemukan Alukard." Alice menundukkan wajahnya. "Hiks..." tanpa dia sadari, dirinya mulai menangis.

Alice merasa dia sangat takut kehilangan Alukard meskipun hanya sesaat. Karena rasa takut kehilangan lelaki itu terlintas di benaknya. Tetapi ketika dia menengadah untuk melihat jalan, tiba-tiba dia memikirkan sesuatu.

"Sepertinya aku tahu di mana Alukard berada."

















-
-

Alice, Aldebaran, dan Lisa berjalan menuju sebuah hutan yang gelap di tengah malam. Bulan telah menghilang di balik awan, angin bertiup kencang dan dedaunan bergemerisik saat mereka berjalan di sepanjang jalan setapak. Tiba-tiba Alice melihat sekelompok besar bayangan melintas dari sudut matanya, seolah-olah ada sesuatu yang akan menerkamnya.

"AKHH!"

Sebuah ranting besar pohon menjatuhkan gadis itu ke tanah, Aldebaran dan Lisa berbalik melihat ada apa gerangan. Mereka menemukan Alice dalam keadaan tergores di bagian lutut gadis itu. Aldebaran menggendong gadis itu dengan sebelah tangan, sebelum mereka melanjutkan perjalanan.

"Kau pernah kemari sebelumnya?" tanya Lisa membuka suara.

Alice menggeleng pelan. "Tapi aku pernah melintasi tepi hutan ini dengan Alukard, sewaktu kami melarikan diri dari panti."

"Seberapa jauh?" tanya Lisa lagi.

"Tidak begitu jauh. Seingatku di sini ada sebuah pohon yang sangat besar. Alukard pernah bilang padaku, jika dia ingin memanjat pohon itu."

"Hahaha, untuk apa dia mengatakan itu?" Aldebaran tersenyum kecut. "Dasar bocah bodoh."

"Karna saat itu kami sedang kelaparan, dan pohon itu memiliki buah." Penuturan Alice barusan membuat Alukard seketika terdiam.

"Apa saat itu dia juga kelaparan?" tanya lelaki itu.

"Tidak tahu, yang jelas aku sangat kelaparan sekali. Perutku berbunyi sepanjang perjalanan—"

"Krrrkk..."

"Apa bunyinya seperti itu?" Alice menyembunyikan wajahnya di dada Aldebaran, dia tahu bahwa yang barusan itu adalah suara perutnya dan dia juga tahu jika sekarang wajahnya bersemu seperti tomat. Dia sangat malu, Lisa tertawa pelan di belakang mereka.

"Bagaimana, apa kita harus pulang dahulu? Sepertinya seseorang sedang kelaparan," celetuk Lisa.

"Tidak.. tidak.. aku tidak mau pulang sebelum kita menemukan Alukard." Alice memukul dada Aldebaran, "turunkan aku!"

"Ayo kita pulang. Mungkin saja Alukard juga sudah kembali dari petualangannya," ujar Aldebaran dengan wajah tenang.

Langkah Alice terhenti. "Tidak, aku tidak akan pulang!" gadis itu merengek tepat sebelum Aldebaran menggendongnya kembali.

"Semoga Alukard baik-baik saja," sahut Lisa.

"Semoga kau sudah berada di rumah, Alukard."

Semak-semak bergemerisik, pepohonan tertiup angin dan Alice sudah mulai mengantuk. Sementara Aldebaran dan Lisa tidak bisa melihat karena gelap seperti batu bara dan mereka hampir tuli karena suara angin yang mulai bertiup kencang.

Beberapa pohon besar mereka lewati. Perasaan bebas yang memuaskan mekar di mata sendu Alice setiap kali dia kembali ke tempat yang indah dan memesona ini. Dia merasa sangat nyaman berada di dalam hutan. Bahkan suara-suara angin kencang terasa berhenti mengikutinya.

Gadis itu menguap untuk kesekian kalinya.
Dia melihat ke bawah ke kakinya, menelusuri bekas luka yang tertiup angin - itu terasa pedih.

"Aldebaran..." panggil Alice.

"Ada apa? Apa kau mengantuk?" Alice mengangguk, gadis itu menenggelamkan kepalanya ke dalam mantel berbulu Aldebaran.

"Tidurlah, aku akan memberitahumu jika sudah sampai."

"Ti—tidak. Beritahu aku ketika kita sudah menemukan Aluka—" Alice seketika menutup matanya. Gadis itu sudah tidak bisa lagi menahan rasa kantuknya.

Kemudian tiba-tiba, dia mendengar sesuatu di semak-semak di dekat mereka. Alice kembali terjaga, dia menurunkan diri dan gendongan Aldebaran. Gadis itu mendekati semak-semak belukar.

"Alice, ada apa?" panggil Lisa.

"Kemarilah," Alice bergumam tanpa menghentikan langkahnya.





























Alice melihat lebih dekat dan kemudian menyadari bahwa itu bukan binatang atau makhluk, itu adalah seorang lelaki. Lelaki dengan luka berwarna biru di lengan dan wajahnya.

chipazz × treasureuniverse

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

chipazz × treasureuniverse

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

〔OTHER SIDE〕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang