7. Sesuatu yang disampaikan, Devan!

6.4K 438 5
                                    

Leon mengerjakan matanya saat merasa tangannya disentuh seseorang. Mata Leon langsung membulat ketika melihat seseorang dengan balutan jas Dokter ingin memasangkan sesuatu ke tangannya.

"Mau apa nih?" cegat Leon langsung menarik tangannya dengan cepat.

"Kalau kamu nggak mau makan terpaksa papa nyuruh Dokter buat infus vitamin kamu." Mendengar jawaban Zein, Leon langsung mendengus kesal.

"Apaan sih, gue udah sembuh! Nggak usah disuntik-suntik atau apalah, gue mau pulang!" Leon berusaha bangkit namun langsung dicegat oleh, Zein.

"Kamu mau bandel lagi sama, Papa? Apa Kamu mau fasilitas kamu Papa, cabut?" Zein mengancam Leon dengan suara lembut tapi terdengar menakutkan bagi Leon.

"Apaan sih, kok pake ngancem-ngancem segala?!"

"Yaudah kalau nggak mau, kamu makan dulu terus minum obat." Leon langsung menggerutu kesal. Pasalnya, Zein selalu punya cara untuk membuatnya tidak bisa berkutik.

"Iya-iya, tapi nggak usah diinfus vitamin segala! Tangan ini aja masih sakit, malah mau nambah satu lagi!" kesal Leon kemudian bersandar kembali di brankarnya.

"Gitu dong, nurut sama Papa. Kan kalau gini enak."

'Enak? enak dari mana? Dasar pak tua bangka sialan!" batin Leon.

"Ngomong-ngomong Tiga setan lo pada kemana?" Leon mencari-cari keberadaan Winda dan kedua anaknya. Siapa lagi kalau bukan mereka yang Leon sebut sebagai setan.

"Leon jangan gitu, kamu harus sopan, Nak sama orang yang lebih tua, sebentar lagi tante Winda akan jadi Mama kamu."  Leon terdiam, Zein benar bahwa Leon memanglah kurang ajar, tapi tidak pernah kah, Zein tahu. Bahwa sikap Leon itu hanya untuk menutupi kesepian dan kesedihannya.

Jujur dalam hati Leon, Leon sebenarnya menyesal telah membentak Winda. Namun mau bagaimana lagi, Leon berpikiran bahwa Winda akan merebut Zein dari Leon, itulah mengapa Leon bersikap demikian. Sebenarnya Leon itu aneh. Sikapnya seolah-olah membenci Zein tapi Leon tidak bisa membohongi hati kecilnya bahwa dia sangat menyayangi papanya itu.

"Sekarang buka mulutnya, kau harus makan biar cepat sembuh."

"Aku mau makan, tapi ada syaratnya."

"Apa? Mau minta motor? Mobil? Rumah? Atau Ap—" ucapan Zein langsung dipotong Leon.

"Aku mau makan, kalau papa juga makan."

"Hah?!"

"Katanya papa juga belum makan, yaudah sekarang kita barengan aja makannya." mendengar itu Zein langsung tersenyum senang, ia langsung mengangguk padahal sebenarnya ketika Leon tadi tidur Zein sudah makan. Tapi Zein mau makan lagi karena perintah Leon. Zein sangat senang mengetahui kalau itu Leon sebenarnya masih memikirkannya.

"Makan yang banyak ya, anak Papa,"

"Lebay banget sih Papa!" celetuk Leon sambil mengunyah makanan yang Zein suapkan

Ceklek!

Zein dan Leon menoleh kearah pintu saat mendengar seseorang masuk, di sana sudah berdiri Devan yang sedang cengengesan nggak jelas.

"Lo, kalau masuk ketuk pintu dulu kek, nggak punya sopan santun banget sih!" Devan hanya diam berusaha terlihat sopan karena sebenarnya Devan sedikit takut dengan Zein.

"Maaf, kukira nggak ada Om Zein, disini. Selamat siang Om," sapa Devan pada Zein.

"Devan, kamu udah pulang sekolah?"

"Lah pake ditanya lagi, kalau dia udah berdiri disini berati udah pulang, bodoh!" Devan menganga saat mendengar Leon yang dengan beraninya mengatai Zein bodoh.

"Leon nggak boleh gitu sama orang tua," nasehat Devan.

"Udah nggak apa-apa, sekarang Devan temenin Leon, Om ada urusan sebentar." Zein bangkit dan keluar begitu saja.

Melihat itu Leon langsung merasa bersalah, salahkan saja mulutnya yang suka seenaknya bicara, jadinya kan seperti ini. Mata Leon menatap kepergian Zein yang sudah hampir hilang dibalik pintu.

"Hayo lo, ngambek tuh bokap lo. Jadi anak nggak punya sopan santunnya! Kualat baru tahu rasa!" ujar Devan seraya mendekat kearah brankar Leon.

"Terserah, nggak mungkin juga dia ngambek, jadi orang kok baperan." Leon kembali menarik selimutnya untuk kembali tidur, tapi lagi-lagi Devan mencegahnya.

"Ada apaan lagi sih? Gue mau tidur!" Leon langsung menepis tangan Devan kuat.

"Dasar sahabat durhaka lo, gue baru aja sampe, lo mau tidur aja!" cibir Devan.

"Gue nggak nyuruh lo kesini," jawab Leon pelan.

"Gue mau ngomong sesuatu." mendengar itu Leon langsung bangkit dan mendekat kearah Devan. Leon pasti sudah tahu maksud dari perkataan Devan. Kalau tidak dia mana mau langsung bangkit begitu saja dari brankarnya.

Devan mulai bicara serius dengan Leon, sedangkan Leon sudah mengepalkan tangannya begitu kuat setelah mendengar apa yang dikatakan Devan.

"Tapi jangan gegabah dulu, lo masih sakit. Lo bisa kok nolak tawaran itu."

"Nggak bisa lah, mau ditarok dimana muka gue kalau gue kalah sama kunyuk anjing itu!"

"Tapi menurut gue sih, lebih serem bokap lo daripada kunyuk itu, kalau lo sampai ketahuan entah apa yang akan om Zein lakukan."

"Bodo amatlah, gue nggak peduli! Yang terpenting gue terima tawaran itu,"

L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang